Glory Hillary

Kekalahan Hillary Clinton dalam proses pemilihan capres Amerika Serikat cukup mengejutkan banyak pihak. Bagaimana tidak, dalam survei yang dilakukan beberapa lembaga survei sebelum proses pemilihan, Hillary selalu diunggulkan dari rivalnya Donald Trump. Ulasan mengenai kelalahan Hillary ini pun menjadi ulasan-ulasan beberapa pengamat politik yang begini dan begitu—yang tentu saja, saya sendiri tidak tahu untuk bisa memahaminya. Karena saya bukan pengamat politik maupun alumni kuliah urusan ilmu politik.

Hal yang anak unik  bagi saya adalah pada saat Hillary berpidato mengenai kekalahannya dalam proses pemilihan presiden kali ini. Ia semacam hendak menenangkan hati para pendukungnya yang tumpah ruah dengan beragam gejolak bathin yang ada dalam dirinya. Yang hingga saat ini masih bergelok melalui aksi demonstrasi atas kemenangan Trump sebagai presiden AS. Pada saat pelaksanaan pidato tersebut, para anggota keluarga—mulai dari suami, anak, dan menantu tegap berdiri untuk memberikan dukungan. Meski, kita tahu bagaimana nakalnya Bill Clinton yang pernah melukai perasaan Hillary—dengan bermain mata bersama Monica Lewinsky. Yah! bagaimana pun setiap manusia memilki masa lalu.

"Kekalahan Hillary dan kemenangan Trump ini akan menjadi masa gelap bagi kita sebagai umat Islam di seluruh dunia. Lebih-lebih pada muslim Amerika" ucap seorang teman yang mengikuti perkembangan pemilihan capres Amerika tersebut. Ia menceritakan kalau Trump merupakan calon presiden paling rasis dalam proses pemilihan presiden di Amerika. Dimana dalamsalah satunya akan membangun tembok raksasa di perbatasan dengan Meksiko, melarang imigram muslim, mengawasi kegiatan muslim Amerika, dan lainnya. Bahkan Lady Gaga menjuluki Tump sebagai tukang bully nomor satu.

"Luar biasa biasa kawan satu ini" ledek saya yang buta soal politik.

"Menurutmu gimana, Cak?"

"Gimana ya bro. Setidaknya, Hillary sudah pernah jadi Ibu Presiden, kan?. Aku sendiri tidak terlalu paham tentang politik. Tuh! jawabannya lihat di medsos saja. Ramai. Hehe". Kami pun sama-sama saling tertawa—semacam sudah tahu bagaimana kehidupan medsos yang masih heroik dengan aksi 411

Kejadian ini memberikan pelajaran bagi kita semua. Bahwa tidak selamanya lembaga survei menjadi rujukan utama dalam setiap proses pemilihan dan sepenuhnya benar—lebih-lebih lembaga survei yang penuh dengan pesanan calon tertentu. Dan warga Amerika masih belum mampu memberikan presiden perempuan semenjak negera itu berdiri. Serta hanya baru mampu memberikan presiden dari keturunan kulit hitam—yang dalam sejarahnya penuh dengan pergolakan. Apapun itu alasannya—Hillary tetaplah wanita kuat dalam menghadapi persoalan pribadi dalam rumah tangganya dan persoalan publik dengan kekalahannya dalam proses pemilihan presiden Amerika tahun kali ini.

Kira-kira ini semacam pesan pemberian harapan palsu oleh penakar cinta yang diwakilkan oleh perasaan-perasaan sesaat. Sehingga, akhirnya menyebabkan menjadi manusia jomblo. 


0 komentar: