Ini kisah pertemuan dengan sahabatku. Saat-saat dimana ia sedang runtuh
perasaannya karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Mungkin ini hal biasa
terjadi. Tetapi sahabatku ini keturunan Arab yang tidak pernah jatuh cinta
ditengah keadaan fisik dan materinya tidak kekurangan. Hemm.. entahlah, barangkali inilah cinta yang tidak selalu berada
dalam ukuran tertentu.
Pertemuan pertama
Diatas daun rumah yang
rindang. Disudut paling kanan ia duduk temenung. Sengaja membiarkan tubuhnya
dirajam mentari pagi. Sesekali ia menatap matahari sambil tersenyum—silau!.
Katannya, ditengah matahari itu ia masih bisa menyaksikan senyuman orang yang
ia cintai; bahkan lubang, ekor, panas, jilatan api abadi itu seakan tidak bisa
ia rasakan sebagai keluh panas. Baginya semua itu adalah bentuk kekuatan.
Pagi hari memang waktu yang
baik untuk berjemur. Hingga bayi yang baru lahir pun disarankan untuk dijemut
untuk menguatkan persendian tulangnya. Barangkali, karena matahari di pagi hari
mengeluarkan kekuatannya; sumbu alam raya. Kekuatan yang tidak hanya menyinari
melainkan sebagai sumber harapan dan kekuatan. Dan apa yang dilakukannya pagi
ini dengan harapan dapat menguatkan cintanya yang sedang bergejolak hebat.
Maka, disinilah hukum orang gila nomor lima Andrea Hirata mulai berlaku pada Abu;
laki-laki berambut kriting keturunan Arab ini.
Jatuh cinta telah mematikan
tiap rol sendi yang tersebar dalam tubuhnya. Kaku, bengung, keras, tanpa rasa
sakit diluar, senyum penuh misteri—mirip orang kena stroke level tiga. Aku
menemaninya duduk di atap rumahnya yang terbuat dari ton ini. Abu sedang jatuh cinta.
Tapi, perasaan cintanya itu
pun langsung memudar. Menjadi rasa geram yang tak bisa dikendalikan. Jika ia
kembali teringat bahwa orang yang ia cintai telah mempunyai pacar. Celakanya,
baiat pacaran orang yang ditaksirnya itu baru terjadi 2 hari lalu. Ia merasa
telah kehilangan kesempatan yang telah ia persiapkan selama berbulan-bulan. Kegeramannya
ia lampiaskan mengerutkan muka dan berteriak lantang—berpolah sama seperti
terkena stroke level tiga lagi, meski bukan lagi karena jatuh cinta melainkan
patah hati
Apa yang telah terjadi yang telah membuat kau tak mengerti
Maaf ku tak sadari yang telah membuat kau ingin pergi
Saat ku tak bicara, berjuta kata yang ku ucapkan
Walau kau tak merasa, cinta yang ada begitu nyata
Lazimnya kebanyakan orang yang
melihat temannya tertimpa musibah. Aku hanya mengejakan kata “sabar” sebagai
pelipur lara. Barangkali, tidak menyelesaikan masalah setidaknya jimat “sabar”
dapat menenangkan hatinya; meski hanya sesat.
Matahari terus menaikkan volume panasnya. Kami masih saja diatap rumah.
“gimana kalo mencari yang lain
aja bro?” saranku
“ah, eceran lho” jawab Abu
dengan nada yang pahit jutek
“maksudnya?”
“cinta itu tidak bisa diecer
bro. Cinta itu soal ketulusan dalam memberi. Cinta ane pada perempuan yang ane
taksir itu bukan eceran yang begitu gampang pindah pada lain hati. Saban malam
bidadari ane itu datang dalam mimpi. Ane udah sreg dengan dia”
“nyatanya, dia gak tahu perasaan
lho, onta!” bantahku kesal. Sulit
sekali merobohkan watak keturunan teman satu ini. Kami memang tidak pernah
membuat sekat dalam persahabatan. Apa yang ingin kami ungkap, kerja dan kami
pikirkan biarkan mengalir begitu saja tanpa ketersinggungan. Persabahatan kami
memang aneh; tapi beginilah keadaannya. Mirip jalan tol.
Pertemuan kedua
Aku tidak mengerti, mengapa Abu
begitu mengidamkan perempuan yang ia taksir. Barangkali, benar bahwa cinta itu
bukan hanya persoalan logika. Sebegitu dalam perasaan orang yang sedang jatuh
cinta dilukai orang orang yang dicintai.
Maka akan tetap saja ada pemafhuman. Ia akan senantiasa menerima semua luka yang
ia rasakan sebagai bentuk perjuangan atas cinta yang ia yakini. Aloha!
Hampir tidak ada teori yang
secara kompleks menjelaskan tentang cinta. Mengingat cinta ditabur oleh tuhan
disembarang tempat ciptaan-Nya. Ia bisa berbentuk apa pun, bisa dirasakan
dengan cita rasa apa pun, dapat dijalani dengan cara apa pun, dirayakan dengan
pesta apa pun, diharapkan dalam waktu apa pun—atau bahkan disyukuri dengan
tulus apa pun. Jadi dimanakan dan kapanpun cinta itu akan hadir dengan
sendirinya tanpa dipaksa apalagi direkayasa.
Ku ingin engkau tahu berartinya dirimu
Ku tak ingin engkau ragu, aku kan bertahan dalam hidupmu
Jika engkau pergi hilang dariku
Meninggalkan mimpi dalam tidurku, bersamamu dan tanpamu
Abu, masih keukeuh mempertahakan cintanya. Meski
perempuan yang ia taksir sudah menjadi milik orang lain. Atau lebih tepat
mengabaikan perasaan dan cintanya yang tidak bisa diecer itu. Khayalannya pun
menyebar kemana-mana. Seandainya ia
menjadi menjadi pacar ane indah kali dunia ini! Makin geli aku mendengar
curhat Abu.
Pertemuan ketiga
Cintanya harus
diapresiasi bagaimana pun bentuknya. Dan keputusan di mencintai barangkali
merupakan bentuk keberanian atas dirinya sendiri. Ketimbang menjadi pengecut
yang tak pernah mau meluapkan apa yang menjadi perasaannya sendiri. Dan saat
ini mampu menjadi dirinya sendiri. Ia sudah bertemu dengan perempuan pujaannya
itu. Abu pun tertolak karena si perempuan sudah mempunyai pasangan. Perasaan
terpendam Abu pun melebur menjadi abu kramat dalam dirinya. Keterjajahan malam-malamnya
karena sering bermimpi dengan perempuan itu harus ia usir jauh, impian-impinan
semu dalam alam pikirannya harus ditepis mengabur. Atau bahkan keakraban pertemuannya
selama ini harus diparkir—inilah hukum percintaan yang tak terbalas; remuk!
“apalagi sih yang kurang dari ane bro. Tampang gak jelek-jelak amat. Harta
ane masih belum kekuras di toko Abah” keluh Abu, mendengarnya aku bukan
terharu melainkan ingin tertawa terpingkal-pingkal.
“itu karena kamu
terlalu lama memendam perasaan dan menikmati sendiri perasaan itu. Kalo kamu
lebih jujur dalam bertindak atas perasaanmu sendiri. Barangkali nasib cintamu
tidak akan seperti ini” ujarku sambil menahan tawa.
“Oya, tak perlu
kamu banggakan kekayaan Abahmu. Sebab itu punya Abahmu. Sebenarnya kamu sama
seperti sama aja. Kere tak punya
apa-apa. Cuma bedanya Abah kamu lebih kaya dan tampangmu lebih cakep. Tapi, toh bukan jaminan bukan?.hahaha” lanjut
perkataanku sambil meledek Abu. Kami pun sama-sama menjadi orang idiot sore itu—masih
diatas atap rumah.
Pertemuan beberapa hari lalu
Saat ini, Abu
sudah menjadi orang lain. Ia sudah banyak berubah. Sejak kami membincang
tentang kisah percintaan yang menyakitkan itu. Tidak pernah ia merasa takut
untuk menjalani hidupnya. [lagi-lagi] cinta baginya adalah saling menguatkan. Dari
kekuatan itulah ia bangkit menjadi seorang yang bijak. Dan tak jarang aku
meminta saran darinya. Ia pun belum lagi membina hubungan dengan orang lain. Meski
perempuan yang diburunya dulu sudah putus dengan pacarnya karena di khianati.
Abu sudah berada
dalam ruang yang tidak mengisi hati dan pikirannya dengan dokstrin “jika engkau”
yang penuh khayalan. Melainkan “jika engkau” yang ingin menjadi seorang yang
sama-sama menjadi nyata. Nyata penuh cinta dan harapan. Nyata penuh perbuatan
dan kemanfaatan. Dan nyata membahagiakan bukan pesakitan.
Aku benar-benar
tidak mengerti bagaimana cara berfikir Onta yang satu ini. Tiap kali aku tanya masalah
percintaannya, ia hanya menjawab “Onta
ini masih belum lelah mengembara bro”.
Alamak! Aku geleng-geleng kepala.
Gambar (disini)
0 comments:
Posting Komentar