Kekasihku,
Tak terasa rasanya—kita telah
melewati perjalanan bersama selama 2 tahun ini. Tak terhitung sudah jutaan
menit kita lewati, dengan jarak ratusan kilometer. Aku disini, kamu disana.
Kita menjalani semua proses ini dengan jarak yang berjauhan. Tapi, pengorbanan
semua jutaan menit yang berlalu itu. Akhirnya, kita pun melabuhkan semua proses
berjauhan ini pada hubungan yang lebih tinggi derajatnya—sebagai pasangan
suami-istri: sebuah keluarga.
Kita
juga tidak merencanakan—bahwa hari pernikahan kita, yang bertepatan tanggal
30/5/2014 ini. Tidak hanya menyatukan hubungan kita menjadi ikatan yang lebih
erat dan kuat—efek mantra “adakah yang lebih penting dari sebuah hubungan
percintaan, selain pernikahan?. Tapi juga menyatukan tanggal lahir kita.
Aku 30 Maret, kamu 5 April—hal itu baru kita sadari setelah kepastian hukum
tanggal dari keluarga besar kita berdua. Sesuatu yang barangkali tidak
direncanakan sebelumnya.
Barangkali, inilah titik
pemberangkatan dan lompatan besar dalam sejarah hubungan—dan perjalanan hidup
kita berdua. Fase pemberangkatan adalah fase dimana menjadi dambaan banyak
orang. Yang tidak hanya sekadar penyatuan dua hati, dua diri, dua keluarga, dua
adat—dan segala hal yang barangkali selama ini disebut “perbedaan”. Sehingga
semua itu, harus dilalui secara sabar dan harapan yang sangat besar dalam
membina dan menjalaninya. Makanya, tidak mengherankan jika Tuhan menentukan
fase pemberangkatan ini sebagai—terpenuhinya kewajiban setengah agama. Sekalipun,
kita sama-sama tidak tahu apa yang kita hadapi. Dan apa saja yang akan terjadi
kedepannya. Percayalah, pada semua doa-doa kita dan doa orang-orang disekeliling
kita: yang senantiasa akan menjadi bekal tulus, untuk kita mengarugi samudera perjalanan
rumah tangga. Maka, seakan menjadi sebuah keharusan, tindakan memendam
rapat-rapat segala keraguan-keraguan tentang masa depan itu—begitu dalam
maknanya.
Sebagai sebuah fase
pemberangkatan. Kita tidak perlu membungkus semua barang yang kita miliki.
Apalagi, membungkus atau membawa masa lalu—yang bisa jadi hanya memberatkan dan
menyusahkan perjalanan. Kita tinggalkan saja berkas-berkas usang masa lalu.
Sebab apa yang hendak kita jalani merupakan masa depan. Kita bungkus dan bawa
saja hal yang menjadi kebutuhan kita berdua. Tidak perlu banyak, ataupun
sedikit—sekali lagi, kita hanya perlu membawa saja hal-hal yang penting dan sesuai
kebutuhan kita berdua.
Sayangku,
Jika aku sudah berucap “qabiltu nikahahaa wa tazwiijahaa bil mahril
madzkuuri haalan”.
Datangilah aku dengan senyum
manis madumu. Tak perlu meneteskan air mata: seperti yang selama ini engkau
risaukan. Tataplah kedua bola mataku dengan tajam. Setidaknya, itu dapat
menguatkan rasa haru yang memberontak dalam bathinmu. Ciumlah, tanganku dengan
hikmat—jadilah pasanganku selamanya dan tetaplah berada disampingku. Jangan
pernah dibelakang ataupun didepan. Tapi, tetaplah disampingku yang bisa membisikkan
miliaran isyarat untuk aku mengumudikan kendaraan pejalanan kita. Aku juga akan
mencium keningmu: yang akan mendekap erat tanggung jawab dan segala mimpimu—dan
mimpi kita. Dan mari kita jalani perjalanan ini dengan penuh doa, harapan dan
tindakan—yang tidak saja kebahagiakan kita berdua, tapi untuk kebahagiaan
semesta raya.
Sayangku,
Kelak, jika kita sudah sama-sama
tua. Kala, uban telah mengelilingi kepala kita. Kala, kebiasaan lupaku menjadi
salah satu perangkat rusak—penyakit pikun. Tetaplah setia tersenyum manis madu.
Dan selalu suguhkan aku secangkir madu air hangat—kebiasaan yang selama ini
kamu lakukan kala kita bertemu. Katamu, secangkir madu air hangat tidak saja
hanya untuk menghangatkan tubuhku yang gampang menggigil. Tapi, penanda bahwa
kehidupan dengan segala macam problematikanya. Selalu ingin menghadirkan
kebahagiaan, keharmonisan, kehangatan, kedamaian dan ketegaran—yang menurutmu
bisa ditemui dalam secangkir madu air hangat: atau lebih tepatnya, madu yang
diseduh dengan air hangat—khasiat untuk obat dari segala penyakit dan
kehidupan. Kecuali, tua dan kematian.
Kita jalani saja, apa yang ada
didepan dengan penuh rasa bangga, kehangatan dan selalu syukur. Agar keberkahan
dan kedamaian selama mengarungi fase perjalanan ini menjadi muara dalam
peningkatan kualitas hidup kita, dia dan mereka. Sebuah dunia yang selalu
menimbulkan senyum madu—manis :))
Sayangku,
Zulaekha Lestari Putri—tetaplah
berada disampingku, selamanya ..
---Undangan--
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Mengharap kehadiran rekan-rekan dan sahabat pada walimatul 'ursy yang akan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei 2014 jam 08.00-selesai (akad nikah dilaksanakan tanggal 30 Mei 2014) di kediaman kami Jl. Abd. Fatah No. 156 RT/RW 04/03 Pahonjean Kecamatan Majenang- Cilacap. Atas kehadiran dan doanya kami haturkan banyak terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
0 comments:
Posting Komentar