Monolog Seorang ayah


Kemarin aku dinasehati agar aku memanggilmu My Son saja, ketimbang memanggilmu Boy. Itu karena jenis kelaminmu yang masih belum kami ketahui. Aku mengiyahi saja. Sebab bisa jadi, kamu juga ingin dipanggil begitu, Anakku. Apalah guna sebuah panggilan kalau tidak pernah diucapkan dengan rasa cinta?

Tadi malam ibumu bilang di telepon. Kalau hari ini ia hendak memeriksakanmu ke dokter. Dan kamu pasti tahu, kan? Kalau aku tidak bisa pulang cepat. Karena pekerjaan yang berjarak 83 KM ini menuntutku tidak bisa terburu-buru pulang. Besok ia akan kembali memeriksakan dirimu tanpa harus aku dampingi. Dan seperti kamu begitu memahami keadaan keluarga mungil kita. Kamu selalu mencoba menenangkan Bundamu dengan tidak membuatnya selalu dalam keadaan gelisah dan panik. Makanya, tiap jelang maghrib ia selalu mengabari keadaanmu jika aku tidak sedang pulang. 

"Tenang saja. Dia anak yang kuat raga, bathin dan perasaannya" gumamku tiap kali mendengar cerita dari Bundamu.

Terus terang. Aku merasa sangat bangga denganmu. Saat aku mendengar deretan cerita Bundamu. Katanya, kamu anak yang kuat. Misalnya saat untuk dibawa ke Bandung, Purwokerto dan Jogja tanpa keluhan apapun. Kamu antheng dalam dekapan perut Bundamu yang kini sudah mulai membesar. Seperti yang sudah aku bilang tadi—kamu mengerti keadaanku dan Bundamu. Aku menyadari aku bukan ayah yang penuh waktu bersama kamu dan Bundamu. Tapi, percayalah doa dan cinta tidak sejengkal pun aku meninggalkanmu, Anakku. Aku tahu ini merupakan fase dimana kita harus berjuang, belajar dan memantaskan bersama.  Tidak perlu merasa takut dalam berjuang, belajar dan memantaskan bersama. Sebab, kita kita sudah memulai semuanya itu sejak 5 bulan yang lalu. Yang membedakan kita hanya dipisahkan dalam ruang yang berbeda: kamu di alam rahim, aku dan Bundamu di alam dunia. 


Dalam acara rangkaian Milad kampus aku mengajar saat ini. Kamu sudah mendapatkan jawara hiburan dengan memperoleh rantang piknik dan bundamu dapat mug. Aku tidak mendapatkan apa-apa. Meski hanya sekadar hadiah hiburan yang kamu dan Bundamu dapatkan itu. Tapi, setidaknya aku sangat bahagia dapat mewakilimu mengambilkan hadiah. Itu sudah cukup membuatku merasa sangat terhibur... dan pastinya, kita mengerjakan menjuarai sesuai jika kita bersama;))

Dalam hidup. Kadang-kadang rasa takut yang melekat dalam alam bawah sadar, secara perlahan dan pasti akan memberikan dampak nyata melalui serangkaian peristiwa yang membuat kita semakin waswas. Itu sebabnya, setiap manusia diharapkan untuk selalu berpikir positif agar peristiwa yang dihadapi juga berakibat positif. Jika kamu mendapati aku dan Bundamu merasa panik, gelisah bahkan takut ingatilah kami, Anakku. Hal tersebut bisa jadi karena ini merupakan pengalaman pertama bagi kami yang penuh dengan ketidaktahuan. Itu sebabanya berpikir positif menjadi pegangan dalam menjalani perjalanan kita bersama berkedepan. Dan barangkali, berpikir positif itu bisa kita pahami sebagai harapan dan rentetan doa-doa atas perjuangan kita. 

... anakku, disana—dialam rahim: selalulah berdoa, sehat, kuat, berkembang sempurna dan selalu bahagia dalam proses perjuangan bersama ini. 


0 komentar: