Merantau


“Mas, buatin tulisan buat aku dong!”

Pinta Septi waktu menelpon saya tadi pagi. Dia mau pamit hengkang dari Jogja siang ini untuk mengadu nasib masa depannya di pulau besar Kalimantan. Terakhir kali kami bertemu waktu pelantikan pimpinan baru PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta diawal puasa kemarin. Barangkali dengan cara merantau dia dapat menemukan titik baru dalam perjalanan hidupnya.

Saya pun mencoba mencari tema apa yang menarik untuk memenuhi keinginan orang yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri. Meski sebenarnya, kami sudah bersaudara sebagai kader di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Tema yang terlintas dalam pikiran saya; mulai kegalauannya, kekesalannya, heboh tingkah lakunya, protesnya bahkan konfliknya sesama kader hanya karena timbulnya perbedaan pandangan.

Semua tema yang terlintas dalam pikiran nampaknya belum mampu mengabrasikan ide dan tangan saya untuk menari diatas keyboard. Gaya, macam penulis hebat aja. Ha!. Sampai akhirnya, saya pun memutuskan untuk membuang semua tema-tema diatas. Dan mulai membiarkan apa yang akan saya tulis tanpa harus menentukan pakem apa yang hendak saya pakai menulis.

Adik saya septi yang selalu heboh.

Ada anekdot pupuler dikalangan orang Madura tentang merantau. Suatu hari ada seorang laki-laki yang ingin merantau mengadu nasib ke Malaysia. Satu bulan sebelum dia berangkat, dia menyempatkan diri untuk bersilaturrahim kepada seorang Kyai yang sangat ia segani dan ia kagumi. Karena tradisi orang Madura sebelum merantau mengunjungi sanak family dan gurunya. Dia langsung duduk dihadapan sang Kyai dan menyampaikan segala keinginannya yang hendak ia capai di Malaysia; tempat dimana dia akan merantau mencari rejeki masa depannya. Setelah beberapa jam mengobrol, dia pun hendak mau pamit.

“mohon doanya Pak Kyai. Semoga saya bisa cepat dan banyak mendapatkan pekerjaan” pinta si calon Perantau itu.

“saya akan mendoakanmu sampai kamu mendapatkan pekerjaan yang kamu inginkan” jawab sang Kyai. Calon perantau laki-laki itu pun mencium tangan Kyai yang mulai kriput karena dimakan usia. Dan ia pun berangkat ke Malaysia beberapa hari setelah pertemuan itu.

9 bulan berlalu..

Si perantau sejak keberangkatannya belum pernah menitip pesan, surat ataupun telepon untuk memberi kabar kepada sang Kyai. Maka dengan inisiatif sendiri, sang Kyai pun mencari nomor telepon yang dapat dihubungi kepada sanak family si Perantau. Kyai pun menelpon dengan pulsanya yang jelang limit.

“bagaimana kabarmu sudah mendapatkan pekerjaan belum?” tanyanya dalam pembicaraan ketiga; setelah salam dan memberi tahu nama.

“Kabar baik dan sudah dapat kerjaan Kyai. Malahan waktu saya habis buat bekerja” jawab si Perantau

“Syukur Alhamdulillah. Kalau kamu sudah mendapatkan pekerjaan” Kyai mengelus dadanya

“syukur apanya Kyai?” protes si Perantau

“syukur kamu mendapatkan pekerjaan”

“Iya, saya banyak pekerjaan. Tapi tidak pernah digaji sama sekali sejak saya bekerja”

“kok bisa?” Kyai heran

“doa Kyai apa dulu sebelum saya berangkat ke Malaysia” curiga si Perantau atas doa Kyai yang dulu dimintanya. Si Perantau mengalihkan pembicaraan

“mendoakan semoga kamu cepat dan banyak mendapatkan pekerjaan” jawab sang Kyai dengan nada kalem.

Menyadari doa yang diminta pada Kyai sebelum si Perantau berangkat ke Malaysia. Dia pun meminta maaf kepada Kyai karena selama ini disangkanya salah berdoa. Hingga menyebabkan dia (perantau) bekerja terlunta-lunta tanpa gaji sedikit pun. Padahal sebenarnya yang terjadi si perantau “salah” meminta doa pada sang Kyai; “cepat dan banyak mendapatkan pekerjaan”.

Aneknot ini—mengajarkan pada kita untuk selalu meluruskan niat atas doa yang kita panjatkan. Niat bukan hanya ada dalam ruang semu ucapan melainkan juga harus mengalir dalam ruang spiritual bersama tindakan. Maka, disaat doa yang kita panjatkan tidak seutuh dengan apa yang kita harapkan. Barangkali, ada yang salah dengan niat doa kita sendiri. Dan mari kita laraskan niat dengan doa dan tindakan kita :)

Septi tak lagi galau; semoga!

Saya—bersama teman-teman yang lain juga manusia rantau meninggalkan kampung halaman. Dan harapan kami pun juga sama dengan harapan yang hendak kamu raih. Meski kita berlainan target. Masih ingatkah kamu tentang “surat waktu” pada koloni kalian; Sosis Gank!. Atau bahkan kegalauan Supporter Dan Audiens yang pernah diceritakan para sahabatmu. Setidaknya dari sanalah kegalauan, rasa kesal, heboh tingkah laku, protes atau konflik sesama kadermu mulai mencair. Membangan kejadian unik yang ada dibalik perkiraan. Tapi, sudahlah anggaplah semua kejadian masa lalu itu sebagai bentuk pelajaran terbesar bagimu—dan kita semuanya.

Maafkan juga atas sikap saya yang keterlaluan yang menyebabkan kamu dan Sosis Gank! yang merasa terjebak; LID, DAM dan LIM—katamu, terjebak pada jalan yang benar. Semoga persahabatan kalian di KOMIK (Adit, Rila, Fifin, Muji, Husnu, Janan, Farhan, Jenal, Agung dan lainya) juga/atau semua kader di PC IMM AR. Fakhruddin tetap terjaga tanpa waktu yang berseri. Dan tetaplah kita bangga atas identitas pencarian yang selama ini kita selami. Meski dianggap sebelah mata sebagai Muallaf Muhammadiyah. Karena kita semuanya merupakan kekasih—saudara.


Tak pernah ku sangka ini terjadi
Kisah cinta yang suci ini
Kau tinggalkan begitu saja
Sekian lama kita berdua
Tak ku sangka cepat berlalu
Tuk mencari kesombongan diri
Lepas segala yang pernah kau ucapkan
Kau tinggalkan daku
Pergilan kasih kejarlah keinginanmu
Selagi masih ada waktu
Jangan hiraukan diriku
Aku rela berpisah demi untuk dirimu
Semoga tercapai segala keinginanmu
Barangkali, lagu ini terlalu lebay mengiringi merantaumu. Atau bahkan tidak nyambung sama sekali dengan maksud tulisan ini. Tapi, kegalauanmu yang gampang kumat—lewat lagu ini; setidaknya kamu masih bisa mengingat kita para saudaramu. Dimana pun kamu berada.

Semoga sukses selalu menyertai kita semua. Ingat! Jangan salah niat dalam atau memohon doa.:) 


Link lagu (disini)
Link gambar (disini)

0 comments: