Jodohmu adalah ia yang mampu
berdamai dengan masa lalumu
Tidak sedikit dari kita yang
berangggapan bahwa jodoh itu harus ditunggu, meski kita tidak tahu sampai kapan
ia harus menunggu. Bahkan kadang-kadang kita beranggapan bahwa jodoh itu harus sesuai
dengan apa yang pikir dan ia rencanakan. Ya! baragkali, karena setiap orang
memiliki kriteria dan keinginannya sendiri untuk dapat memahami siapa yang menjadi
jodohnya—sekalipun berujung pada pengandaian dan melupakan siapa yang memberi
dan menetapkan jodoh yang sebenarnya.
Kita selalu berharap dengan
keidealan—bahwa jodoh kita harus seperti ini dan seperti itu, sehingga
menyebabkan pada bentuk pengaguman. Hal itulah yang kadang menyebabkan kita
bukan malah berfokus pada usaha mencari, mendekati dan mendoai. Melainkan kita
malah justru berkelana dengan fantasi semu alam pikiran kita sendiri.
Barangkali, tindakan hal itulah yang menyebabkan diri kita terasa sulit
menerima masa lalu pasangan—jodoh kita. Hanya karena tidak sesuai dengan
fantasi semu kita tadi.
Setiap orang—termasuk diri kita.
Pasti memilki masa lalu yang pasti tidak sama satu sama lain. Maka, menjadi
diri yang bisa dan mampu berdamai dengan masa lalu pasangan kita adalah
tindakan yang tidak mudah. Karena kita akan dihadapkan pada ketidakidealan,
perbedaan, ketidaksukaan—atau bahkan ketidaktipean. Orang yang bisa menerima
dan berdamai dengan pasangannya sama halnya dengan mendorong kebaikan diri—dan
pasangannya pada masa yang akan datang. Berdamai dengan masa lalu adalah
tindakan keberanian—bahwa masa lalu sesuatu yang harus dikubur, lebih-lebih hal
itu merupakan hal buruk yang tidak perlu ditanya, diingat dan dibangunkan
kembali. Jadi, tidak ada salahnya menjadi diri yang lebih damai—termasuk dengan
masa lalu.
Jodohmu adalah ia yang mampu
berani melangkah bersamamu
Kadang-kadang kita menghabiskan
banyak waktu untuk berdiskusi panjang tentang: apa itu pacaran, apa itu
ta’aruf. Bahkan tidak jarang kita menyempatkan waktu mengikuti talkshow tentang
diskursus keduanya. Ataupula kita ikut meramaikan percakapan di media sosial
tentang keduanya... kita sibuk dengan persoalan kontroversi yang entah kapan
berakhirnya itu.
Sebenarnya, mudah saja. Segeralah
menikah. Ya! menikah. Sebab dengan menikah kita tidak akan fokus pada
kedua kontroversi itu—terkecuali kita hendak menjadi motivator, konsultan—atau
bahkan hater diantara keduanya itu. Ah! Melelahkan sekali bukan.
Keberanian untuk menikah sama
halnya mengajak pasangan kita untuk
berdiri, melangkah dan berjalan bersama. Dengan menikah kita akan menemukan
magnum opus apa atas apa yang kita cari dalam hidup. Sekalipun, pada dalam
proses menjalani pernikahan kita juga akan dihadapkan pada kedua hal yang
kontroversial tadi—yang sebenarnya merupakan sarana dan ruang untuk saling
mengenal, mehamami dan menjaga satu sama lain. Maksudnya, semua tergantung pada
niat dan prosesnya, kalau diniatkan dan diperoseskan secara baik, maka tentu
saja hal tersebut tereliminer dengan sendirinya karenakan keyakinan, kemantapan
dan kesregan kita terhadap calon pasangan yang hendak kita.
Keberanian kita adalah melangkah
bersama—untuk segera menikah!
Jodohmu adalah ia yang mampu
saling memotivasi denganmu
Saling mendukung dalam tiap
jenjang dalam biduk pernikahan tentu adalah hal yang paling dinantikan oleh
sebagian besar orang, tidak terkecuali kita sendiri. Pernikahan sebagai bagian
menyatukan dua perasaan, dua keinginan, dua karakter, dua kebiasaan—serta
berbagai perbedaan lainnya. Karena menikah sama saja dengan menerima perbedaan.
Sebab, jika menikah dengan persamaan itu sama halnya dengan menikahi gagasan
dan keinginan kita sendiri.
Keluarga sakinah—bisa dimulai
dengan penyatuan visi berkeluarga. Yang tentu saja, kesemuanya itu hanya bisa
dimulai dengan saling mendukung, memotivasi dan sakinah bersama. Itu saja!
Foto : Illoydstravel.com
0 comments:
Posting Komentar