Zalzalah


Tiga bulan lamanya aku tidak bertemu dengan Raka. Rasanya, begitu gatal lidahkku untuk sekedar meledeknya hingga melihat dia marah dengan menaikkan nada suaranya yang keras. Tanda, kalau Raka sedang marah ia melipat wajahnya, mengangkat tinggi-tinggi alis matanya, mengeluarkan seluruh bola matanya. Kemudian ditambah dengan nada suara yang cukup bervolume keras—persis gaya bicara orang pesisir; teriak-teriak. Tapi sudahlah, begitulah khas orang jelek itu.

Belakangan aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk mendalami kehidupan para lansia. Barangkali karena sekarang tugasku sebagai mahasiswa koas. Dari pengalaman yang aku peroleh. Ternyata, sebagian lansia akan kembali pada masa dimana dia seperti anak-anak. Ulahnya, cukup beragam. Tepatnya mereka lebih membutuhkan perhatian dari orang-orang disekitarnya tanpa melihat usia mereka sendiri. Menurut Hurlock (1996 : 439) keradaan lansia dapat dilihat oleh  dua faktor. Pertama, masa tua mereka diterima secara wajar dengan kesadaran yang mendalam. Kedua, mereka yang menyikapi hidupnya dengan menolak masa tua. Tepatnya mereka menolak realitas ketuaan dan hakikat kehidupan yang sebenaranya—akan menua. Dan rata-rata yang aku alami sebagian besar mereka yang berada dalam tingkatan yang kedua.

Suasana seperti inilah yang kemudian berbagai produk kecantikan mengalami perlombaan yang cukup sengit. Mulai anti kriput, anti kerut, anti cekung, anti buletan hitam; bahkan ada operasi silikon—dan segala bentuk obat pengusir tua/lansia. Seakan penyakit tua hanya bisa diselesaikan dengan hanya bedak dan olesan produk. Jika sebenarnya kita berpikir bijak; penyakit tua merupakan kodrat yang tidak bisa ditolak seperti apa yang disampaikan Nabi—semua penyakit ada obatnya. Kecuali penyakit tua.

Ditengah kesibukanku menyelesaikan tugas koasku. Aku masih menyempatkan membawa dan membaca apa yang Raka tulis catatan buku hariannya.

10
Segala kekhawatiran tentang masa depan. Hanyalah lamunanan saat sepi menjadi tamu yang tidak diundang. Dan aku masih punya sedikit nyali untuk mengusir lamunan kemustahilan itu. Aku berada dalam posisi yang sulit. Sesulit kasus korupsi dan konspirasi Bank Century yang hanya diributkan oleh anggota dewan. Tak jelas kapan selesainya.
11
Ah, lagi-lagi aku jatuh cinta pada seseorang. Aku tidak tahu dia mencintaiku atau tidak.
12
Berbulan-bulan aku mengamati kebiasaan, harapan dan impian perempuan yang aku taksir itu. Tapi hal cukup tersekesan darinya, waktu aku memberikan dia kado sebuah novel karya Mashdar Zaenal “Zalzalah Biarkan Cinta Sampai Pada Akhinya” di hari ulang tahunnya. Aku tidak melihat novel itu ditulis oleh siapa. Terkenal atau tidak. Yang jelas aku sangat menyukai judul novel itu. Aku juga sudah membaca; ada puisi aliran surrialisnya pula. Novel itu hanya aku bungkus dengan koran. Bukan dengan kertas kado. Ku beli kado itu dengan hasil keringatku sendiri. Bangga rasanya memberi seseorang yang kita cintai dengan hasil keringat sendiri meski bukan pakai angka tinggi. Mungkin, disinilah orang makin gila digusur cinta. Kalau tidak percara silahkan coba sendiri!
“makasih ya. Nanti aku baca” ucap perempuan mungil itu. Ia pun tersenyum. Dan senyumnya itu yang selalu aku ingat sampai saat ini. Melekat dalam-dalam ditempurung kepalaku; macam ajimat!

Aku berhenti membaca pada halaman ke-12 catatan Raka ini. dan melipat halaman itu. Aku pun menyandarkan tubuhku pada kursi kamar yang sudah mulai lapuk. Pelan-pelan aku mengingat apa yang pernah diceritakan Raka padaku. Waktu tiap kali aku tanya siapa yang menjadi tambatan hatinya. “aku punya risalah cinta yang kurang menyenangkan” begitulah kata yang sering ia ceritakan padaku. Kurang menyenangkan hanya bahasa untuk memperlunak lebel kelam hidup percintaan Raka. Gaya pacarannya dimasa lalu kadang melanggar norma. Dan sekarang dia hanya ingin berpacaran dengan cara yang lebih produktif dan peningkatan sisi religiusitas kedua belah pihak. Tidak sekedar menye-menye. Ku pikir lebay tenan orang yang satu itu.

Sambil tersenyum sendiri. Sentak aku teringat pada para lansia yang selama ini aku temani. Salah diantaranya Pak Muhammad. Dalam sebuah kesempatan beliau bercerita padaku tentang pentingnya hidup untuk peningkatan religiusitas selain hanya untuk peningkatan keimanan. Lebih-lebih bagi mereka yang sudah lansia.

“Ada sebuah penelitian seorang spikolog yang mengungkapkan tentang pentingnya penghayatan keagamaan dan mentalitas usia tua seseorang” ungkapnya

“memangnya gimana Pak” tanyaku pada Pak Muhammad. Aku tidak terlalu paham tentang psikologi sebab yang aku geluti selama ini hanya persoalan medis. Menurut penuturan Pak Muhammad setidaknya ada 5 hal kaitan sisi religus dan mentalitas seseorang. Pertama, lansia yang non religius angka kematiannya dua kali lebih besar daripada orang yang religius. Kedua, lansia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan yang non religius. Ketiga, lansia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi atau masalah hidup lainnya. Keempat, lansia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada non religius. Kelima, lansia yang religius tabah dan tenang dalam menghadapi waktu saat-saat terakhir jelang kematiannya dari pada non religius.

Pak Muhamad tipikal orang sudah tidak lagi ambisius mengejar hal duniawiyah. Karena baginya aktvitas duniawiyah harus diselaraskan dengan peningkatan diri dan spiritualitas-sosialnya. Barangkali, hal inilah yang tidak sedikit digalaukan oleh sebagian para lansia ditengah serbuan produk anti tua.

“apa Raka juga sudah lansia ya?” kataku tanpa aku menyadarinya. Aku tertawa sendiri.

13
Sesungguhnya shalatku, Ibadahku, dan kematian hanyalah milik Tuhan yang menguasai semesta alam. Tuhan ijinkan aku mencintai orang aku cintai tanpa harus membangun dinding pemisah antara keimananku kepadaMu, Tuhan. jalanMu selalu indah pada akhirnya.
14
Suasana politik negeri ini kian lusuh. Para anggota dewan makin sibuk jadi selebritis dilayar televisi. Katanya, Century kasus sistemik. Pidato mereka 6 triliun Negara mengalami kerugian. Semoga bukan mirip ending film India. Polisi datang pakai mobil jeeb bersirine saat kisruh masyarakat sudah terbakar menelan korban. 
Mari kita lihat ending laga sinetron Century ini. Seberapa sistemik dengan rasa cintaku yang meledak-ledak. Macam masak bubur yang mau matang; banyak gelembung-gelembung!
15
Apakah perjalanan ini akan berakhir seperti relasi Hurin, Misas dan Melati dalam cerita novel Zalzalah. Bukankah, setiap orang punya relasi hidupnya sendiri. Hadapilah realitas hidup bukan manja imajinasi liar yang penuh asumsi. Angkat dan minumlah tehmu pagi ini. teguk dalam-dalam. Rasakan sensasi syukur di pagi hari.
Aku pun lelap ditengah kelap-kelip mataku yang tinggal beberapa watt saja. Aku sudah meletakkan buku catatan Raka diatas meja 5 menit yang lalu.

Keesokan harinya. Hariku masih disibukkan dengan rutinitas mengurusi para lansia disalah satu Rumah Sakit di Kota Surabaya. Pak Muhamamd masih saja setia duduk menjemur diri dibawah pohon asem ditengah-tengah komplek RS antara jam 8-9 pagi. Ia selalu menyapaku dengan menawarkan secangkir teh dan 2 buah Koran tiap kali aku menghampirinya. Satu Koran lokal satunya lagi Koran Nasional. Pak Muhammad salah satu pasien lansia yang menjalani rawat inap akibat penyakit yang diidapnya sejak setengah tahun lalu.

Aku memberitahu Pak Muhammad kalau aku akan rotasi koas ke bagian ICU minggu depan. Kami sama-sama minum teh tanpa gula pagi itu. lambat daun pohon asem berjatuhan mirip bunga sakura di jepang di musim semi. Aku merindukan Jogja!

Loh, kok tidak nyambung!



Link gamba (disini)



4 comments:

tanpa huruf kapital mengatakan...

"Ah, lagi-lagi aku jatuh cinta pada seseorang. Aku tidak tahu dia mencintaiku atau tidak."

Pertanyaan yg sering gw alami.
hmmmmmmmmmp....

Anonim mengatakan...

Jangan takut jatuh cinta. Karena cinta butuh ekspresi :)

Unknown mengatakan...

TErharu...

Anonim mengatakan...

:))