Cinta Terlarang Bibi dan Mandung

Sebagai bagian orang yang tidak punya hobi memelihara binatang, termasuk di antaranya adalah kucing. Tentu saja bagi sebagian orang terbilang aneh, dimana kanan kiri saya, tidak sedikit teman yang memelihara burung, ikan, dara, dan tentu kucing itu sendiri. Sekalipun, dalam hal ini saya mengecualikan sapi, karena sapi dalam masyarakat Madura tidak sekadar hobi, tetapi bagian investasi seperti halnya emas, tabungan, deposito, dan lainnya.


Lazimnya soal tidak menyukai sesuatu, akan selalu tiba masanya apa yang kita sukai akan semakin dekat dengan kita. Anak saya Luna yang sedang berkunjung ke rumah sepupunya beberapa tahun lalu, membawa satu ekor kucing peranakan ke rumah usia beberapa pekan. Kucing itu pun diberi nama Bibi. 


"Kenapa harus kucing sih, Nak..!" bantah saya. Setelah saya pulang akhir pekan seperti biasanya.


"Luucu..." jawaban Luna tanpa salah. Ia memeluk pelan Bibi. 


Setelah kejadian ini. Terasa persoalan hidup saya semakin bertambah. Saya yang memang tidak suka kucing harus dipaksa menyukai kucing. Apalagi, anak, istri, dan mertua semuanya suka kucing. Tidak ada yang bisa saya negosiasikan, sebab kucing telah berada di lingkungan saya berada. Awalnya, saya kepikiran mau bungkus si Bibi ke dalam karung dan saya taruh di pasar, biarlah ia hidup di alam liar pasar. Tetapi, saya urungkan karena pasti ada perang Shinobi kelima dan saya pun pasti dianggap sebagai dalang utamanya. 


Berjalannya waktu. Benih-benih asmara sudah mulai tumbuh dalam diri Bibi. Ia sudah mulai berjalan semelehoi, mengibas-ibaskan buntutnya, hingga meraung-raung minta kawin di malam hari. Seperti ibarat pepatah, pucuk di cinta ulam pun tiba. Maka, hadirlah Mandung, seekor kucing kampung yang suka membuat onar dengan selalu menumpang makan makanan Bibi. 


Mereka berdua pun melakukan hubungan terlarang. Dimana istri saya tidak merestui hubungan mereka berdua, konon akan merusak keturunan bibi yang kucing peranakan. Eh, jangan tanya saya, jawabannya pasti : bodoh amat. Wkwk. Maka, setiap kali Mandung (biasanya, saya panggil Mat Solar) itu bermain, mesti selalu diusir. Intinya, tidak ada restu. Kasihan juga dia. Ha!. Sebagaimana telah banyak diulas dalam film India. Bibi dan Mandung melakukan kawin lari, hingga Bibi tidak pulang selama dua hari. Entah, dimana mereka melakukan proses perkawinan itu yang membuat seisi rumah mencarinya, kecuali saya sendiri. 


Sore menjelang Maghrib. Bibi pulang dalam keadaan lusuh, lelah, dan akan tidak punya semangat. Ia sudah tidak lari-lari lagi. Usut punya usut, ternyata Bibi sedang sakit. Seisi rumah kembali khawatir, sekali lagi kecuali saya. Maka, berkali-kali harus dibelikan vitamin, obat, dan lainnya, sebab di Majenang sepetahuan istri belum ada dokter hewan. Bibi sudah seperti anak sendiri bagi istri saya. Bahkan saya pernah diambekin dan diomelin istri selama dua hari karena menurunkan Bibi dari atas kasur secara kasar. Tidak hanya itu, Bibi  pun dapat jatah bulanan sendiri untuk beli kandang, makan, pasir, vitamin, dan lainnya. 


Ternyata, hasil kawin lari Bibi dengan Mandung melahirkan lima ekor kucing, namun satu ekor mati setelah lahir dua hari. Saya pun harus menjadi pengubur jenazahnya dengan penuh rasa iba. Sialnya lagi, Mandung tidak pernah nongol menjenguk istri dan anak-anaknya, namun berapa pekan sesaat kejadian Bibi melahirkan, Mandung dikabarkan meninggal tertabrak truk depan rumah. Tragis bener.


Jadinya, kami pun seperti punya 7 anak. Luna, Khawla, dan 5 ekor kucing. Saya pun terpaksa beradaptasi untuk menyukai kucing karena rasa iba. Mau gimana lagi. Iba! apalagi beberapa minggu lalu Bibi pun ikut menyusul belahan hatinya si Mandung yang kurang ajar itu. Bibi jatuh dari atap rumah, sekarat, dan meninggal. 


Kini, keempat ekor kucing itu tumbuh besar. Dimana semuanya dipanggil Bibi. Tak ada yang dipanggil Mandung. 🤣




0 komentar: