Pagi tadi usai shalat subuh saya membuka WA dan mendapatkan pesan yang dibagi oleh WR II UMP Pak Ikhsan Mujahid di Grup WA UMP “Innalillahi wainna ilaihi roji'uun. Berita duka telah meninggal dunia bapak Rektor UMP Dr. Anjar Nugroho, M.Si., MHI hari ini selasa, 15 Desember 2020 jam 04.05 di RS Kariadi Semarang karena serangan jantung, mohon doanya semoga Husnul khotimah dan keluarga yg ditinggal diberi kesabaran, ketabahan dan keihlasan...Aamiin”. Saya membaca bolak balik isi WA Pak WR II tersebut sampai beberapa kali karena tidak percayanya.
Awalnya,
saya mengira yang meninggal adalah Ayahanda Pak Anjar. Namun, saya menyadari
bahwa beliau baru meninggal beberapa bulan yang lalu. Saya pun memutuskan untuk
menelpon Pak WR II untuk memastikan kabar duka tersebut dan beliau menyampaikan
hal tersebut benar dan sedang pemulangan janazah ke Purwokerto.
Deg!
Mendengar kabar tersebut saya pun kaget, tidak percaya, dan penuh keheranan.
Namun, apa boleh buat takdir memang tidak ada yang tahu—termasuk kabar duka ini.
Menurut penjelasan Irfan yang selama ini mengetahui agenda keseharian Pak
Anjar, kepergian Pak Anjar ke Semarang tadi malam untuk bertemu dengan Gubernur
Jawa Tengah dan Pangdam hari ini untuk membahas beasiswa untuk keluarga TNI dan
warga Jateng. Sesampainya di Semarang Pak Anjar dan rombongan beristirahat,
kemudian penyakit beliau kambuh dan sempat tidak sadarkan diri ketika di RS
Kariadi Semarang. Namun, Allah selalu punya rencana terbaik untuk hambanya,
maka pada jam 04.05 Pak Anjar menghembuskan nafas terakhir.
Berkaitan
dengan penyakit Pak Anjar, terus terang saya dan teman-teman di Fakultas dan
Prodi tidak mengetahui persis penyakit yang alami beliau, sebab beliau tidak
pernah menceritakan apa penyakitnya. Meskipun kami pernah menjenguk beliau saat
opname di rumah sakit, beliau hanya bilang “Tidak apa-apa. Hanya butuh
istirahat saja”. Beliau tetap tidak menceritakan penyakit yang dialaminya.
Tentu saja, ini adalah pilihan beliau yang barangkali agar tidak memberatkan
pikiran dan tenaga para kolega di sekitarnya.
Secara
pribadi, pertama kali saya mengenal Pak Anjar pada tahun 2014 semenjak
mengikuti wawancara dosen untuk Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Waktu itu, Pak Anjar menjadi salah satu pewawancara
sekaligus Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni (saat ini Rektor UMP).
Sebagai orang diwawacarai bagaimanapun saya tetap deg-degan, sekalipun saya
telah berteman di Facebook.
“Kamu
anak IMM, tho?” Tanya Pak Anjar di akhir sesi wawancara setelah membaca biodata
saya yang kebetulan saya juga mencantumkan pengalaman organisasi.
“Iya,
Mas. Saya IMM. Saya tahu Mas Anjar juga kok” jawab saya seenaknya waktu itu.
Semacam saya tidak sadar bahwa beliau adalah pimpinan Universitas. Sebelum
mendaftar seleksi dosen saya memang sudah pernah diceritakan teman-teman
pengurus DPD IMM DIY (waktu itu sebagai Sekretaris Umum DPD IMM DIY), kalau ada
mantan Ketua Umum DPD IMM DIY yang menjadi dosen di UMP.
“Piye
kabar IMM sekarang…” Tanya Pak Anjar. Saya pun menceritakan kondisi IMM DIY
sepanjang yang saya ketahui, beliau pun menceritakan tentang keadaan IMM pada
saat periode beliau. Maka, jadilah wawacara kerja semacam menjadi reuni,
apalagi wawancara saya dengan Pak Anjar merupakan meja terakhir dan sekaligus
hampir barisan terakhir.
Sekitar
satu bulan setelah saya selesai ikut proses seleksi dosen tersebut. Saya
dinyatakan diterima sebagai dosen di UMP. Tentu saja, sebagai orang yang akan
menikah dua bulan lagi setelah pengumuman tersebut saya senang sekali sekaligus
berat sekali. Senang karena saya memiliki pekerjaan sesuai dengan keinginan
sekaligus penopang hidup sebagai keluarga kecil sedang ingin saya bina.
Sementara di sisi lain, terasa berat dikarenakan saya masih merasa “fakir ilmu”
mengenai Muhammadiyah sekaligus satu Prodi dengan senior di organisasi (IPM dan
IMM), senior di Prodi, dan Pimpinan. Salah satu senior dan Pimpinan tersebut
siapa lagi kalau bukan Pak Anjar Sendiri.
Barangkali,
bagi (sebagian) orang bekerja dengan senior merupakan hal yang asik, enak, dan
menyenangkan karena akan langsung dibina sebagaimana di Organisasi. Namun, hal
tersebut tidak selamanya demikian, sebagaimana berlaku setidaknya di IPM dan
IMM hal-hal demikian hanya terjadi pada hal-hal yang bersifat organisasional
dalam mendorong progresifitas dan masifitas organisasi, sedangkan untuk
persoalan pribadi akan senantiasa ditaruh jauh-jauh dari jubah organisasi.
Alasannya sederhana yakni membangun cara bersikap dan bertanggung
jawab—sebagaimana umum terjadi di banyak organisasi.
Sebagai
senior dan pimpinan Pak Anjar selalu menyampaikan kepada saya—juga kepada dosen
yang lain, khususnya para dosen muda bahwa sangat penting membangun kepakaran
dan mengurus jabatan fungsional akademik. Beliau selalu menyampaikan bahwa
beliau selalu naik pangkat dua tahun sekali, sekalipun untuk pengajuan guru
besar yang saat ini sedang diajukan terendap hampir 11 tahun dikarenakan
kesibukan dan aktivitas padat beliau. Bila ada di antara kami (dosen) muda
belum mengurus jabatan fungsional akademik, beliau kerap menyinggungnya agar
segera mengurus meski disampaikan dalam keadaan bercanda.
Berhubung
dalam masalah pengajuan jabatan fungsional akademik saya tidak terlalu
bermasalah (Maaf. He!). Tentu saja, saya ditegur dalam persoalan yang lain,
salah satunya berkaitan teknis pembelajaran daring yang butuh respon cepat saat
awal pandemi, dimana beliau langsung menegur saya di Grup WA Dosen
Fakultas dan menyarankan agar saya belajar ke Fakultas sebelah bila mengalami
kesusahan. Maklum saja, beliau menyampaikan hal demikian karena posisi saya
sebagai Wakil Dekan yang membidangi masalah akademik. Atau adapula berkaitan
dengan dua buku beliau yang dulu tidak segera terbit. Kebetulan dua buku beliau
saya menjadi editornya.
“Buku
Pak Anjar kalau saya edit malah bukan tambah bagus, Pak. Malah makin jelek”
kilah saya waktu itu, karena tidak punya alasan lagi karena proses editing
belum selesai.
“Tidak
perlu banyak alasan. Sudah, dikerjakan saja. Memang begitu karya sarjana lama.
Hehe.” jawab Pak Anjar, seakan beliau tahu kondisi saya waktu itu.
Pak
Anjar memang tipikal pimpinan yang menyukai sebuah pekerjaan itu selesai dan
tuntas. Bila ada kendala yang dihadapi selalu meminta didiskusikan dan
koordinasikan, sehingga berbagai kebuntuan kendala tersebut bisa diurai secara
bersama-sama. Tidak terkecuali pada saat Prodi HES dimana home base Pak Anjar
bernaung hendak melakukan akreditasi. Beliau langsung memberikan target prodi
ini terakreditasi A sebagai Prodi yang pernah diinisasi berdirinya oleh beliau.
Meski, Pak Anjar tidak terlibat secara teknis penyusunan borang dikarenakan
aktivitas dan kesibukan beliau, namun beliau tidak jarang menghampiri kami yang
lembur di kampus dan mengajak makan malam bersama. Dan hasilnya, tidak hanya
HES yang terakreditasi A, tetapi S1 PAI juga terakreditasi A dengan skor ALD
tertinggi se-UMP. Dan secara kolektif di tingkat Universitas telah terdapat 11
Prodi yang telah terakreditasi A yang tersebar di semua Fakultas.
Wafatnya
Pak Anjar hari ini tentu menimbulkan rasa sedih yang begitu dalam, khususnya
mereka yang pernah mengenal dekat Pak Anjar, baik sebagai aktivis, akademisi,
maupun pimpinan. Ada banyak kenangan, pengalaman, inspirasi, motivasi, dan
berbagai hal baik lainnya bersama beliau. Mengutip sambutan Pak Kifni selaku
BPH UMP siang tadi “mari lanjutkan perjuangan baik beliau”.
Sugeng
tindak, Pak Anjar. Semoga Allah selalu memberikan tempat terbaik. Aamiin..
7 comments:
Mantaff... Generasi penerus... Yg hebaaattttt....
Begitupun saya, Saya suka cara pak anjar mengajar, nata, rapih dan mudah dimengerti....
Lanjutkan perjuangan Beliau Cak !!
Selamat jalan pak
Selamat jalan pak
Selamat jalan pak
Masih belum percaya😢,semoga ditempatkan disurganya Allah.
Posting Komentar