Langit membisu,
Barisan awan enggan mengumpal
menjadi satu. Angin pun lirih tak mampu membawa kabut keatas langit. Meski hanya
sekedar kesombongan belaka. Kepada langit, awan pun memprotes seorang diri untuk
melahirkan barisan pelangi. Tumbal atas keinginan diri—hujan pun turun. Tanpa
petir!
Pelangi tiba-tiba jatuh; warnanya pun hancur berserakan
Pelangi jatuh diatas dinding atap
yang congkak menantang jalan. Di kamar nomor 14. Dua sejoli memadu cinta. Mempertemukan
rindu yang meluap berbulan-bulan. Menggenggam dosa dalam kegirangan yang tak
terjelaskan; dosa termanis—katanya!
Maka bukan salah setan atas
dosa-dosa anak manusia itu. Haruskah dia
(setan) menjadi biang keladi atas kesalahan manusia. Barangkali tidak adil menumpahkan
setumpuk dosa atas pihak lain—termasuk setan. Sedang disisi lain, dia menikmati
kenikmatan sesaat; dosa termanis.
Amboi,
Pelangi pun kabur; pergi tanpa
sayup-sayup curiga. Apalagi permisi—sebab yang tertinggal hanyalah Hotel Pelangi
berkelas melati yang murah; semurah rindu cumbuannya.
2 comments:
saya bangga dgn dirimu tetapi sama sekali tak bangga dengan arti dari kisah tulisan diatas,!!!!
saya berharap itu (yang katamu dosa termanis) adalah dosa termanis yang terakhir dalam hidupmu yang pernah dirimu lakukan,,
Posting Komentar