Kembali Fetus, Kami dan Tuhan

Tuhan, 

Masih seperti tahun sebelum-sebelumnya. Dari taburan waktu yang telah kami lewati bersama. Kami selalu menitipkan sejuta harap bagi kesempurnaan kami sebagai pasangan suami-istri. Harapan terbesar adalah bagaimana kami bisa diberi amanah generasi penyejuk mata dan penenang jiwa. Seperti yang pernah diharapkan Ibrahim terhadap kehadiran Ismail. 

Barangkali, memang bukan sebuah kebetulan. Masih seperti sebelum-sebelumnya: tentang sebuah harapan besar kami. Kami mendengar kabar hasil medis yang menyatakan bahwa kami akan kembali diamanahi harapan kami tersebut. Menurut perkiraan medisnya: ia akan menyapa dan akan bersama kami—menjadi khalifahmu dalam beberapa waktu bulan kedepan. Kini, ia sudah berusia 3 bulan. Dan kami pun kembali tergopoh-gopoh bagaimana ia bisa sehat, kuat dan selamat dan bermafaat bagi seluruh kebaikan-kebaikan. Sungguh, seakan harapan lewat untaian doa kami, Engkau kabulkan dengan sangat cepat sekali. 

Sekali lagi, semua itu terjadi tidak lain adalah kuasa-Mu, Tuhan. Kami hanya berusaha dan saling memantaskan diri untuk terpenuhinya harapan tersebut.  

Tuhan yang Maha Kuat,

Kami sadar fase ini merupakan fase dimana kami patut untuk jauh berhati-hati. Sebab segala kemungkinan bisa saja terjadi akibat kecerobohan kami sebagai manusia. Dengan segala keperkasaan-Mu, kuatkan bathin dan raga kami—serta kuatkan janin yang ada dalam rahim. Kami tahu, ia telah melewati perjalanan panjang yang melelahkan, untuk bisa melakukan pertemuan abadi—dan menyatu dalam sel telur, untuk kemudian menjadi janin. Yang mana konon dalam sebuah penelitian menyebutkan—seorang pria normal melepaskan 120 juta sel sperma—dan hanya 1 sel sperma yang membuahi sel telur. Barangkali, perjalanan janin yang tengah kami dekap dengan rasa cinta dan kasih sayang ini—adalah kehendakmu, Tuhan. 

Engkau seakan seakan memberi pelajaran dan pesan: bahwa kebahagiaan dan harapan membutuhkan perjalanan panjang, perjuangan dan pengorbanan. 

Sebagai perjalanan panjang, dimana harapan kami tersebut merupakan cobaan yang telah Engkau garis dan tuliskan—maka, jadikan apa yang sedang dan akan kami jalani ini sebagai ruang ibadah, yang semakin mendekatkan diri pada-Mu. Engkau selalu mengerti dan memahami perasaan dan harapan kami—bahwa segala sesuatu pasti ada alasannya, sekalipun kami sering melakukan kesalahan-kesalahan: yang selalu Engkau maafkan. Barangkali, dalam konteks ini kami harus terus belajar memperbesar volume tindakan dan harapan—bahwa Innallaaha maashabirin.

Tuhan yang Maha Pemurah

Sungguh, kini kami akan semakin mengencangkan ikat pinggang. Dan lebih sering menggulung lengan baju—untuk semakin giat berusaha, bekerja dan berdoa. Supaya kami benar-benar pantas menjadi bagian hamba-Mu, yang diamanahi harapan terindah ini. Jika kami masih boleh banyak meminta—ijinkan kami selalu mendampinginya sebagai orang tua dan anak—keluarga: yang bahagia dan membagiakan.

Ditengah suasana kami yang sangat membahagiakan—juga menegangkan ini. Kami titipkan salam sapa kepada harapan besar kami tersebut. Kami tahu, kontak bathin kami selalu menyala satu sama lain—tapi, kami ingin memperkenalkan-Mu sedari dini—sebagai tugas khusus hubungan orang tua, anak dan Tuhannya. Supaya kelak ketika ia memasuki alam dunia. Ia tak lagi kaget dan terheran—bahwa alam dunia ini bagian dari kuasa-Mu, yang berantai sejak alam rahim. 

Tuhan, mohon sampaikan salam sapa kami ini padanya :

“Hai! Kata nyonya medis kamu sudah tiga bulan. Baik-baik ya, jangan merasa takut: kamu dijaga Tuhan Semesta lewat dinding yang kuat. Serta barisan doa-doa. Kami tunggu kehadiranmu di alam dunia”

Tuhan yang Maha Menjaga

Kami titipkan segalanya kepada-Mu...

Majenang-Purwokerto, 26 Februari 2015

0 comments: