Bapak Rumah Tangga

Selama dua hari kemarin saya kembali diberi kesempatan oleh istri saya untuk menjadi bapak rumah tangga. Ya! Bapak rumah tangga. 

Semua bermula saat Mbak yang momong Luna--anak saya, secara tiba-tiba memundurkan diri pada hari Senin kemarin setiba saya dan istri pulang mudik dari Madura. Alasan pemunduran dirinya karena harus fokus menemani anaknya yang akan masuk SD hari senin besok dan suaminya hendak berangkat merantau ke Jakarta. Apalagi, pada saat yang bersamaan Pak Menteri Mendikbud meminta para wali murid mengantarkan anaknya ke sekolah di hari pertama sekolah.

Saya istri pun saling berembug, bila sampai hari kamis--batas akhir cuti kerja istri saya belum menemukan pengganti yang momong Luna--saya diberikan mandat oleh istri saya untuk menjadi bapak rumah tangga mengurus Luna selama istri saya bekerja.

Kamis pun tiba. Kami belum juga menemukan pengganti yang momong Luna. Akhirnya, saya pun ijin kerja selama 2 hari yang sebenarnya saya harus masuk karena mahasiswa di kampus sedang UAS. Tapi, bagaimana pun hal tersebut harus saya lakukan di tengah keadaan kami di hari normal terpisah 91 KM--saya di Purwokerto, sedangkan anak dan istri saya di Majenang.

Agaknya, saya mulai terlatih menjadi Bapak Rumah Tangga, karena kejadian seperti sudah beberapa kali saya lakukan. Mulai menyiapkan makan Luna, mengajak bermain, merayu supaya tidur, memandikan Luna, termasuk membersihkan rumah. Namun, yang sangat membuat saya terharu Luna cukup senang "tanpa rengek" saat saya membawanya shalat jamaah dan jum'at di masjid. Entahlah, semacam saya tidak bisa menggambarkan suasana romantis kami berdua itu.

Hal yang selalu saya rasakan tiap kali menerima mandat menjadi bapak rumah tangga oleh istri saya. Dan bukan hendak lebay--saya semacam mendapatkan quality time bersama anak saya. Hal yang barangkali bisa dinikmati oleh sebagain besar pasangan dan orang tua normal pada umumnya. Itulah sebabnya saya selalu mengatakan kepada istri saya bahwa apa yang sedang kami jalani ini merupakan keluarga upnormal--yang selalu bahagia dan membahagiakan.

Dari apa yang saya kerjakan di rumah bersama Luna--semacam saya mampu merasakan bagaimana beratnya menjadi ibu rumah tangga. Yang selalu dituntut menyediakan dan menghadirkan seluruh kebutuhan domestik rumah tangga. Terlebih, bagi istri saya yang harus memiliki peran ganda--sebagai bankir dan ibu siap siaga untuk Luna. Beruntung dan berbahagialah bila istri kita jika memilih menjadi "pendekar" ibu rumah tangga yang tanpa tanda jasa. Dan mari berhutang budilah bila istri kita menjadi "pejuang" di rumah dan diluar rumah kita. Percayalah, sebenarnya apa yang kita dan istri kita lakukan sama besar mulianya--dalam membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah.

"Gimana rasanya setelah Ayah seharian bareng Luna" tanya istri saya tiap kali menemui saya dan Luna usai pulang kerja.

"Aku semakin mencintaimu" jawab saya sambil mencium kening istri saya.

... Biasanya, Luna memandangi kami lekat-lekat.

0 comments: