Waktu Penantian


Cukup lama kita tak ngangkring depan di PDM selain pertemuan bermaterai itu. Tempat yang sampai saat ini masih belum saja berubah ; seram tak mengenyangkan. Atau mungkin kita sudah tidak menunggui kuburan pada dini hari. Dan bertanya “kamu nomor berapa”. Saat kita menyudahi apa yang kita lakukan selama 6 tahun belakangan ini. Meski 3 diantara kita sudah pergi dulu. Tinggal 3 bertiga yang menjadi patung structural ini. Barangkali, ada benarnya juga apa yang kita diskusikan dahulu; bahwa perubahan tidak bisa secara instans. Semua butuh waktu. waktu memilih kita untuk senantiasa berfikir dan bekerja. Walaupun apa yang kita pikirkan dan kita kerjakan lagi-lagi berbeda. Dan saat ini kita berada dalam posisi yang sama. Semua berakhir pada hari kemarin—hari penantian 12 tahun

Ya! 12 tahun kita harus menunggu kesempatan untuk sejajar dengan yang lain. Sejajar pernah sampai pada pucuk pimpinan. Suka atapun tidak, pucuk pimpinan itu memang proses panjang dalam jenjang perkaderan manapun. Dan kita bersama berhasil mengantarkannya. Barangkali dulu memang ada kesempatan akan tetapi takdir tidak mengijinkan.

Apa yang kita harapkan barangkali seperti Nabi Ibrahim dalam menunggu kehadiran keturunnya. Ya’qub dalam mengharap kesembuhan penyakitnya. Rakyat yang mengharapkan kemerdekaannya—atau bahkan orang orang sakit parah mengharap menjelang ajalnya. Itulah kebahagiaan haru biru atas keberhasilan penantian panjang kita selama 12 tahun itu. Karenanya, aku begitu terharu dengan kemenangan ini; pertama kalinya.

Maka, atas nasihat dan pesan kita bersama sejak kita memutuskan; atas keputusan untuk mengubur jauh-jauh konflik representasi masa lalu. Kita pun sama-sama akan mengambil jarak untuk tidak ikut mencampuri kemenangan ini, apalagi menjadi penumpang gelap atau bahkan para pengemplang kemenangan. Biarlah sejarah menjadi sejarahnya sendiri. Dan kita hanya ingin memberikan yang terbaik sebagai—kader IMM AR. Fakhruddin sampai kapanpun [semoga]

Terima kasih para sahabatku; Halim, Amin, Mirza, Aie dan Udin. Oh ya Leni juga. Perjalanan menjejaki merah belum berakhir meski diruang yang berbeda. Semoga apa yang kita yakini tetap menjadikan kita saling mengingat satu sama lain—sebagai sahabat dan sebagai kader.


0 comments: