Waktu Luna ikut saya dan istri menghadiri pengajian rutin Ahad
Pagi di Taman Kota Majenang beberapa waktu lalu. Luna merengek minta dibelikan
ikan. Saking kepengen dibelikan ikan, ia tidak mau ikut mendengarkan ceramah
ustadz yang datang jauh dari Bekasi. Bahkan tidak ia tidak mau beli jajan sisi
timur taman kota.
"Ikaann.."
Luna
terus merengek. Bernegosiasi. Berkali-kali istri saya meminta agar saya
membelikan saja. Namun, saya bergeming. Bukan saya tidak mau membelikan. Tetapi, lebih kasihan kepada ikannya.
Beberapa waktu sebelumnya, Luna juga pernah beli ikan cupang di
tempat yang sama. Setelah sampai di rumah, ikan yang dibeli ia berikan banyak
makan, diobok pakai tangan, dan akhirnya setelah tiga hari kemudian saya
meminta istri saya agar ikannya dilepaskan ke selokan depan rumah. Kasihan.
Ikannya kekenyangan. Tidak bisa tertarung.
Namun, akhirnya atas dasar agar Luna berhenti
merengek dan mau sarapan. Saya pun terpaksa membelikannya ikan emas dua ekor.
Luna yang memilih sendiri. Saya pun mewanti-wanti agar Luna menjaga ikannya:
jangan diobok dan tidak terlalu banyak dikasih makan. Benar saja. Luna merawat
ikannya.
Tiga hari berlalu...
Ikan tersebut mati satu. Luna menangis sendu.
Menanyakan mengapa ikannya mati. Dan belum berhenti di situ, keesokan harinya
ikan satunya ikutan mati. Luna menangis keras sejadi-jadinya. Makin jadi
menangisnya. Ia semacam kehilangan koalisi berceritanya. Ia kira ikan itu
Nemo--film kartun yang disukainya.
Untuk
mengenang ikannya yang mati. Tempat ikannya pun ia simpan di tempat mainnya.
Dan sampai sekarang ia belum minta agar dibelikan ikan lagi. Entah, masih
kasihan sama ikannya atau sudah lupa, ya? 😀
0 comments:
Posting Komentar