Tahun baru selalu menjadi momok yang mengasikkan saban tahun. Diperingati dengan serangkaian acara hiburan, kembang api, refleksi dan catatan resolusi. Semua orang punya sikap dan alasannya sendiri melihat tahun baru. Toh, ini hanya kejadian rekam ulang tahun kemarin—lagi-lagi, ini hanya soal perayaan, Zivara. Bukan apa-apa.
Zivara, bukankah tahun baru itu hal biasa?
Sebagai perayaan, mari kita rayakan dengan cara kita sendiri. Terlelap dengan segala ragam hiburan melelahkan, membakar atau bersorak dengan ledakan kembang api, berbaring dan menepikan angan untuk mengumpulkan semua puzzle sifat dan sikap: yang kemudian bergambar wajah jadi refleksi. Dan ataukah menulis sebanyak mungkin catatan resolusi yang akan jadi obsesi di masa yang akan datang. Semua itu, lagi-lagi sudah kita lakukan tahun-tahun sebelumnya.
… dan apa yang kita hasilkan selama setahun ini? Mari kita jawab sendiri-sendiri.
Jelang hari perayaan tahun baru berbagai media: tidak sedikit yang mengangkat kaledoskop peristiwa yang ada disekitar kita. Entahlah, apakah semua itu untuk mengingatkan kita. Ataukah sekedar cara mencari ratting dari semua cacat laku kita dan mereka dengan alam sosial. Bahkan, harus mengundang paranormal untuk meneropong nasib kedepan—biasanya, semua itu hanya perkiraan, rekaan atau hanya sugesti belaka.
Ah, tahun baru lagi-lagi hanya hal biasa: hanya perayaan. Bukan sesuatu yang istimewa—yang membedakannya hanya jadi hari libur dan harus lebih adil terhadap diri sendiri dan alam sosial kita—sehingga tercipta keadilan dalam dimensi kehidupan. Konon, dalam pandangan seorang agamawan punya pandangan yang beragam. Ibnu Taimiyah (1328) berpandangan keadilan adalah nilai utama dari agama (tauhid). Ibnu Khaldun (1332) tanpa keadilan sebuah negara sangat mustahil untuk berkembang. Sayyid Qutb (1966) keadilan merupakan unsur pokok yang konprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan manusia. Sayyid Maududi (1979) berpandangan kewajiban penting masyarakat Islam menegakkan keadilan baik secara individu maupun sosial untuk bertujuan menghapus semua ketidakadilan di masyarakat, menciptakan keseimbangan dan menjadikan masyarakat mendapatkan hak dan menyelesaikan kewajiban mereka. Baqir al Sadr (1980) keadian merupakan hal terpenting dalam masyarakat muslim, hal tersebut bukan hanya untuk merespon seruan islam terhadap keadilan social, melainkan semua aspek yang menjadi implikasinya. Muhammad Abduh (1905) keadilan lawannya kezaliman. Kezaliman merupakan kejatanan yang paling buruk dalam kerangka nilai-nilai islam. Sedangkan bagi pada pemikir lainnya, Adam Smith (1790) keadilan adalah dimana individu bebas dan mandiri sehingga membawa keserasian ekonomi dan kesejahteraan. Ataukah Karl Marx (1883) kalau keadilan harus terciptanya kesetaraan dan masyarakat tanpa kelas.
Keadilan bisa kita maknai secara sederhana yakni dengan memahami perasaan kehidupan. Barangkali keadilan inilah yang bisa kita petik di tahun baru ini sebagai—hiburan, kembang api, refleksi dan catatan resolusi kita kedepan.
Bukankah malam tahun baru itu hal biasa saja, Zivara?
0 comments:
Posting Komentar