Alam—Jika suatu hari aku menjadi bagian yang
meruntuhkan mimpi asrimu. “maafkah
tingkahku”, barangkali karena pikiran naïfku sedang membinal. Ku terka
panjangnya kehidupanmu dengan segala nafsu kuasa yang memompa diri. Ku hibahkan
seluruh asset dalam pundak kuasa dunia. Ku rajut propaganda manis bujuk rayu
loyalitas. Ku khinati pula perjanjian dengan penguasa semesta; tidak akan
membuat kerusakan di muka bumi.
Keluarga—Ku lihat ada
banyak harap yang membentang disudut kehidupan yang kita jalani. Kau bidani
seluruh gerak gerik lakuku; yang kadang-kadang melukai dan menambal kembali
lewat permusyawaratan khas anak manusia. Tiap saat, ku lihat kau masih saja
mendoaiku. Berharap besar terhadap masa depanku. Memberikan pundakmu atas
tangis kenakalanku. Dan membesarkanku dengan segala keruh keras usahamu.
Agama—sekarang semakin
memcekam dalam suasana yang kian beku. Mengeras membentuk daratan luas
perdebatan, darah dan ritus-ritus. Ia hadir dalam beragam jubah pembenaran atas
faksi-faksi golongan suci. Tak ingin berkompromi. Sebab sekarang ia hanyalah
ruang; liberal-konservatif, shaleh-atheis, kampanye kebaikan-sembunyi. Masihkah,
aku akan mati dengan membawa ketenangan jiwaku dengan memeluk pesan suci. Bukan
untuk membius surga, tapi untuk kebaikan; sesama manusia.
Link (gambar)
0 comments:
Posting Komentar