Rahim Merah (4)


 Lim, Min, Za dan Ie’

Apa yang paling nampak diri kita sekarang?
mungkin, secara fisik perut kita maju sekian senti
badan yang kian memberat
pipi yang kian menchubby
senyum yang kian menua
Tapi,
masih nampakkah keberanian, pemikiran,
idealisme dan mimpi kita yang dulu itu?
ataukah kita masih tetap ingin semangat bertemu
dalam suasana dan keadaan apapun bentuknya?

aku tidak sedang ingin memberitahu tentang Rahim Merah
sesuatu yang pernah aku bicarakan sebelumnya,
biarlah itu menjadi urusan generasi yang kini
mengganggap dirinya sudah cukup mandiri
dalam berfikir dan bertindak
dan setidaknya kita sudah menitipkan pesan
perpisahan dalam diri “genealogi kaum merah
beberapa waktu lalu,
soal dibaca atau tidak, tidak perlu dipusingkan
sebab kita hanya berusaha berpamitan
secara lebih manusiawi—sebagai bagian dari Rahim Merah

Kini,
setelah kita mulai merambah suasana berbeda
waktu dimana tak ada lagi suguhan
teh, kopi, susu, nasi kucing, krupuk rambak,
serta canda tawa bersama di angkringan jalan kusumanegara
cucuran keringat kuning aksi demontrasi di nol kilometer
atau tentang diskusi hangat
kapitalisme, sosialisme dan tragedi kaum ma’rifat.
semua…
seakan lenyap—sunyi
berganti menjadi tuntutan hidup membosan
akibat rentetan rutinitas.
dan mungkin inilah fase tiap orang akan mengalaminya
entah yang pragmatis atau yang “sok idealis”

dinamika hidup kadang tak punya perasaan
ia merampas, memisahkan, mengubah—dan mengakhiri
tiap pertemuan dan pilihan
yang bisa jadi ada benarnya: katamu Lim
“hidup harus berlanjut dimana pun itu”

Lim, Min, Za dan Ie’,

lima tahun lalu kita selalu bertanya:
“lima tahun kedepan kita menjadi apa?”
dan saat itu pula jawaban kita selalu tentang
profesi yang penuh pilihan,
jawaban yang sudah diutarakan banyak orang.
tapi, Lim punya jawaban unik
“menjadi burjois sholeh”
jawaban janggal yang memekakkan telinga
sentak seketika kita pun sama-sama
meregangkan senyum tanya.

Dan kini,
saat lima tahun itu telah berlalu,
kita masih saja tersenyum seperti biasanya
bukan karena jawaban pertanyaan dulu itu
tapi karena status kita masing-masing:
aku dan Ie’ sudah tak lagi lajang
dan mungkin akan disusul Za pertengahan bulan depan
Ya! perubahan status..
sebab kita sama-sama harus ikhlas
membagi cinta kasih pertemanan kita
dengan amanah kesempurnaan setengah agama
kita tunggu kabar baik perubahan statusmu:
Lim dan Min.

Apapun jawaban dan pilihan kita
tentang lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun
dan seterusnya,
atau entah kita menjadi apa dan siapa
semoga Tuhan mengijbahi semua doa dan pertemanan kita
sebagai bagian tali persaudaraan
sebagai ikatan batin seperjuangan
dan tentunya,
sebagai sebuah pelajaran bagi generasi selanjutnya,
satu generasi kebaikan yang tidak ada putus-putusnya
sebagai teman, sahabat—dan kader
yang lahir dari “Rahim Merah”
tempat dimana kita dilahirkan—bersama..

0 comments: