Kata mereka tuhan buta.
Mereka cetak tuhan dalam pikiran
mereka; dalam berbagai versi. Disimpan jauh-jauh di alam pikiran. Jauh lebih
dalam didasar dinding pikiran dan cakup hingga tuhan tidak mampu merasuk
kedalam kalbu dan perbuatan. Kalau perlu, tidak perlu diingat—karena ber[t]uhan
hanya kesepakatan. Dan ibadah hanya ketakutan akan sangsi dan cacian social.
Ah, kamu liberal.
Otakmu cetakan barat. Pikiranmu
produk sekuler. Gagasanmu liberal. Kitab suci, kamu tafsir acak sesuka hatimu—berdasarkan
proyek agenda titipan. Curiga!
Kamu, konservatif.
Semua harus diserahkan pada
kondisi masyarakat era sabahat dan nabi. Tak perlu buat tafsir liberal yang
sekuler. Semua sudah ada dalam mazhab dan
mushaf. Kehidupan modern hanya produk
yang tidak mau menjalankan syariat. Kami pasukan
surga!
Dua kutub liberal-konservatif,
hingga pagi ini bertengkar hebat. Liberal menganggap diri kontekstual dengan
jaman, konservatif lebih paling benar berdasarkan acuan syariat. Tafsir atas kitab dan risalah menjadi biang pertengkaran—amboi!
Agama itu candu!
Karl Marx datang disela-sela
perbincangan. “tesisku benar, agama itu
candu. Kalian hanya sibuk bertengkar dan menganggap diri paling benar. Tafsir tunggal
atas kebenaran tafsir yang terlembagakan menyebabkan kalian lupa atas esensi
kebenaran itu sendiri. Kitab suci kalian; dibajak kebenarannya, dikorup
penggandaannya, dibuang nilai luhurnya, dicampakkan keberadaannya. Dan keyakinan
hanya dinilai dari kepatuhan bukan dengan perbuatan, peribadatan bukan dengan kepedulian,
keshalehan bukan keberpihakan—hanya ritus-ritus simbol. Agama hanya sekedar
penenang dan candu bagi kalian yang kalah dalam pertarungan kejamnya kenyataan social”.
Marx terlanjur dianggap orang tidak beragama; dan tidak perlu didengar
tesisnya. Kafir!—kata mereka.
Pagi ini—tersiar berita tentang korupsi
kitab suci. tuhan kita tercecer dimana?.
0 comments:
Posting Komentar