Maka, saat matahari makin beranjak tinggi. Membahasahi seluruh
wajahmu. Menutup pori-pori kulitmu. Senyummu pun masih mengembang mirip Bakpao
hangat. Aku masih saja memandangimu dari sudut kamar yang kian lesu; jauh. Masihkah
kita meributkan tentang jarak.
Maka, saat berita masih memberitakan tentang keributan moral negeri. Berita
tentang pembubaran BP Migas oleh keputusan MK yang mencengangkan banyak orang.
Tidak ada yang menyangka; begitu pula denganku. Masihkah kita punya ketahanan energi
kala harga yang kian tinggi. Duh, lagi-lagi
kita akan kembali ribut dengan masalah resiko bisnis, struktur dan subsidi.
Maka, saat tanganmu melingkar dibahuku. Mengajakku tersenyum melihat
kamera foto. Narzis dikit. Adalah alasan untuk mengesahkan bahwa aku kurang
shaleh di depan kamera. Begitu pula dengan teman dibelakang kita kita yang ribut
cari posisi. Masihkah kita memikirkan tentang narzisme terhadap Tuhan bahwa
kita harus makin dalam merinduinya.
Maka, saat negeri kian lesu dengan masalah. Masihkah kita berani melawan
lupa.
Maka, memang bukan sekedar kalimat intervensi. Masihkah kita tegas tetap
kuat dalam bersikap.
Maka, bersikaplah!
Link (gambar)
0 comments:
Posting Komentar