Makan Kopi Rokok

Sebut saja namanya Mbah. Setiap hari ia berjalan salak, pisang dan makanan kecil lainnya dengan cara gendong di punggungnya. Mbah menjajakan dagangannya di sekitar jalan utama Majenang dengan berjalan kaki. Entah, siapa pembeli setianya--Mbah tidak memberi tahu. Yang jelas hasil dari dagangannya setiap hari ia gunakan untuk membeli makan, kopi dan rokok.

Kebetulan sore ini saya tidak sengaja sengaja ketemu dengan Mbah yang menumpang ngiyup di warung martabak langganan saya depan Alun Alun Majenang. Hujan yang deras tak mampu ia lawan sendirian dengan payungnya yang mulai kusut dan berlubang. Saya sengaja tidak langsung menegur meski Mbah duduk di sebelah saya. Sampai ia pun mengeluarkan buntelan kain yang mengikat perutnya--dan Mbah pun membakar rokoknya.

"Busyet.. trengginas!" batin saya.

Saya semacam tidak percaya kalau yang menyulut rokok depan saya adalah seorang nenek usia senja. Saya pun merasa tidak kuat hati dan mulai berbasa basi dengan menanyakan dagangannya.
"Sudah lama merokok Mbah" tanya saya pada inti pertanyaan.

"Sampun mas. Pusing kalau tidak merokok sama ngopi" jawab Mbah sambil membungkus salak dan pisang dari dalam keranjangnya--dengan harapan saya membeli semua dagangannya.

"Tiap hari?"

"Lah, iya. Piye to?"

Saya hanya tersenyum mendengar jawaban Mbah. Ia pun melanjutkan kalau dari semua hasil dagangannya ia gunakan untuk beli makan, kopi dan rokok. Entahlah, barangkali itulah alasan mengapa si Mbah terus berjualan dengan segala bentuk prioritas kebutuhannya.

Saya pun hanya membeli satu kantong salak si Mbah. Tidak satu kresek dagangannya. Bagaimana pun saya tetap iba dengan si Mbah. Tapi, sebagai pembeli saya juga ada batasnya--termasuk siapa yang akan makan martabak yang telah saya pesan.

Semoga lekas berhenti ngerokoknya Mbah.

 
 
Repost dari Facebook (klik)

0 comments: