Sahabatku, Fina
Gunawati.
Hari ini 28
November 2014. Adalah hari paling membahagiakan sejarah hidupmu. Ihwal dimana
kamu tidak akan lagi sendiri menjalani hidup seperti biasanya. Mulai hari ini,
akan ada sosok Irawan Saputra. Yang tidak hanya akan hadir dan menemanimu melintasi
waktu hari-hari kedepan. Tapi, juga sosok yang akan memimpinmu membawa biduk kehidupan
rumah tangga—sebagai pasangan suami istri yang bahagia dan membahagiakan.
Hidup membina
rumah tangga. Seperti yang sedang aku jalani saat ini. Dan yang akan kamu
jalani semenjak hari ini. Ibarat sebuah perahu yang akan menyeberangi samudera
luas. Kita hanya perlu membawa barang (muatan) yang memang kita butuhkan. Tidak perlu banyak.
Cukup sesuai kebutuhan kita. Yang perlu kita bawa adalah sebanyak-banyaknya
harapan dan doa. Dan sebanyak-banyaknya yang perlu kita tinggalkan adalah masa
lalu—yang hanya akan membuat perahu kelebihan muatan. Sehingga menyebabkan retak,
bocor dan tenggelam di dasar lautan problem rumah tangga—yang sekali seumur
hidup itu.
Hanya saja, apakah masa lalu semuanya harus ditinggalkan atau tidak. Itu tergantung pada diri kita masing-masing. Apalagi, jika berkaca pada persahabatan kita sendiri—juga tidak bisa lepas dengan masa lalu. Ya! perkenalan kita sejak tahun 2006. Dan yang hingga kini belum bisa bertemu fisik itu. Tak lain merupakan produk masa lalu—untuk bisa mengingat dan merekam pikiran kita: bagaimana perkenalan awal via Frienster itu dimulai. Sampai akhirnya, kita pun saling memperkenalkan pasangan kita masing-masing. Agar tidak perlu ada silang pendapat dan perasaan—atas keanehan persahabatan virtual kita yang sudah berlangsung selama delapan tahun ini. Kita patut bersyukur, pasangan kita: sama-sama memahami persahabatan kita. Dan mereka pun menjadi bagian dari persahabatan ini. Sebab kita menyadari bahwa tanpa keterbukaan dan kepercayaan—persahabatan tidak lain hanyalah jabatan tangan yang tidak punya perasaan. Silahkan bawa masa lalu yang bermanfaat itu, sembari ia menemukan jalan pulangnya sendiri…
Hanya saja, apakah masa lalu semuanya harus ditinggalkan atau tidak. Itu tergantung pada diri kita masing-masing. Apalagi, jika berkaca pada persahabatan kita sendiri—juga tidak bisa lepas dengan masa lalu. Ya! perkenalan kita sejak tahun 2006. Dan yang hingga kini belum bisa bertemu fisik itu. Tak lain merupakan produk masa lalu—untuk bisa mengingat dan merekam pikiran kita: bagaimana perkenalan awal via Frienster itu dimulai. Sampai akhirnya, kita pun saling memperkenalkan pasangan kita masing-masing. Agar tidak perlu ada silang pendapat dan perasaan—atas keanehan persahabatan virtual kita yang sudah berlangsung selama delapan tahun ini. Kita patut bersyukur, pasangan kita: sama-sama memahami persahabatan kita. Dan mereka pun menjadi bagian dari persahabatan ini. Sebab kita menyadari bahwa tanpa keterbukaan dan kepercayaan—persahabatan tidak lain hanyalah jabatan tangan yang tidak punya perasaan. Silahkan bawa masa lalu yang bermanfaat itu, sembari ia menemukan jalan pulangnya sendiri…
Barangkali, disinilah
pentingnya persiapan. Yang tentu saja tidak akan sama bagi masing orang. Semua
memiliki kriteria dan kebutuhannya sendiri. Sekalipun bahwa pernikahan bukan
hanya sekadar penyatuan hati, raga dan keluarga. Melainkan penyatuan dua diri:
ego, adat, kebiasaan—yang kemungkinan besar “pasti” tidak akan sama, satu sama
lain. Mari jadikan kehidupan berumah tangga ini sebagai arena untuk bisa saling
memperbaiki diri. Karena, hakikat berumah tangga adalah cara kita menyikapi,
menjalankan dan mensyukuri pemberian Tuhan—sebagai sarana menyempurnakan
setengah ajaran agama.
Selamat menempuh
hidup baru sahabatku: Fina Gunawati dan Irawan Saputra. Semoga kebahagiaan dan
ketentraman senantiasanya memayungi perahu kalian berdua. Hingga sampai pada
dermaga sakinah mawadah warahmah. Barakallah…
Muky dan Putri.
0 comments:
Posting Komentar