Peta



“Ah! Dasar penghianat”

Wajahnya manisnya menyemburkan luap emosi. Matanya merah seperti ingin memecahkan kacamata minus yang memeluk dihidung mancungnya. Pipinya yang ranum mengalir lembut banjir air mata. Daun pintu kamarnya pun menjadi tumbal; terbanting.

Ia pun juga membanting badannya diatas lautan kapuk. Dalam pikirannnya masih saja menari wajah cowok yang selama ini menjadi teman sekagus kekasihnya. Ia masih saja memarahi dan keputusan yang pernah ia perbuat. Atau bahkan membenci saat-saat dimana mereka masih sering bersenda gurau. Namun, saat ini sudah berakhir; kering pula rasa percayanya.

“apa sih maunya itu orang. Tapi sudahlah biarkan saja apa maunya. Sekarang terserah!”

Baginya, membina hubungan percintaan dengan seorang yang sudah dikenal sebelumnya. Ibarat membawa peta untuk menemukan harta karun. Ada kalanya harus berembuk mulai dari mana untuk melakukan perjalanan, menganalisis dampak resiko yang paling kecil, menancapkan target capaian—dan juga pembagian hak dan tanggung jawab saat harta itu mereka dapatkan. Harta karun tersebut tak lain kebahagiaan mereka lewat komitmen berumah tangga.

Dulu, mereka saling berteman akrab juga begitu romantis sebagai sepasang sejoli. Barulah belakangan setelah mereka sudah berada di kampus yang berbeda, ada perbedaan sikap dari kekasih dambaannya itu. Ulah kekasihnya itu semakin menjadi-jadi manakala ada seorang adik tingkat yang menaruh “damba”atas prestasi dan kekuatan sikapnya. Berlalunya waktu hal tersebut bukan hanya sekedar damba, melainkan pembangunan konstitusi komitmen lain dengan perempuan baru itu—ia mengikhianati.

Terserah! Suasana pun berirama lagu Glen Fredly.

Perempuan malang yang dikhianati itu, lambat laun mengambil sikap tegas, bahwa ia harus segera meminta cerai atas komitmen dan perasaan cinta yang selama ini simpan dengan baik. Komitmen berhubungan bukan hanya soal kabar keseharian melainkan juga kabar tentang masa depan, impian—juga tujuan yang hendak dicapai. Ia sudah tak punya harapan apa-apa lagi terhadap kekasihnya. Sebab pagi tadi segalanya sudah pupus terbuang cuma-cuma.

: sebuah alamat

Nay yang baik. Saya mengerti apa yang kamu rasakan sebab saya juga pernah mengalaminya. Kita sama-sama pernah berada dalam kubangan yang sama. Maka, ketika kamu menanyakan; bagaimana cara melupakan orang yang telah menghianati. Saya tidak mampu memberi banyak penjelasan ataupun memberi gayung untuk menguras rasa benci atas penghianatan itu.  

Jatuh cinta memang tidak bisa kita intervensi ataupun kita tolak kedatanganya. Cinta akan hadir semaunya sendiri. Kapan dan dimana pun. Sebab itu, ketika kita sedang jatuh cinta bukan pertanyaan apa dan mengapa, melainkan bagaimana. Bagaimana cinta kita mencintai? Itulah yang kemudian mengantarkan kita tentang jawaban apa dan mengapa tadi. Kahlil Gibran menganggap bahwa bagaimana cinta itu bisa hadir kalau tidak bisa menghadirkan Tuhan, alam dan kemanusiaan.

Ya! jatuh cinta bukan hanya terjadi pada sebuah pasangan. Pasangan hanya elemen terkecil dari cinta itu sendiri. Cinta itu adalah bagaimana Adam mendampingi Hawa sampai ke bumi, cinta adalah bagaimana Ibrahim melaksanakan perintah suci menyembelih Ismail, cinta adalah bagaimana Muhammad mendidik penerusnya untuk taat pada Tuhan karena tak ada lagi ada Nabu setelah dia, cinta adalah bagaimana perasaan Habibi kepada Ainun untuk menjadi manunggal. Jadi, cinta itu adalah proses kehidupan. Ia hidup untuk menjaga kesimbangan alam.

Bisakah kita bayangkan seandainya dunia ini tidak ada cinta. huru hara, kekacauan dan perang akan menyala dimana-mana.

Nay, tak perlu kita merasa menyesal dan marah karena telah jatuh cinta. Cinta itu tidak pernah menghianati. Hanyalah laku yang kadang begitu lacur untuk meneteskan racun khianat pada lautan cinta. Anggap saja yang kita alami selama ini sebagai bentuk peringatan agar tidak mengulangi atau bahkan terjebak pada jurang racun khianat itu kembali.

Kelak pada saat kita menemukan peta untuk mengarungi perjalanan. Bawalah bekal pengalaman ini baik-baik. Taruhlah ia di kantong kemeja. Jika ada godaan untuk dikhianati atau bahkan mengkianati cinta. Bukalah bekal itu pelan-pelan. Dekatkan ia ke ulu hati kemudian berfikirlah sampai menemukan kunci peta—bukan seperti ini cinta dihidupkan.

—Hanya ini yang bisa saya jawab Nay “bukan” Mirdad

Link (gambar)

0 comments: