aku
masih duduk terdiam
terasing
dalam pertemuan kawan-kawan perjuangan kita
malam
jelang dini hari itu
entahlah,
apa yang
hendak kamu jelaskan sebenarnya
pikiranku:
tetap bergejolak
tentang
apa yang telah kamu putuskan dengan pasanganmu
yang
telah resmi terikat—jadi satu tubuh keluarga.
kamu
tahu,
aku sangat
peduli pada kalian berdua
aku
menghargaimu sebagai orang paling berjasa
terhadap
pengendalian alam liarku
aku juga
sangat menghormati pasanganmu
sebagai—orang
yang sangat aku kagumi
kalian
berdualah prototype
dambaan
keutuhan keluarga banyak orang
yang ada
dibelakang kalian berdua
tidak
terkecuali aku sendiri
sungguh,
aku
tidak tahu dari mana simpang jalan
perceraian
itu harus dimulai atau pula harus diakhiri
apalagi,
semua
itu harus didiskusikan.
Sebab,
yang aku tahu perceraian
perbuatan
yang diperbolehkan Tuhan
meski
sangat Tuhan benci.
Kemudian,
untuk
menerjemahkan “benci” Tuhan itu bagaimana kadarnya.
Mungkin
saja kata benci
tidak
lain untuk memperhalus kata “laknat”
supaya dimengerti
perasaan hambanya oleh Tuhan
Bukan
Tuhan yang tidak mengerti perasaan laknat itu
Tapi,
Dia
ingin kita menyadarinya
bahwa:
kita mengambil keputusan yang sangat besar
dari apa
yang dimarahi-Nya.
lupakan
saja pertanyaanku
“Sejak
kapan kalian memutuskan hal itu?”
yang menyorotkan
seluruh bola mata kawan-kawan kita
jika itu
sudah menjadi pilihan kalian berdua
jalanilah
semua itu sebagai proses takdir yang harus dijalani
meski
kadang tak bisa dipahami banyak orang
tak
terkecuali diri sendiri
secret!
penting
jangan dilupa,
hingga
kapan pun masanya
kalian
tetap menjadi surat prototype yang
tetap dibaca
para
penerus kita dalam rahim merah
rumah dimana kita dibesarkan
hingga kita
kini bisa berwajah warna warni
…
0 comments:
Posting Komentar