Merindukanmu


“Aku mencintaimu. Jadi terimalah cintaku ini, Tum”

Teriak laki-laki tambun itu sambil membawa bunga liar. Bunga yang aku berikan beberapa menit lalu. Wajahnya pun masih penuh sejuta harap. Seakan ada perasaan yang dalam hitungan detik kedepan akan meledak semuanya; tidak tertahankan lagi.

Perempuan yang dicintainya pun hanya tersenyum heran penuh tanya; bercampur diantara malu dan haru biru. Ia masih berdiri tanpa memberikan ekspresi apa-apa. Meski orang yang sekelilingnya bersorak “terima, terima, terima..”. seorang diantara si perempuan mengambilkan bunga yang dibawa oleh laki-laki tambun itu; dan diberikan kepada si perempuan—inilah risalah manifesto cinta seorang aktivis; si lelaki sebut saja namanya “Ndut” yang menjabat bagian perkaderan. Dan si perempuan sebut “Ketum” yang menjabat sebagai Ketua Umum.

Cerita ini merupakan kisah nyata yang terjadi dipertengahan 2008. Kisah nyata tentang perasaan yang tidak bisa lagi dinikmati sendirian; harus diungkapkan. Si ketum hanya, memandangi si Ndut yang berdiri papa ditengah gerombolan orang yang sedang menunggu berjalannya simulasi aksi demonstrasi. Suasana pun tiba-tiba menjadi lokasi konser—semuanya bernyanyi lagu d’masiv.


saat aku tertawa diatas semua
saat aku menangisi kesedihanku
 
aku ingin engkau selalu ada
aku ingin engkau aku kenang
 
 selama aku masih bisa bernafas
masih sanggup berjalan ku kan slalu memujamu
meski ku tak sanggup lagi engkau ada dimana
dengarkan aku kumerindukanmu
 
 saat aku mencoba merubah segalanya
saat aku meratapi kekalahanku
 
aku ingin engkau selalu ada
aku ingin engkau aku kenang
Kami mengulangi beberapa kali lagu diatas agar si Ketum bisa memberikan jawaban atas pernyataan perasan cinta si Ndut. Setidaknya, hal ini bisa menjadi support atas perasan dan kesabaran si Ndut dalam memendam perasaannya sendiri selama 2 tahun belakangan.  Namun, si Ketum hanya melempar senyum tanpa memberikan jawaban apa-apa.

aku akan menunggu jawabanmu Tum, sampai kapan pun” Teriak si Ndut yang tidak bisa lagi menahan kesabaran atas jawaban perasannya. Ia pun memperagakan bagaimana cinta itu harus disampaikan di muka umum. Menjelaskan seluk beluk bagaimana perasan bergejolak hebat ditengah pertentangan bathin dan rasa malu. Bukankah perasaan cinta yang sangat menyakitkan adalah cinta yang tidak diungkapkan dan diekspresikan. Cinta yang bergejolak dalam diri hanya bisa diekspresikan oleh ruang-ruang yang ada disekitarnya; dan Ndut memilih mendeklarasi perasaan cintanya di muka umum—diantara kami para sahabatnya. Mirip reality show yang cukup populer pada waktu SMA. Sungguh!

Malam-malamku, aku habiskan hanya untuk merindukanmu, kum” imbuh si Ndut lagi. Ia nampak yakin bahwa cinta tidak salah sasaran. Sentak aku pun teringat pada puisi si Ndut “engkau bidadariku” yang pernah ia kirimkan untuk buletin BEM yang pernah aku pimpin.
...tidak seperti engkau bidadariku/kau dilihat wajahmu yang cantik nan jelita/senyummu yang berseri-seri/kulitmu yang mulus tanpa nohta hitam sedikitpun/membuatku jatuh hati padamu/sampai aku meneteskan air mata/kapan aku mendapat kesempurnaan itu/yang sangat aku idamkan setiap saat,/setiap waktu....
Kami—para audiens pun mulai mengintervensi keadaan agar si Ketum memberikan jawaban. Dan lagi-lagi ia hanya tersenyum bercampur malu. Sedangkan wajah si Ndut muram pucat pasi. Tidak lama kemudian dari belakang pun bergemuruh raungan..
Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan
Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan
Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan
Hiruk pikuk luapan perasan cinta pun berubah klise menjadi luapan heroisme aksi demonstrasi. Tidak ada lagi suasana menye-menye.  Si Ndut belum mendapatkan jawaban perasaan cintanya dari Ketum. Karena tugas kami semuanya mengatur barisan, membuat berbagai formasi aksi demontrasi, pukul-pukulan dengan tongkat yang dibuat dari koran, semprotan watercanon yang mirip peluru; dibuat dari bungkusan plastik (mirip kolak pada saat ramadhan)—akhirnya, kita kembali pada suasana organisasi.

—sampai detik ini, kami para sahabatnya tidak ada yang tahu apa jawaban Ketum atas perasan cinta si Ndut. Dan yang kami ambil sebagai pelajaran; cinta membutuhkan ungkapan dan ekspresi.




Klip klik (disini)
Gambar klik (disini)

0 comments: