Ruang; Abdul Muthalib Tadore

Perjalanannya masih lama Bang. Perahu ini aman, tenang saja.

Ucap laki-laki yang memakai jaket IMM duduk disebelah kiriku. Sedari tadi ia begitu fasih membakar batang rokok yang ada lengan saku jaketnya. Gulungan ombak membentur dinding gladak kapal. Laju kapal kadang-kadang sedikit oleng. Lambat laun dermaga kapal seperti potongan roti. Aku lihat tidak ada rasa takut pada laki-laki jaket IMM itu. Meski kami berada diatap geladak kapal penyeberangan—isi kepala dan perutku mirip gempa 8 SR.

Ya! Perahu itu melaju dengan kecepatan kurang lebih 80 KM/jam. Aku intip air alut perlahan mulai nakal menengok dinding batas kapal. Tambah kencang rasanya gempa dalam diriku. Tapi aku percaya dengan titah “aman, tenang saja” orang berjaket IMM ini—dialah Abdul Muthalib Tadore (DPD IMM Sulut). Diatas gladak kapal selain aku dan Mas Thalib juga ada beberapa orang;  Budi (DPD IMM Papua), Kahfi (DPD IMM Sumut), Darto (DPD IMM Malut), Abdul (DPD IMM Sulut). Aku berada ditengah-tengah orang yang akrab dengan dunia para pelaut—kapal yang hanya bisa menampung sekitar 30 orang ini membawa kami ke pulau Bunaken. Pulau yang terkenal dengan keindahan bawah lautnya, yang aku kenal pertama kali di buku pelajaran SD.

Perjumpaanku dengan mereka (anak-anak IMM)—termasuk Mas Thalib karena ada Rakornas Organisasi DPP IMM yang kebetulan diselenggarakan di Manado dan Mas Thalib sebagai ketua pelaksananya. Mas Thalib, Arul (Ketua Umum DPD IMM Sulut), Taufan (Sekjen) dan seluruh kader; mengenalkan kami pada 4 B kekhasan Manado; Boulevard, Bunaken, Bubur dan Bibir (cewek cantik) Manado. Ha!

Anggap saja rumah sendiri Bang. Hanya ini yang bisa kami bantu.

Mas Thalib mempersilahkan kami, peserta yang belum pulang pasca acara Rakornas IMM untuk singgah dirumahnya dipinggiran kota Manado. Kami menumpang singgah untuk beberapa hari sebelum pesawat mengangkut kembali ke kota asal. Disana kami dikenalkan pada Ena (istrinya), putri semata wayangnya, dan si Abah yang suka sekali bercerita banyak hal terhadap kami. Kehangatan keluarga benar-benar melimpah di keluarga ini—dan aku menumpang 2 hari.

Kita disini untuk berkoordinasi saja membutuhkan waktu berhari-hari, minim referensi, tokoh dan lainnya. Namun, kita tahu apa yang harus dilakukan—setidaknya untuk membangun militansi dan progresifitas kader; dimulai dengan pola kekeluargaan.

Petikan kata-kata yang sampaikan Abdul Muthalib Tadore waktu kami sedang minum kopi cafĂ© bandara Samratulangi sambil menunggu waktu ceck in pesawat. Pussh!.  Dia kembali fasih dengan gaya rokoknya; meletakkan sikut diatas meja dan kadang-kadang menggosok kening dengan jempol tangan. Meski rokok tetap diapit oleh jari telunjuk dan jari tengah—seakan ada hal yang sedang ia pikirkan dan ia gelisahkan.   Kami sama-sama berharap bisa bertemu dilain waktu untuk sekedar membicarakan tentang beberapa kegelisahan.

Beberapa belan kemudian,

Kami bertemu kembali di kota Medan. Berkumpul dengan beberapa orang yang pernah bertemu di Manado. Pertemuan ini sebenarnya berada dalam ruang politik yang kurang nyaman; sama-sama mempunyai calon untuk diusung menjadi ketua. Namun, tetap saja perbedaan pandangan politik bukan hal yang harus menjadi ruang pemisah persahabatan.
Innalillahi waa Innna Ilahi Rajiun. Telah berpulang ke Rahmatullah Kanda Abdul Muthalib Tadore (DPD IMM Sulut) di RS Siti Maryam pada jam 22.40 WITA. Semoga amal dan ibadahnya diterima Allah. Amien.. Mohon disebarkan.
Aku terkejut waktu menema pesan pendek seorang teman di ponselku kemarin siang. Aku tidak percaya bahwa engkau meninggalkan kami dalam waktu yang cukup. Hingga aku pastikan kepada beberapa teman dan dunia jejaring social bahwa engkau benar-benar pergi untuk selamanya. Sungguh kami benar-benar kehilanganmu, sahabatku; dan kepergianmu di bulan suci Ramadhan merupakan bentuk kemuliaan.

Pertemuan dan perpisahan adalah ritme hidup yang datang silih berganti. Karya sebagai bentuk sejarah dalam perjalanan hidup manusia merupakan sebuah keniscayaan. Dan semoga karya-karyamu menjadi amal jariyyah bagi orang banyak.

Selamat jalan sahabat. Doa kami untukmu; jayalah dan abadi perjuangan!


Dari kanan-kiri : Abdul, Budi, Kahfi, Aku dan Thalib. Diatap gladak kapal perjalanan ke Bunaken.

0 comments: