Doa Terbaik untuk Istri

"Jangan doakan diterima. Doakan yang terbaik" ujar istri saya semalam. Sebelum ia berangkat ke Jogja untuk posisi baru di tempat kerjanya. 

"Iya nda" jawab saya sekadarnya dan mendoakan. Sebab sanggahan dan pertanyaan kembali apapun untuk permintaan tersebut. Saya tidak punya alasan—kecuali mendoakannya, sebagaimana biasanya.

Sejak menikah sampai saat ini. Saya memang tidak pernah melarang istri saya bekerja atau menyuruhnya bekerja. Semua saya serahkan kepadanya untuk memustuskan apapun yang bisa ia kerjakan—yang membuatnya senang dan nyaman beraktivitas. 

Namun, sebagai laki-laki dan suami yang agak konservatif. Saya hanya memberi batasan kepada istri saya untuk beraktivitas di luar rumah—bekerja dan berkarir—sampai batas usia 35 tahun. Setelah itu ia menjadi istri dan ibu penuh waktu untuk kami sekeluarga. Batasan itu saya dan istri sepakati agar tumbuh dan kembang anak kami lebih maksimal. Karena dalam perasaannya pekerjaannya sebagai bankir cukup menyita waktu.

Tentu saja. Apa yang dilakukan oleh istri saya selama ini bukan berarti salah—dengan bekerja ketimbang menjadi istri dan ibu rumah tangga penuh waktu. Sebab, pada keduanya juga sama-sama memilki peran yang sama. Bahkan pada posisi ini istri saya justru memiliki peran ganda: bekerja, istri dan ibu. Makanya, tidak jarang saya pun juga menjadi bapak rumah tangga—dengan menggantikan peran domestik istri saya, terutama pada akhir pekan. Sehingga saya pun juga ikut merasakan bagaimana riweuhnya berperan ganda. 

Barangkali, prinsipnya cukup sederhana: bekerja atau menjadi ibu rumah tangga sama mulianya. Sepanjang hal tersebut diakukan dengan nyaman dan bahagia. Meski, pada posisi tertentu kita tetap berkompromi atau tidak dengan keadaan. 

Terima kasih banyak istriku. Doaku selalu yang terbaik untukmu 😘


0 comments: