#Dunia Anak


Kami lahir dari Rahim suci keturunan hawa. Juga mendemontrasikan tangis pertama kali di negeri yang kaya raya. Dibesarkan ditengah kekuatan asa yang tidak berkesudahan. Hidup kami beragam; ada yang suka shopping, menonton film, main games, liburan keluar negeri, sekolah bertaraf internasional. Tapi ada pula diantara kami; mengamen, mengemis, bekerja jadi buruh, makelar, pemalak—dan kadang-kadang ada pula yang mencopet.
  
Kehidupan kami begitu akrab dengan tiga hal; kekerasan, kemiskinan dan rokok.

Kekerasan—terhadap kami seakan menjadi keakraban di tiap berita diberbagai media ; korban trafficking, pelacuran, korban eksploitasi, dibuang di tong sampah dan lainnya. Menurut sejumlah data ada 6.5 juta anak yang mengalami kekerasan. Apakah karena kami anak-anak sehingga dengan seenaknya harus diperlakukan oleh mereka yang mengatakan sudah (de)wasa. Apakah pertanda kedewasaan harus ditandai dengan cara kekerasan. Andai kami bisa mengutuk; kami akan kutuk menjadi “katak” mereka yang melakukan kekerasan kepada kami.

Kemiskinan—terkadang kami dipukuli dan diseret ke mobil truk polisi hanya kerena kami dianggap mengganggu keindahan kota; hak kami digusur atas nama plakat adipura. Kemiskinan yang membuat kami bekerja. Menjadi babu atas tuan yang serakah dan pemerintahan yang hanya mencari celah proyek dinas. Nasib kami seperti selogan kampanye disetiap Pilkada dan Pilpres yang terpampang di baligo pinggir jalan. Bahkan menjadi tayangan rasa iba berseri di televis tiap bulan puasa; padahal tiap hari kami berpuasa. Seorang kakak menggambarkan nasib kami—Wiji Tukul namanya.
di ujung sana ada pabrik roti
kami beli yang remah-remah
karena murah
 di ujung sana ada tempat
penyembelihan sapi
dan kami kebagian bau
kotoran air selokan dan tai
diujung sana ada perusahaan
daging abon
setiap pagi kami beli kuahnya
dimasak campur sayur
Rokok—ditengah makin tuanya bisnis rokok, selalu punya banyak akal untuk mengelabui dunia kami; penampilan cool, sponsorhip kegiatan pensi, beasiswa, voleenter kegiatan, bakti social dan lainnya. Apalagi tujuan utamanya kalau bukan untuk menciptakan penerus perokok untuk akumolasi modal. Padahal kehidupan kami kadang-kadang di dalam rumah seperti kisah seorang teman ini (Andai, Tak Ada Asap Rokok). Atau bahkan seperti video dibawah ini :



Kami punya hak untuk dilindungi sebagai generasi bangsa ini. Dan pemerintah juga orang dewasa berkewajiban untuk memberikan kehidupan yang sehat bagi diri—dan masa depan kami. Kami tidak membenci para perokok karena kami sadar bahwa kami ini hanya korban; dari persekongkolan yang saling terikat ini.

Di Hari Anak Nasional kali ini, harapan kami cukup sederhana; 3 rantai yang menjerat kami (kekerasan, kemiskinan dan rokok) segera menemukan penyelesaian ketimbang mengedepankan citra politik  yang tidak berkesudahan. Agar kami bangga menjadi generasi cerdas dan sehat—Kami Anak Indoensia!


Selamat Hari Anak Nasional: selamat merefleksikan diri.

Gambar klik (disini)

0 comments: