Kewaswasan Yang Bakal Kembali

Minggu lalu saat tanggal 17 Agustus, Luna dan istri saya ke Purwokerto. Jauh hari memang istri saya sudah mengagendakan untuk berlibur. Maklum saja, tanggal 17 Agutus jatuh pada hari Jum'at dan libur bisa sampai tiga hari. Saya menjemput mereka di terminal dan dikarenakan mereka tiba selesai shalat Jum'at, maka kami pun memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu, sebelum menuju hotel yang telah saya pesan dua pekan sebelumnya.

"Maaf adakah yang ulang tahun hari ini, Bapak?" tanya Mbak pramusaji salah satu restoran di daerah Karangreja.

"Ada. Tapi, bukan hari ini. Bulan ini" jawab saya sigap

"Boleh, Bapak. Kalau boleh tahu siapa ya, Bapak?" tanya si Mbak sembari pegang pegang daftar pesanan kami.

"Anak saya" jawab saya. Sambil memperlihatkan Luna yang gelendotan di belakang punggung saya.

"Bisa mengisi formulir ini Bapak. Kami ada hadiah untuk yang berulang tahun" jawab si Mbak. Saya pun menerima formulir yang diserahkannya. Kemudian diisi oleh istri saya.

Selang beberapa lama setelah kami menyantap makanan yang telah kami pesan. Si Mbak tadi mendatangi meja kami dan memberikan puding berbentuk hati dengan plating tulisan "LUNA" yang terbuat dari lelehan coklat. Saya lihat Luna begitu senang disodorkan puding, sebab selama ini ia memang penggemar puding.

Mula-mula, Luna usap lelehan coklat bertuliskan namanya itu dengan sendok. Sambil pelahan ia memotong puding berwarna pink itu dari berbagai sisi. Ia begitu menikmati puding itu--semacam ia tidak pernah makan puding. Dan dari semua pemandangan yang mengasyikkan itu, hal yang menjadi korban adalah Luna tidak mau melanjutkan makan nasi siang itu. Ya! Luna terbilang agak sulit makan nasi atau lauk apapun. Itu sebabnya, setiap kali Luna dipijat oleh tukang pijat langganannya: si Mbah selalu mewanti-wanti memberi makan pendamping anak tidak harus menunggu enam bulan. Katanya, saya terlalu patuh sama anjuran dokter. Tapi, diluar semua itu, saya sangat bersyukur Luna selalu sehat sekalipun dengan berat dan tinggi badan "yang pas" dengan anak seusianya.

Memang benar. Hal paling tidak mengenakkan pada saat makan di tempat yang tidak biasanya kita makan setiap hari. Adalah suasana paling deg-degan saat menuju kasir untuk membayar tagihan makanan yang telah kita makan. Dan saya pun harus mengeluarkan dua lembar kertas merah untuk sebuah makan siang langka kami tertiga.

"Tenang saja. Gantinya bakal lebih besar. Kan, untuk keluarga" tenangkan istri saya. Saat kami kembali menaiki motor menuju hotel. Maklum saja, kamar kost saya terlalu kecil untuk kami huni bertiga.

Mereka berdua di Purwokerto dua malam tiga hari.

Degh!



0 comments: