Mbah Pri

Beberapa hari terakhir berbagai media, khususnya media sosial diviralkan dengan tekad Supriyanto atau biasa disebut Mbah Pri (63 tahun) yang melakukan perjalanan dari Jogja ke Jakarta dengan menggunakan sepatu roda yang dimulai dari hari Rabu kemarin. Tekad Mbah Pri berspatu roda ke Jakarta untuk bisa mengikuti acara 17 Agustus di Istana Negara sembari berharap dapat bertemu dengan presiden Jokowi.

Jum'at sore kemarin Mbah Pri melewati Majenang. Saya yang sedang dalam perjalanan pulang dari Purwokerto menyapa beliau yang asik bersepatu roda mbari dikawal oleh tim Inline Skating Yogya Joglos dari belakang. Artinya, beliau tidak sendirian dalam dalam melakukan ekspedisi tekadnya ke Jakarta. Saya mengetahui perjalanan Mbah Pri lewat Koran dan media sosial saat masih di Purwokerto.

Saya pun memacu lebih cepat motor saya agar segera sampai rumah karena waktu sudah maghrib dan meninggalkan Mbah Pri yang masih di depan SMK Dipo. Namun, pada saat saya hendak shalat maghrib di Mushola sebelah rumah, ternyata Mbah Pri sudah duduk sudah shalat sunnah di shaf paling depan.

Usai shalat saya pun menghampiri beliau.

"Masih kuat, Mbah" tanya saya basa basi semacam sudah kenal lama.

"Insya Allah. Masih kuat mas" jawab Mbah Pri sambil mengelus jenggot panjangnya.

Kami pun melanjutkan obrolan di teras rumah. Apalagi, beliau akan melanjutkan perjalanannya usai shalat isya'. Saya pun diceritakan maksud dan tujuan beliau bersepatu roda ke Jakarta. Baginya, orang jalan kaki, bersepeda, bermotor sudah terbiasa menuju Jakarta untuk merayakan sesuatu dan ingin menyampaikan sesuatu.

Perkenalannya dengan sepatu roda diawali pada tahun 2008 atau setelah beliau pensiun dari PT KAI. Baginya, bersepatu roda memiliki keunikan tersendiri, terlebih pada saat pertama kali belajar. Oleh sebab itu, untuk memahirkan bersepatu roda beliau begitu mudah ditemui di sudut Kota Jogja terlebih pada saat car free day. Maka, perjalanan ke Jakarta yang kurang lebih 600 KM yang beliau lakukan menjadi tidak terasa karena sudah menjadi hobi, keinginan, dan tekad.

"Intinya, saya melakukan ini agar spirit cinta tanah air terus digelorakan. Dan aspirasi rakyat harus benar-benar didengar oleh pemimpin. Saya saja yang sudah tua ini masih kuat melakukan sesuatu, masa anak muda kayak Mas ini tidak bisa melakukan apa-apa untuk negerinya" ucap Mbah Pri dengan santai, meski sebenarnya menusuk bathin saya. Tapi, bagaimana pun apa yang disampaikan Mbah Pri ada benarnya.

Obrolan kami makin hangat, tidak terkecuali anak saya Luna ikut nimbrung dan minta digendong sama Mbah Pri. Beliau berharap suatu saat nanti bisa mengelilingi Indonesia--tentunya dengan bersepatu roda. Apalagi, dalam perjalanannya ke Jakarta ini juga turut anggota komunitas sepatu roda dari Jombang.

"Saya juga pengurus Muhammadiyah lho, Mas. Saya di Pimpinan Ranting Muhammadiyah Ambar Ketawang Timur" imbuh Mbah Pri jelang adzan isya.

"Saya juga berharap anak-anak muda Muhammadiyah ikut dalam berbagai komunitas. Entah, itu komunitas hobi, profesi atau apalah itu. Intinya, kontribusi terhadap masyarakat, bukan? Apapun dan seberapa pun bentuknya" pungkas Mbah Pri yang semakin membuat saya semakin menunduk terhadap nasihat-nasihat beliau.

Dari Mbah Pri saya belajar tentang spirit, tekad, dan pentingnya kesadaran untuk bisa berbagi. Entah, apa dan bagaimana pun bentuknya. Sebab kontribusi dan berbagi hakikatnya adalah tindakan, kemanfaatan, dan keikhlasan. Hal yang tidak kalah penting meski beliau pengurus ormas besar, tapi beliau mampu diterima dalam berbagai komunitas yang tidak lazim di usia beliau yang lebih dari setengah abad.

Usai shalat isya, Mbah Pri melanjutkan perjalanannya ke Jakarta beserta 5 orang relawan yang mendampinginya. Semoga sampai tujuan, sehat, dan selalu menginspirasi Mbah.


0 comments: