Averoes



Tak ada yang menyenangkan jatuh dengan muka terhujam ke lantai. Pastinya sakit tanpa bisa kira. Apalagi itu dialami anak kecil yang baru berusia sembilan bulan. Anak yang jatuh itu. Keponakan kedua saya—Averoes Rizkia Nurinda Husni (Verin). Kemarin pagi. Ia tak hanya sekali, melainkan dua kali. Uh!

Verin terjatuh, karena ia baru belajar merangkak. Pelajaran ketiga setelah ia menangis dan membalikkan badan. Ya! belajar. Barangkali hampir sama dengan yang dialami Ibnu Sina—barat menyebutnya Averoes. Yang senantiasa belajar dan memahat gagasan. Ada yang suka terhadapnya, namun ada pula yang menghujatnya. Bahkan sebagai pemikir dan filosof, ia sangat disegani orang para pemikir barat. Sekalipun, ia dipaksa mengalah: akibat gagasan al Ghazali. Gagasan yang mayoritas kita jalani selama ini.

Dari keponakan saya—dan Ibnu Sina. Saya belajar mehamami: bahwa segala hal yang dipelajari, tidak perlu merasa takut salah. Bukankah, kadangkala kita merasa takut salah. Hanya karena ada hal yang buat orang lain tidak suka. Tidak nyaman. Atau pula tidak diterima. Belajar memang bukan soal eksistensi, tapi belajar soal pengetahuan. Dan pengetahuan tidak mengenal eksistensi. Ia menjadi dirinya sendiri: sebagai pengetahuan.


Teruslah belajar keponakanku :))

Gambar (Klik)

0 comments: