Ramadhan telah usai. Yang ada tinggallah kenangan manisnya iman saat seteguk air menelusuk dicelah-celah tenggorokan dikala berbuka. Dan pastinya yang tiada tara ketika pertemuan kita dengan sang pencipta di akhirat kelak. Kita pun merasa sangat bersyukur setelah sepanjang hari menahan nafsu keserakahan sifat kemanusiawian. Kemudian merevolusi diri dengan nuansa nilai keagamaan sangat kental dibulan yang suci ini.
Dengan berakhirnya bulan Ramadhan bukan merupakan awal juga berakhirnya keberimanan kita kepada Tuhan. Kita kembali disibukkan dengan rutinitas tiada akhir yang hanya akan menjadikan kita sebagai manusia yang rugi tanpa sebuah pembelajaran. Puasa mengajarkan kita banyak hal yang nantinya kita dapat menikmati apa yang yang kita usahakan selama satu bulan, kita diajarkn untuk menahan lapar supaya kita dapat merasakan penderitaan rakyat miskin yang tak bisa makan karena tak mampu membeli beras yang sudah tak terjangkau, kita kita diajarkan untuk menahan hawa nafsu baik lahir maupun bathin agar kita dapat mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah selama ini. Kita yang terlalu disibukkan dengan nafsu keserakahan kita sebagai manusia.
Beberapa waktu yang lalu Saya sangat geram saat melihat famplet yang bertuliskan ‘Pelatihan Shalat khusuk”dengan harus membayar 25.000,iklan SMS REG (shalat, shalawat, Al-Qur’an, Jodoh, Salam dll) yang menjual sesuatu atas nama agama dengan tarif yang amat sangat tidak wajar, maraknya para musisi yang dulunya makai pakaian tidak seronok buat lagu religi. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang diuntungkan dari semua itu? apa yang kita dapatkan dari itu semua? sejauh mana progresifitas hal tersebut terhadap islam? Yang jelas hal itu hanya akan menguntung segelintir pihak saja, seenaknya mengganti firman Tuhan dan membuang do’a demi sebuah segemirincing upah kenistaan. Akhirnya benarlah apa yang telah dikatakan oleh Nietzche sebagai “Kematian Tuhan” dia mengatakan bahwa agama-agama yang ada selama ini tak lebih hanyalah dogma-dogma klasik yang irrasional dan tak relevan dengan kondisi kehidupan ini, dia berangakat dari sebuah kondisi sosial dimana masyarakat berbondong-bondong menghadap Tuhan setelah kalah memperebutkan kenikmatan kehidupan dunia. Agama menjadi pendukung atas legetimasi tersebut kemudian umat diubah menjadi konsumen dan akhirnya semua ditentukan oleh pasar, siapa yang punya banyak modal dialah yang berkuasa. jangan pernah menjadikan islam sebagai rentetan shalat dan untaian doa, tak ada kriteria khusus untuk menilai shalat itu khusyuk atau tidak karena yang mengetahuinya hanyalah Allah dan dia yang mengerjakan shalat. Ali syariati pernah menyatakan bahwa sebuah doa haruslah intensif, sering, terus menerus dan juga harus memilki suasana progresif. Jadi Sebuah harapan jangan sesuatu yang beku, tak mengandung nilai-nilai dan tak ada berarti.
Islam sejak kelahirannya penuh dengan gagasan progresif,ia tak pernah memandang bulan puasa atau tidak gagasan islam sangat melekat dalam hati para pemeluknya karena mereka sadar bahwa islam itu bukan sesuatu yang diragukan, skeptis dan sangat mengagumi kapitalisme sampai pada akar-akarya (baca era jahiliyyah), oleh karena itu berangkat dari kondisi diatas Ayatullah Khomeini pernah mengatakan sehingga pada akhirnya tercetus revolusi iran
Inilah kata-kataku yang terakhir bagi kaum muslimin dan rakyat tertindas diseluruh dunia, kalian tidak boleh duduk berpangku tangan, menunggu diberi anugerah kemerdekaan dan kebebasan oleh orang yang berkuasa dinegeri kalian atau oleh kekuasaan asing. Kalian, wahai rakyat tertindas didunia wahai negeri-negeri muslim, bangunlah! Ambillah hak kalian dengan gigi dan cakar kalian
Beliau sadar betul bahwa islam yang dikehendaki amerika dan para sekutunya sekarang ini khususnya di timur tengah adalah bukan islam yang melawan imperialisme, ketidakadilan dan kezhaliman melainkan islam yang melawan komunisme karena mereka tidak menghendai islam itu berkuasa. Mereka menginginkkan Islam gaya amerika yaitu islam yang hanya diminta fatwa apa saja yang membatalkan wudhu, tapi tidak diminta fatwa menngenai situasi politik, ekonomi, sosial dan finansial umat islam. Sangat ironis sekali kalau kader pergerakan islam dangkal cita-cita, bodoh dan lemah. Hanya disuap dengan jabatan yang notabene jabatan pragmatis mudah sekali roboh, mereka sangat sulit sekali untuk diajak kerja sama dan saling menuduh satu sama lain, pengedepanan ego tak dapat dihindarkan yang kemudian berakhir dengan pertarungan tanpa logika. Agenda pemilu yang sebentar lagi akan kita laksanakan menyeret mereka dalam pusarannya. ada yang sibuk menjadi pemantau, pengurus, penghitung suara bahkan ada yang ikut menjadi kader partai yang culas tanpa ideologi, mereka akan mengabaikan kritik terhadap sistem pemilu yang berlangsung selama ini yang tetap menyengsarakan rakyat, apapun dan siapun yang berkuasa rakyatlah yang harus menjadi tumbal terhadap semua itu.
Kader islam haruslah progresif, berani bersikap dan berkarakter meski berada dalam hembusan ombak di lautan pragmatisme dan naif karenanya, Murtadha Muthahhari pernah berpesan Allah memberikan segala hal kecuali menghinakan diri, seorang mukmin selalu mulia dan lebih tinggi dari gunung, karena gunung dapat digugurkan dengan puting beliung sedangakan jiwa mukmin tak mungkin dihancurkan. Momentum pasca bulan puasa ini menjadi refleksi bersama, sejauh mana keberimanan kita terhadap Allah dan sejauh mana kecintaan kita terhadap islam sehinga dapat menciptakan hamba yang mempunyai keyakinan berkesadaran tanpa seabrek simbol yang hanya akan membekukan keimanan. Kalau kader islam terlebih bagi mereka yang hidup dalam dunia pergerakan tak mampu memahat martabat maka dapat dipastikan akan gampang bersikap culas terhadap segala hal, dengan didukung berbagai dalih dan dalil untuk mengesahkan perbuatannya. Bertemu dan berkumpul dengan serdadu dianggap sebagai langkah taktis, bersekongkol dengan partai politik tanpa ideologi dianggap sebagai langkah sebuah perjuangan, bergabung dengan bank dunia atau korporasi dianggap sebagai strategi dan akhirnya mereka pun harus berpikir dua kali untuk melakukan perubahan, ironis!
0 comments:
Posting Komentar