Baca

Masih cerita saya dengan keponakan saya, setelah sebelumnya sudah ada cerita Protes dan Maaf. Kali ini saya akan bercerita tentang kejadian yang beberapa waktu lalu ketika Seina main ke kamar saya. Waktu itu, kamar saya yang cukup sempit terasa sangat sesak. Buku-buku bertebaran disana-sini karena saya harus mengerjakan tugas kuliah yang belum selesai.

Kebiasaan Seina ketika dia masuk kamar selalu menanyakan pena dan kertas; menulis apa saja. Kadang-kadang menggambar dengan gambar tidak jelas sambil berucap "ini Ayah, ini Mamah, Ini Om". Namun, kali ini ia tidak meminta pena dan kertas kosong pada saya. Tapi, ia memegang buku yang sedang berantakan. Kemudian ia pun membuka beberapa buku itu, membolak balik isinya dan ditutup ketika dia sudah anggap tidak menarik.

Diantara semua ulahnya itu. Ada yang mengherankan saya ketika ia mengambil buku di erak dan memegang buku Das Capital III karya Karl Marx yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Ia pun memeluk bukan malah mencoba membaca, membolak-balik atau bahkan menutupnya. Ia memeluk erat buku yang cukup tebal dan berat itu.

"berat lho bukunya itu. Sini Om ambil" ujar saya padanya.

"enggak kok. Seina mau baca ajah" jawab Seina dengan nada khas cadelnya.

"baca apaan, Seina kan belum bisa baca. Sini Om ajarin baca dulu. Buku itu belum cocok buat Seina" rayu saya. Kasihan saya meliht dia pegang buku berat.

"Seina bisa baca kok!" jawab Seina malah dengan gaya tersenyum. Saya berusaha untuk mengambil buku itu. Namun, ia malah duduk dan memangkunya. Dengan pola rayuan lucu ala anak kecil. Saya berusaha untuk mengambil buku itu. Tapi dia malah makin erat memangkunya. Saking keukeuhnya terhadap buku itu saya pun menyerah. Saya memutuskan untuk mengambil kamera dan memfotonya sambil mengajak dia tersenyum.

Saya tidak tahu apa yang akan terjadi lain hari nanti. Jika suatu saat keponakan saya itu menyadari bahwa buku yang sedang ia pegang dan ia peluk ditulis oleh sesorang yang sosialis; atau bahkan dianggap tidak tidak beragama. Lewat beragam karyanya Marx mampu mengarak masyarakat dunia lewat kemampuannya sebagai filosof, sejarawan, pakar ekonomi politik atau tokoh peletak analisa pertentangan kelas. Sehingga Komunisme menendang jauh rejim kapitalisme lewat pembangunan  masyarakat tanpa kelas.

Saya sadar, Seina keponakan saya itu tidak mengerti apa yang sedang diperbincangkan hebat oleh orang-orang lewat buku yang dipegangnya. Namun saya percaya dengan ucapannya "Seina bisa baca kok!" suatu saat ia dapat mengetahui segala bentuk pertentangan itu.; tentunya dengan jalan membaca. Seperti ajaran  pertama dalam agamanya (agama yang dianut orang tuanya); bacalah!

Bukankah menjadi hal yang tidak elok ikut berjamaah menentang hasil karya pemikiran hanya karena ia dianggap tidak beragama. Bukan karena bantahan analisa karya yang sejajar. Dan membaca merupakan area untuk mengetahui pola yang sejajar bukan karena hujatan tapi karena pemahaman dan pemikiran.

Cerita saya dengan Seina : Protes, Maaf dan Baca merupakan hal yang menarik bagi saya. Seperti cerita yang sedang berseri. Dan saya benar-benar tidak merekayasa cerita ini.

Om, bangga denganmu :)


2 comments:

Unknown mengatakan...

mantep cak, tuh kalo gedhe bakal jadi aktivis revolusioner...hehe

Anonim mengatakan...

Mudah2an. Suka baca buku, nulis dan tukang demo.he!