Filantropi berasal dari bahasa philanthropia
atau dalam bahasa Yunani philo
dan anthropos yang berarti cinta
manusia. Filantropi adalah bentuk kepedulian seseorang atau sekelompok orang
terhadap orang lain berdasarkan kecintaan pada sesama manusia (Hilman, 2010 :
34). Tradisi kepedulian ini sebenarnya sudah lama berjalan ditiap dimensi
kehidupan manusia. Baik bersifat individu maupun diatur secara institusional.
Keberadaan kegiatan filontropi ini sudah berjalan dalam bentuk seperti kegiatan
social, bantuan caritas (baksos), perlindungan atas nama kemanusiaan dan
lainya. Terlepas dari mana ia berasal sebenarnya pelayanan terhadap kemanusian
merupakan hal yang tak bisa ditolak; sebagai bentuk kebaikan.
Kepasrahan dan ketidakberdayaan manusia atas kekalahannya dalam
lingkaran perebutan kompetisi global mengakibatkan jurang kemiskinan semakin
tampak terang benderang. Fenomina ini ditandai dengan berlombanya frustasi
hidup yang menyentuh sebagian besar masyarakat lewat maraknya bunuh diri karena
himpitan ekonomi, meracun anggota keluarga akibat beban hidup yang tak
tertanggungkan dan berbagai bentuk lainnya. Biasanya, pada saat seperti inilah
keberadaan agama menjadi ruang luapan emosi luar biasa. Frederick Nietzche
mengistilahkan fenomina ini sebagai bentuk “kematian
tuhan” dimana agama menjadi tempat orang yang kalah dalam pertarungan
memperebutkan keberuntungan kehidupan modern. Pada titik inilah kemudian peran
agama membangkitkan kesadaran naïf yang selama ini masih menjadi rujukan
orang-orang yang dianggap kalah tersebut. Pemahaman dan penyadaran bahwa agama
sejak awal sudah menyediakan banyak ruang yang lebih jelas dalam menjawab
problematika yang dihadapi.
Aktivitas filantropi dalam islam sudah lama berjalan, bahkan sejak
agama ini didirikan yakni dengan adanya keharusan Zakat, Infaq dan Sedekah
(ZIS). Kekuatan ini seperti menjadi ilham bahwa seorang muslim bertanggung
jawab terhadap muslim yang lain—termasuk dalam konteks kemanusiaan tanpa harus
memandang suku, budaya dan agamanya. Dan kegiatan filantropi modern di
indonesia sudah diawali oleh beberapa organisasi keagamaan yang dipelopori oleh
Muhammadiyah dengan mendirikan panti asuhan, rumah sakit, lembaga pendidikan,
lembaga kemanusiaan dan lainnya. Dalam konteks potensi dana filantropi Asian
Development Bank (ADB) memperkirakan Indonesia mempunyai potensi mencapai 100
triliun per/tahunnya. Barangkali, anggapan ini tidak berlebihan mengingat
penduduk Indonesia mayoritas beragama islam.
Indonesia kedepan mempunyai banyak kesempatan dalam menampilkan islam
(ala) keindonesiaan. Islam yang transformatif untuk sedikit menjawab
permasalahan global. Pertama,
fenomina Timur Tengah (timteng). Saat ini, beberapa Negara di timur tengah
sedang mengalami pergolakan politik yang cukup panas. Di mulai dari penumbangan
rezim berkuasa oleh rakyat di Tunisia, Mesir, Libya dan barangkali akan
menyusul suriah dan beberapa negara arab lainnya. Dalam konteks ini, Negara
timteng tersebut akan mengarak diri pada wilayah sistem demokrasi. Dan
Indonesia sudah mengalami juga menjalani perjalanan demokrasi dan islam selama
14 tahun (setelah reformasi 1998). Timteng akan banyak belajar terhadap
Indonesia bagaimana menggandengkan demokrasi dengan islam tanpa harus
meliberalkan diri meski secara sosio-kultural antara timteng dengan islam jauh
sangat berbeda. Timteng secara kesukuan lebih kuat dan mendominasi sedangkan
Indonesia lebih akomodatif terhadap persoalaan kesukuan.
Kedua, bangkitnya populisme di amerika latin
khususnya populisme ekonomi. Populisme ekonomi menurut filsafat politik
biasanya menentang kaum elit istimewa. Mengabulkan keinginan rakyat tanpa
banyak memperdulikan hak individu untuk pentas ekonomi tentang bagaimana
ditingkatkan atau dipertahankan (Greenspan, 2007 : 342). Populisme ekonomi bisa
dilihat dengan rajinnya Venezuela dalam menasionalisasi perusahaan tambang dan
minyak termasuk yang dikuasai asing. Bolivia dan Kuba juga demikian. Maka,
secara tidak langsung akan menggusur dominasi Amerika Serikat dengan rezim
kapitalismenya dari Amerika Latin.
Ketiga, bangkitnya Asia Timur. Kehadiran China
dan India sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang berpengaruh di dunia
perlahan namun pasti mendapat banyak sorotan dari seluruh belahan dunia bahkan
saat ini sekutu Amerika Serikat di Asia; Jepang dan Korea selatan tak mampu
membendung kekuatan dari keduanya. Dapat dipastikan beberapa puluh tahun
kedepan kiblat ekonomi dunia akan berpaling dari AS dengan sistem kapitalismenya
kepada China yang sosialisme. Secara sistem kenegaraan, sebenarnya China
menganut konsep Sosialisme-Komunis; menjalankan pola kenegaraanya dengan
sentralistik, Namun, ternyata dalam ekonomi lebih kapitalis dari sang raja; AS.
Indonesia sebagai Negara muslim terbesar di dunia dan berbagai
pengaruhnya. Juga harus mengambil peranan penting untuk mewujudkan perdamaian
di muka bumi. Topangan lembaga filantropi sebagai bagian penciptaan
pemberdayaan dalam masyarakat juga mempunyai modal organisasi kemasyarakatan
yang sudah cukup mapan seperti Muhammadiyah sudah berusia 100 tahun, NU sudah
berumur 85 tahun dan berbagai organisasi kemasyarakat lainnya akan memperkuat
kekuatan masyarakat sipil. Proses pemberdayaan ini tidak bisa dilakukan oleh
hanya Ormas melainkan juga harus dilakukan oleh negara. Sehingga kedaulatan
bangsa ini bisa terwujud dengan sesungguhnya. Wallahu A’lam.
*) Tulisan ini dimuat di Buletin Mata Hati
LAZISMU Yogyakarta 27/7/2012
Gambar klik (disini)
0 comments:
Posting Komentar