15 September 2006
Pertama kali saya mengenal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) lewat pertanyaan kakak tingkat
(senior) dengan pertanyaan sederhana “ngapain
kalian disini, apa bedanya tuhan dengan Allah, IMM nomor berapa, siap
memperjuangkan islam dengan masuk IMM, baca buku berapa dan apa yang bisa kamu
beri”. Pertanyaan yang membingungkan!. Pertanyaan itu seperti sebuah
anyelir yang terus bergerak tanpa menemukan jawaban hingga proses itu mulai
menginjak usia 6 tahun 5 bulan 38 hari.
Layaknya hakikat perjalanan yang selalu menemukan dialektikanya. Ber-IMM
ada yang sekedar cari pengalaman, pengetahuan, batu loncatan, jabatan,
eksistensi, hegemoni, pasangan, relasi, kepentingan, jawaban atas keterjabakan
(karena berasal dari bukan rahim keluaga Muhammadiyah)—juga ada pula yang
menjadikannya sebagai proyek penghidupan. IMM yang bernaung dibawah bayang Ormas
terbesar kedua di negeri ini dengan
ribuan amal usahanya selalu mempunyai magnet tersendiri bagi banyak orang. Dari
pilihan yang beragam itulah yang tak jarang kita jumpai dan kita berada dalam
kelompok yang mana—termasuk saya sendiri.
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, bahwa ber-IMM ibarat
sedang menaiki perahu besar dengan
beragam kepentingan etnis penumpang yang berbeda. Namun, sama-sama memiliki
kepentingan yang sama yakni menjaga kapal untuk tetap mengapung dan tidak
karam. Kalau pun ada yang harus turun ditengah perjalanan, maka turunlah di
dermaga terdekat. Jangan melompat ditengah laut agar tidak perlu menghujad
kematiannya sendiri. Perahu hanya akan berhenti berlayar jika sudah sampai di
tujuan utama; dimana ia diproduksi. Baik ia sebagai perahu ataupun hanya
sekedar kendaraan. Semua punya persepsinya masing-masing dalam memandang hasil
yang tangkap selama perjalanan berlangsung. Dan sejarah akan menulisnya sebagai
perjalanan dialektika structural-emosional imajiner.
Ditengah lautan tak bertepi saya duduk tersandar diatas geladak sambil
menulis surat agar Sang Surya tetap mendapat ruang untuk menyinari pulau Madura.
Tanpa lagi memikirkan liberal, representasi atau bahkan mengabaikan bertuhan. Sambil
merefleksikan setengah abad, Muktamar, waktu penantian, idealisme juga
dialog ikatan. Kadang saya lewat ruang merindukanmu dan merantau. Setidaknya saya masih
mengingat mimpi bertemu Gus Dur dan bisa tetap memberi kado Milad Ikatan.
Semoga kita sama-sama dapat memetik isyarat
atas nasehat Moeslim Abdurrahman “saya melihat, dalam Muhammadiyah telah banyak
orang yang larut untuk beramal shaleh dan menggunakan Muhammadiyah sebagai
media beramal. Tetapi, ada satu hal yang tidak lazim ditemukan di Muhammadiyah
yakni Muhammadiyah sebagai rumah intelektual”
Akhirnya, diujung pengabdian struktural saya dengan Ikatan. Selamat
datang dan berjumpa dalam Pelantikan Pengurus DPD IMM DIY 2012-2014 di
Auditorium Kampus 1 UAD besok Kamis, 24/01/2013 jam 19.00-selesai. Kita tunggu
kehadirannya :)
0 comments:
Posting Komentar