Andai, Tak Ada Asap Rokok.



Seperti hari-hari biasanya di pagi hari. Ibu selalu sibuk menyediakan makan pagi untuk kami sekeluarga. Tradisi kami sekeluarga makan pagi dan makan malam secara bersama-sama. Usai makan Bapak selalu mengobrol dengan ibu membicarakan apa saja—kadang-kadang mengobrol dengan kami sekeluarga. Ditengah obrolan Bapak lebih sering merokok; ditengah kami sekeluarga.

gimana dengan hasil ujiannya nduk?” Tanya Ibu dengan panggilan khas jawanya. Bapak mengangkat dahinya, isyarat aku segera memberi jawaban—asap rokok Bapak menyembur ditengah pembicaraan. Pussh!

minggu depan pengumuman hasil UAN-nya Buk. Mohon doanya semoga hasilnya bagus dan lulus” jawabku sambil berjalan ke menuju kamar. Meninggalkan kehangatan khas pembicaraan kedua orang tuaku di ruang keluarga. Sekarang aku masih kelas 3 SMP. Menunggu hasil pengumuman hasil UAN seperti senam jantung untuk sekedar mengetahui “Lulus atau Tidak Lulus”. Sungguh menegangkan berada ditengah ketidakpastian sebuah angka.

Sehari sebelum penerimaan hasil ujian UAN-ku. Ibu masuk rumah sakit, menurut penuturan Dokter, Ibuku terkena penyakit paru-paru akut. Sekarang beliau sedang terbaring lunglai di ruang pasien. Alat bantu pernafasan memeluk hidung dan dilengan kirinya terlilit selang infus. Inilah, pertama kali aku melihat ibuku sakit separah ini. Terlebih aku tak pernah mendengar cerita ibuku terkena penyakit paru-paru, apalagi sampai akut.

Aku dinyatakan lulus dengan peringkat kedua tertinggi nilai UAN di sekolahku. Ibu tidak menemaniku mengambil nilai hasil UAN—hanya kakakku yang pertama. Sedangkan Bapak menemani ibu dirumah sakit.
hebat kan aku buk?” unjuk diriku pada ibuku yang sedang berbaring. Beliau hanya mengedipkan mata, kemudian air matanya pun tumpah menggenangi pipinya yang tidak lagi kencang akibat dimakan usia. Kedipan itu terus bertahan sampai kesekian menit beserta linangan air mata. Barangkali, Ibu sedang bersyukur dan berdoa.

Kurang lebih 2 bulan ibu dirawat di RS, sebelum dokter memberikan ijin untuk dibawa pulang. Perlahan kesehatan ibu lambat laun berangsur baik; meski kadang lemas dengan tiba-tiba. Dan sekarang aku sudah kelas 2 SMA—waktu berjalan cepat.

Kejadian yang tidak aku inginkan ba’da shalat maghrib malam itu, dipertengahan tahun 2004. Kesehatan Ibu menurun secara drastis sehingga sesegera mungkin dibawa ke RS. Di ruang ICU Ibu pun kembali diakrabkan dengan peralatan kesehatan yang beberapa tahun lalu memeluk tubuhnya.

Dan, keesokan harinya..

Ibu menghembuskan nafas terakhir. Beliau pergi meninggalkan kami sekeluarga bersama dengan terbitnya matahari dan iiringan tumpahan air mata. Penyakit paru-paru dan jantung telah merenggut nyawa ibuku—orang mulia di rumah kami telah pegi untuk selamanya.

kenapa ibu saya tidak bisa diselamatkan, dokter? Bukankah, penyakit paru-paru beberapa waktu lalu sudah berangsur membaik. Dan Ibu juga tidak pernah mengalami penyakit jantung” tanyaku pada Dokter yang menangangi ibuku; aku penasaran dengan penyakit ibuku. Meski sedih luar biasa tidak bisa aku bendung.

anggota keluarga ada yang merokok?” jawab Dokter setengah baya itu

iya, Bapak saya. Dokter

asap rokok itu yang menjadi salah satu faktor penyebab penyakit dan meninggalnya Ibu saudara.

Sentak tubuhku roboh mendengar jawaban sang Dokter. Seakan tulang-berulang dalam badanku tak mampu memapah badanku sendiri. Barangkali, kebiasaan merokok bapak ditengah-tengah keluarga selama ini menjadi penyabab musibah ini—tapi, bagaimana mungkin aku menyalahkan bapakku sendiri?

Andai, tidak ada asap rokok. Barangkali, musibah penyebab meninggalnya ibu bisa dihindari. Ibu tidak meninggal-ibu bisa tersenyum-ibu bisa memasak-ibu bisa mengambil raportku-dan ibu... Andai, andai, andai dan andai

Hanya andai tidak bisa menyelamatkan Ibuku dan ibu-ibu yang lain. Kebiasaan merokok tidak bisa diselesaikan dengan hanya andai. Dari kejadian ini, aku berharap semakin berkurang orang yang merokok ditengah-tengah keluarga dan alam sekitarnya—atau bahkan berhenti merokok.

Tulisan ini, terinspirasi dari curhat seorang teman
—fakta, tapi tulisannya saya fiksikan.
semoga makin berkurang perokok aktif
mari sayangi diri, keluarga dan orang-rang sekitar
—tanpa asap rokok. Itu saja!
Gambar ada (disini)

0 comments: