Puasa, Jerman dan Jokowi


Tiga bulan terakhir ini, kita dihadapkan dengan persoalan yang ada didepan mata dan gejolak jiwa yang mungkin tidak sama satu sama lain. Ada yang bahagia, adapula yang kecewa. Barangkali inilah jalan kehidupan yang patut dijalani—dengan segala macam perniknya: saling merefleksikan diri.

I

Pernah atau tidak pernah terlintas dalam pikiran kita. Apakah puasa Ramadhan kemarin  menjadi ruang bagi kita untuk semakin lebih takwa dari sebelumnya. Atau bahkan masihkan kita akan merindukan bulan ini ditahun berikutnya?

Ah! Kita selalu punya alibinya sendiri untuk itu. Entah, jawaban sebenarnya atau jawaban kepura-puraan. Sebab, nyatanya masih kita masih saja menjadi bagian yang pernah digambarkan “perahu dan dermaga” oleh Farid Essack: bahwa baru beberapa hari setelah Ramadhan berakhir. Ternyata, jalan perahu tidak semulus saat perahu-perahu berada di dermaga. Bahkan celakanya, bagi sejumlah orang, berdiri di dermaga itu sendiri menjadi sedikit membosankan ditengah-tengah jalan. Kita tidak lagi pergi tarawih dan intensitas ritual kita, terkesan hancur semuanya disebabkan beratnya persiapan persiapan hari raya idhul fitri sebagai hari kemenangan. Itulah kenyataan yang harus kita hadapi. Ya! Menjelang sepuluh hari terakhir ini kita semakin disibukkan dengan persiapan lebaran. Entah, itu kebutuhan suguhan atau ritual mudik. Riang masjid berpindah riang jamaah Mall, Pasar dan objek wisata belanja. Kekhusyukan ibadah sepuluh hari istimewa ini dengan ikhlas dinodai dengan hawa nafsu yang terkekang sementara waktu—khusyuk diawal, liar diakhir. Maka, tidak perlu kita terbelalak jika selalu ada inflasi yang selalu hadir: tak hanya pada barang, tapi juga pada jasa.

Lantas, dimana arti puasa: menahanan itu? Akankah kita hanya dapat lapar dan dahaganya saja. Konsistensi, barangkali itulah salah satu jawaban untuk

II

Piala Dunia 2014, dimenangkan Jerman setelah berhasil menumbang Argentina dengan skor tipis 1 : 0. Spanyol tim favorit saya pun pulang lebih awal. Hem!  

III  

Jokowi—sejalan dengan lahirnya puasa Ramadhan. Pilpres tahun 2014 menghadirkan dua pasang kandidat Capres yakni Jokowi-JK dan Prabowo Hatta. Hasil perhitungan versi quick count menjadi Jokowi-JK sebagai pemenang. Sekalipun, hasil yang sesungguhnya dipastikan pasca sidang istbath KPU tanggal 22 yang tetap menjadikan Jokowi-JK sebagai pemenang.

Prabowo-Hatta sebagai rival tunggal pasangan Jokowi-JK pun melakukan gugatan hasil tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Tadi malam MK juga sudah menyampaikan hasil gugatan Pilres  2014 tersebut dengan menolak seluruh gugatan pasangan Prabowo-Hatta. Artinya, keberadaan Jokowi-JK hanya tinggal menunggu pelantikan saja untuk menggantikan Presiden SBY. Kondisi ini, menuntut Prabowo-Hatta menjadi seorang negarawan yang telah berhasil membawa suasana politik negeri menjadi lebih kreatif: khususnya pada saat musim kampanye.

Mari sama-sama belajar menjadi warga negara yang baik—siap dipimpin dan siap memimpin.


0 comments: