Bukan Orang Tua Sempurna

Mereka bukan pasangan yang romantis. Mereka adalah pasangan yang apa adanya. Nyaris tidak ada yang tidak ditutup-tutupi sebagai pasangan suami-istri. Sebab semua seakan berjalan secara alami–apa adanya sebagaimana pasangan suami di Madura pada umumnya. Memang harus diakui Bapak adalah tipikal seorang suami–sekaligus orang tua yang keras dalam mendidik. Tak pernah ada kompromi untuk hal-hal yang sudah menjadi keputusan dan pilihannya. Makanya, sewaktu kecil saya sering menganggap Bapak sebagai orang tua yang egois. 


Bagi Bapak, seorang laki-laki harus bisa dipegang omongan (perkataan) dan tindakannya. Bila kedua hal itu tidak bisa dipegang atau tidak bisa dipercaya, maka laki-laki akan jatuh harga dirinya di dalam keluarga dan lingkungannya. Barangkali, akibat sikap dan pendirian keras itulah yang menyebabkan Bapak tidak pernah main-main untuk urusan sekolah kepada para anak-anaknya. Makanya, sewaktu kecil barangkali saya anak yang paling sering terkena sapu lidi dari Bapak apabila tidak mau sekolah ataupun tidak mau mengaji.   


Lain Bapak, lain pula dengan Ibu. Apabila Bapak sudah memarahi saya ataupun saudara saya yang lain, ibu selalu bilang “Makanya, dengerin apa yang dibilang sama Bapak”. Artinya, bukannya kami mendapatkan pembelaan, malah mendapatkan bonos marah dari Ibu. 


Berjalannya waktu, ketika saya dan sebagian saudara yang lain telah berkeluarga dan memiliki anak–memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Apa yang telah dilakukan Bapak dan Ibu dulu begitu sangat berat–apabila kelakuan kami selalu aneh-aneh. Saya yang dulu sering memandang Bapak begitu egois, kini menyadari bahwa apabila tanpa adanya sikap dan tindakan Bapak yang keras tersebut, barangkali tidak mungkin ada saya seperti saya sekarang ini–sekalipun belum menjadi Wamen. Ha! Sementara ibu sebagaimana Ibu pada umumnya, beliau selalu menjadi rumah untuk berteduh dan berkeluh kesah. Nasihat jangan lupa mengaji dan salat selalu beliau sampaikan kepada saya dan saudara yang lain. Seakan saya mengajar di Fakultas Agama Islam masih dirasa belum cukup untuk ibu saya. He!


Saya menyadari orang tua saya bukan orang tua sempurna. Tetapi, saya selalu menyadari bahwa mereka berdua adalah orang tua terbaik. Saya dan saudara-saudara lain begitu sangat bersyukur kedua orang tua kami masih sehat wal afiat. Ibu masih selalu konsisten bangun salat malam, mengaji sambil menunggu subuh, dan memasak untuk seluruh anggota keluarga, sekalipun beberapa tahun terakhir beliau lebih sering berpuasa (puasa daud). Begitupula dengan Bapak yang cenderung lebih kalem dan sekarang sudah berhenti merokok. Berhenti merokok! Sesuatu yang sulit terbayangkan sebelumnya. 


Samogeh, teros sehat..




0 comments: