Gerakan Mahasiswa dan Realitas Sosial

“Prinsip-prinsip fundamental islam bersifat revolusioner, ia adalah revolusi melawan pendewaan manusia, melawan ketidakadilan, melawan prasangka politik, ekonomi, ras dan agama”

(Sayyid Qutb)

Gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang dekat dengan realitas sosial karenanya meski sekarang dapat dikatakan hanya sebuah metos tak jarang mahasiswa mendapat sebutan sebagai agen kontrol dan agen perubahan. Menurut Arbi Sanit ada lima sebab yag menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingg mendorong untuk melakukan perubahan. Pertama, mahasiswa merupakan kelompok yang mempunyai pendidikan terbaik dan pandangan yang luas untuk dapat bergerak diantara semua lapisan masyarakat. Kedua, mahasiswa adalah kelompok yang paling lama mengalami pendidikan sehingga mengalami proses terpanjaang diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik melalui akulturasi sosial budaya. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat dengan kata lain kelompok elit di angkatan muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian menganggkatnya kejenjang karier

Pergerakan mahasiswa sebagai gerakan ekstra parlemanter dimana perubahan ada pada basis massa, sehingga apapun yang dilakukan harus dapat dekat dengan basis massa, dimana dalam hal ini ada dua bentuk sumber daya yang dimiliki mahasiswa dan dijadikan energi pendorong bagi gerakan mereka. Pertama, Ilmu pengetahuan yang diperoleh baik melalui akademis atau melalui kelompok diskusi dan kajian. Kedua, sikap Idealisme yang yang lazim dimiliki oleh mahasiswa. Kedua potensi sumber daya tersebut “digodok” tidak hanya melalui kegiatan akademis kampus, melainkan juga dalam organisasi ektra kampus yang hampir ada disetiap perguruan tinggi

Seiring dengan berjalannya waktu gerakan mahasiswa mengalami kemunduran yang tak dapat dielakkan mulai dari kurangnya agresifitas gerakan sampai minimnya kader. Kehidupan pragmatis serasa lebih nikmat ketimbang memperjuangkan apa yang ia yakini dan keberpihakannya terhadap kaum tertindas. Mundurnya agresifitas dunia pergerakan sekarang ini sebenarnya kurang lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut :

1. Mulai hilangnya ruh gerakan, mundurnya dunia pergerakan sekarang ini tak dapat dipungkiri dan dapat dipastikan bahwa hal ini merupakan implikasi dari proses pendewasaan, akan terasa sangat berbeda antara aktivis pergerakan pada tahun 1966 yang di tandai dengan tumbangnya orde lama, peristiwa 15 January (Malari) tahun 1974 bahkan sampai tumbangnya rezim Soeharto tahun 1998 dimana mereka lebih dominan dengan kultur-kultur yang bersifat progresif, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah kenapa aktivis pergerakan pasca 1998(2000-sekarang) menurut saya seakan berjalan di tempat. Gagasan-gagasan baru seakan menjadi tumpul belum lagi faktor pragmatisme dan apatisme yang memang menjadi musuh utama seakan-akan merongrong eksistensi ideologi yang selama ini kita yakini dan kita pun harus bersifat akomodatif.

2. Dominasi partai politik, faktor ini juga harus dipertimbangkan dimana kaum aktivis pergerakan yang dulunya sangat progresif ternyata harus menghamba ketika ia mulai memasuki panggung dunia kepartaian , pemikiran dan ideologi mereka terpaksa harus dipancung demi eksistensi sebuah partai. Para senior yang dulunya memang hidup dalam dunia pergerakan merongrong dan mengintimidasi para juniornya agar partai yang ia bela dapat mendomplang suara terbanyak dalam prosesi ritual pemilu. Selain itu , keputusan-keputusan yang diambil dalam setiap kebijakan diparlemen yang memang banyak didominasi berbagai kepentingan mulai dari kepentingan individu , parpol, maupun golongan sehingga berakibat pada hambarnya keputusan-keputusan yang diambil. Tak jelas apa dan siapa yang harus diperjuangkan, rakyat hanya dijadikan tumbal dari berbagai kepentingan yang hanya akan menguntungkan segelintir orang maupun kelompok yang bermental sampah. Kekuatan partai politik yang mempunyai banyak kader diparlemen dapat menentukan bagaimana kebijakan ataupun keputusan yang dapat menguntungkan partainya dan akhirnya sikap tidak enak antar kader pun menjadi bahan pertimbangan, bagaimana ia mau memperjuangkan nasib rakyat tertindas kalau toh kepentingan partai lebih didahulukan . seharusnya parpol yang benar-benar mempunyai visi kerakyatan dan komitmen yang kuat terhadap kepentingan rakyat benar-benar dapat mengakomodir segala sesuatu yang memang di butuhkan oleh rakyat. Bersikap peduli dan simpati pada saat kampanye pemilu maupun pilkada dan bersikap antipati ketika sudah menang, memang hal itu sesuatu yang lumrah dinegeri yang kerdil ini. Keputusan yang diambil dalam parlemen seakan hanya merupakan pembuktian bahwa mereka masih peduli terhadap rakyat meski harus penuh dengan kenaifan sehingga terjadi ketidakjelasan fungsi parlemen(DPR) dan pemerintah padahal negeri ini menganut sistem pemerintahan presidensial bukan parlementer. Setiap kebijakan pemerintah sekarang ini selalu kontra dengan anggota dewan yan ada di parlemen. Yachhh....apa boleh buat...segalanya penuh dengan nuansa politik.

3. Faktor kapitalisme, tak dapat dipungkiri bahwa dunia pergerakan sekarang ini memang harus berbenturan dengan kapitalisme global, dimana segala sesuatunya harus diserahkan pada mekanisme pasar , negara tak ada hak sama sekali pasarlah yang menentukan segala sesuatunya, sedangkan dunia pergerakan yang merupakan perwujudan dari sikap isak tangis kaum miskin nan tertindas tak dapat berkutip di saat modal mulai merongrong gerak dan langkah mereka. Akhirnya seleksi alamlah yang berlaku disini kaum intelektual yang memang benar-benar bergerak dan mempunyai ideologi kerakyatan yang begitu kuatlah yang akan tetap bertahan dan tak akan pernah mau berkompromi dengan pemilik modal. Sedangkan mereka yang hanya ikut-ikutan alias hanya jadi ekor dalam dunia pergerakan harus akomodatif terhadap apa-apa yang menjadi syarat kaum pemilik modal dan menjadi benalu bagi mereka yang masih setia terhadap gerakan. Ahmad syafii ma’arif pernah mengatakan bahwa sebenarnya memang kondisi pemerintah sangat kacau dan karena terbelit tekanan hutang yang terlalu besar sehingga tidak menyukai kemampuan untuk mengangkat kepala. Kitapun tau bahwa hutang yang harus ditanggung oleh bangsa ini sekitar 1400 triliun, saya sendiripun juga bingung kalau harus menghitung. Hutang ini juga sebenarnya mampu kita bayar asal memang ada niatan yang kuat dan komitmen yang jelas oleh pemerintah misalnya menasionalisasi aset-aset negara yang sudah di privatisasi , berantas korupsi dll.

Gerakan mahasiswa memang sesuatu yang biasa-biasa saja tapi akan menjadi luar biasa setelah kita berkomitmen menjadikannya sebagai alat peerjuangan untuk membela mereka yang lemah, mereka yang sudah dirampas haknya. Salam Mahasiswa....!

0 comments: