Sudah jelang seminggu ini rasanya berita hanya bicara soal tawar menawar politik ditingkat elit. Siapa yang khianat dan siapa yang loyal. Samar sekali, siapa yang benar-benar yang menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya. Nasib, loyalitas dan keputusan penting nasional seakan diselesaikan diatas nama Setgap. Dan tak jarang pertengkaran politisi kemudian berlanjut dalam forum diskusi, seminar atau bahkan bincang-bincang diacara televisi.
Dilain tempat, disudut pasar Serangan. Harga sembako perlahan beranjak naik. Mirip argo taksi yang tak bisa ditahan. Kemarin harga cabe 10.000 dan hari ini sudah 15.000 begitu juga kebutuhan lainnya. Ulah perdebatan kenaikan BBM menyebabkan harga kebutuhan pokok terpeleset mendadak. Toh, sampai saat ini perdebatan kenaikan BBM hanya berujung pada anggapan penghianatan partai politik meski pada dasarnya yang mengganggap terkhianati menjadi menang—apalagi yang mereka cari; inilah bukti intrik lama kaum elit, cong!
suatu hari nantikala mereka bertanyasiapa yang membunuh negeri hari inidialah partai politik culas berbalut wakil rakyatsuatu hari nantikala mereka bertanyasiapa yang menggadaikan negeri hari inidialah yang melacurkan diri pada pemodal asingsuatu hari nantikala mereka bertanyasiapa yang memporak-porandakan negeri hari inidialah yang tak pernah peduli atas negerinya sendiri
Aksi demontasi kemarin malah dianggap bentuk anarkisme massal. Anggapan mahasiswa penyambung lidah rakyat tergerser menjadi keterwakilan kekacaubalauan aspirasi pengrusakan. Polisi pun hadir bagai rupah penyelamat nasional dan mengganggap diri sebagai kaum santun. Meski fakta dilapangan begitu shaleh memukul kaum demonstran yang tertangkap. Kaum demonstran dan Polisi dua oknom yang sama-sama menjadi korban atas persekongkolan jahat. Lihatlah!
Maka siapa yang menang atas pertempuran ini? Polisi dan mahasiswa sama-sama babak belur ditengah massa. Yang menang; merekalah yang hanya menjadi komentator diluar arena; yang menganggap mahasiswa berdemonstrasi hanyalah sekumpulan orang bodoh. Dan Polisi juga anarkis atas nama pengendalian massa. Sedang dia sendiri tak berbuat apa-apa selain propaganda dan komentar; dan itulah kemenangan untuk dirinya sendiri.
tasbih membakar semestaalunan rindu jiwa yang menyala-nyalaparade keshalehan dibanyak tempatdemonstrasi taqwa meraup labaagamawan selebritis penjajah televisipamer klise kebohongan massalagama jadi gincu perselingkuhan apik;pengajian, modal dan popularitas
Jika kita terlahir sebagai bagian kaum yang papa. Tak punya kuasa atas arus menyiksa yang berjalan. Cukup saja nikmati persetubuhan dengan Tuhan. Mengakrabinya sebagai kepasrahan total. Atau bangkit melawan mengajak Tuhan membasmi gincu kebohongan puplik. Dengan segenap usaha tanpa harus mencibir perjuangan yang berbeda. Sebab kita akan dipertemukan di tempat perhitungan amal yang tak kita ketahui bernilai baik atau buruk; suatu hari nanti.
Kebenaran atas nama manusia tetaplah relatif!
4 comments:
Sama2 :))
Sipp :))
terima kasih atas informasinya..
semoga dapat bermanfaat bagi kita semua :) Wulan Guritno
Sipp :))
Posting Komentar