BBM|Gorengan

Rencana kenaikan BBM jelas cukup memukul kami sebagai rakyat miskin. Sekarang harga-harga kebutuhan pokok di pasar lambat laun mengalami kenaikan. Misalnya harga cabe, tepung, tempe dan beberapa kebutuhan pokok lainnya. Padahal BBM-nya belum naik mas.
Laki-laki perempat baya itu terus memutarkan tangannya untuk mengaduk adonan gorengan. Tepung terigu dihadapannya pun sudah tergulung menjadi kumpulan adonan yang terdiri dari beberapa bahan campuran—bumbu, gula, loncang, tape, toge, jagung, wortel dan beberapa bahan lainnya. Ia pun memisahkan mana yang adonan untuk gorengan tempe, tahu, tape, pisang goring juga ubi sehingga terbagi kedalam beberapa wadah. Tangannya seakan sudah lihai bersentuhan dengan teknik membuat adonan yang satu ini. Tampaknya, membuat adonan gorengan taks eribet membuat adonan kue—begitulah pendapat pengamat amatir.

Ia pun menjelaskan bahwa kenaikan harga kebutuhan pokok sebenarnya sudah mulai beranjak setelah pemerintah mengumumkan akan ada kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Padahal sebelumnya ia sudah terpukul atas kenaikan yang terjadi pada hari natal dan lebaran. Saat harga sudah naik biasanya untuk kembali pada harga semula tidaklah begitu cepat. Seakant iap kenaikan harga selalu diiringi dengan dampak spikologis dimasing-masing pedagang. Dengan kata lain dampak psikologis ini bisa ditandai dengan menghilangnya kebutuhan pokok dalam waktu sesaat. Dan dari sinilah logika untuk stock gudang itu mulai berjalan.
Sebagai bagian orang yang menggantungkan hidup digerobak kaki lima. Saya dan teman yang lain harus banyak mensiasati agar pendapatan kami tidak turun secara mendadak. Ada beban tanggungan kontrakan rumah dan susu anak yang harus dibayar tiap bulan disamping kebutuhan pokok. Barangkali omset jualan 300.000-425.000 tiap hari. Paling tidak saya hanya mendapatkan keuntungan bersih antara 80.000-150.000. Teman saya bahkan hanya mampu mencapai 30.000 tiap harinya. Secara hitungan nominal sih, Alhamdulillah saya masih lumayan. Tapi kalau kenaikan barang kebutuhan pokok tak bisa kami hindari.
Ia pun melanjutkan bahwa saat ini di pasar sudah banyak produk impor. Misalnya, wortel yang berasal dari China mulus dan tak gampang busuk. Hal ini, berbeda dengan wortel produk local yang hanya bisa bertahan dalam hitungan hari. Serbuan produk impor sepertinya tak bisa dihindari mengingat produk impor jauh lebih murah.
Kalau pemerintah ingin memberi kami BLT lagi. Untuk yang kedua kalinya, saya akan menolak. Apa sih yang ada dalam pikiran pemerintah itu? Mengajarkan rakyat bermental miskin. Miris saya mas menyaksikan antrean orang miskin di kantor Pos kalau sedang ada pembagian BLT bahkan tak jarang ada yang sampai pingsan. Apa iya, pemerintah ingin membantu? Padahal setelah BLT itu selesai harga-harga masih belum saja turun. Saya tidak mengerti hitung-hitungan pemerintah tapi yang kami ketahui rasa-rasanya pemerintah seperti berbohong pada rakyatnya sendiri.
Laki-laki itu pun lebih jauh menceritakan mengenai BLT yang diberikan pemerintah dalam kenaikan BBM 4 tahun lalu. Tetangganya berbondong-bondong menjadi orang miskin padahal secara pendapatan mereka jauh lebih mapan ketimbang dirinya. “ada orang bagi duit kok gak mau” begitulah sebagian orang mencibirnya. Baginya kebahagiaan bukan selalu soal banyaknya uang. Melihat keluarganya sehat dan ia masih bisa bekerja adalah kebahagiaan yang tak ternilai baginya. Ia pun berharap besar pada pemerintah agar tidak dengan seenaknya mengatasnamakan orang miskin kemudian mengambil kebijakan yang justru memiskinkan orang miskin.

miskin mental jauh lebih berbahaya ketimbang miskin harta, Pak Soleh” kataku sambil tersenyum pada lelaki penjual gorengan di didepanku ini. Perbincangan kami tentang kenaikan BBM dan BLT ini mengingatkanku pada kasus BKM di kampus beberapa tahun silam.

rejeki Gusti Allah tak pernah salah alamat mas” imbuh Pak Solehsambil menyodorkan segelas teh hangat—sehangat perbincangan kami.

Pak Soleh; Pedagang Gorengan

0 comments: