Semenjak saya ditunjuk untuk
menjadi dosen pengampu matakuliah Aplikasi Komputer Pendidikan Prodi Pendidikan
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto setahun lalu. Awalnya, saya
agak kaget. Sebab, matakuliah saya tersebut ‘bukan’ bidang dan spealisasi yang
selama ini saya geluti, meskipun homebase mengajar saya berada satu
Fakultas dengan prodi tersebut. Saat
itu, saya hanya memahaminya sebagai tantangan dan tugas baru yang musti saya
hadapi. Apalagi, saya masih kekurangan SKS untuk kebutuhan beban kinerja dosen.
Namun, lambat laun saya berusaha menyesuaikan diri—dengan membaca silabus dari
dosen pengampu yang sebelumnya. Selain itu, saya juga mencoba mempelajari modul
dan silabus dari prodi dan kampus lain yang memiliki matakuliah ini.
Saya pun mencoba mengelaborasi
beberapa pertemuan dengan hal-hal yang dekat kehidupan para mahasiswa—atau
kehidupan anak muda saat ini. Salah satunya dengan mendorong mahasiswa yang
saya ampu agar memiliki beragam media sosial seperti: Blog, Facebook, Twitter,
Instagram dan lainnya. Hal ini bertujuan agar kelak jika mereka sudah menjadi
guru dapat mengontrol para peserta didik tidak hanya saat berada di sekolah,
melainkan juga melalui media sosial—yang kini juga begitu akrab dengan
kehidupan para pelajar. Barangkali, dengan cara seperti ini dapat membantu
menghindarkan para peserta didik dari dampak negatif media sosial. Selain itu,
media sosial dapat dijadikan media interaksi antara guru dengan murid, baik
untuk kebutuhan belajar mengajar, konseling, sharing dan seterusnya. Setidaknya,
hal tersebut juga tidak kalah penting diluar dari materi perkuliahan.
Pada semester lalu. Bersama
dengan mahasiswa tersebut, kami meluncurkan buku ‘Menggugat Tuan Presiden’ yang
merupakan kumpulan surat terhadap Presiden Jokowi. Bagi saya, buku tersebut
cukup menarik, sebab dengan begitu, mereka lebih jujur dalam menyampaikan
aspirasi dan pandangan terhadap persoalan dunia pendidikan yang tidak jarang menghadirkan
tradisi traumatik, baik kepada para siswa, namun juga pada pendidik. Pada akhir
semester ini, ternyata tidak hanya menghadirkan bentuk buku—yang sedang dalam
proses editing, sehingga judul bukunya masih dirahasiakan. Namun, para
mahasiswa cenderung kreatif dalam menghadirkan karya yang lebih tertata. Saya
menyebutnya sebagai look step habbit.
Inilah hasil karya mereka.
Menonton film pendek ini, saya
cukup bangga terhadap teman-teman mahasiswa yang cukup berani dan kreatif dalam
membuat film pendek ini—yang tidak saja memberikan pesan moral, kebiasaan,
harapan dan kreativitas itu sendiri. Apalagi, mereka tidak ada matakuliah khusus
tentang perfilman. Rasanya, sebenarnya ada banyak kreativitas yang bisa
dieksplor lebih jauh dari kelas ini. Sekalipun, memang masih ada kekurangan
yang belum maksimal disana. Namun, apapun alasannya, merasa berkewajiban
memberika apresiasi yang baik. Tidak saja, hanya sekadar pujian belaka, namun juga
dengan nilai maksimal secara akademik.
Saya sangat berharap. Kedepan,
mereka terus mengeksplor kreativitas mereka dalam banyak hal yang mampu
memberikan banyak manfaat terhadap kampus dan masyarakat secara umum. Apapun
itu bentuknya. Sekali lagi, saya memiliki kewajiban untuk mengapresiasi hasil
karya mereka. Sebab, bisa jadi berbagai bentuk kreativitas mereka miliki justru
mereka dapatkan diluar tatap formal perkuliahan. Pesan moral yang saya pahami
dalam film pendek ini. Bahwa masa depan
itu semacam apa yang kita pikirkan, dikerjakan dan didoakan saat ini.
Terima kasih teman-teman. Saya cukup
bangga, pernah menjadi bagian dari bentuk dan proses kreativitas kalian..
0 comments:
Posting Komentar