Jumat 20/4/2012
Siang jelang sore langit
Jogjakarta masih saja seperti kemarin; panas—nampaknya neraka sedang bocor. Aku
dan temanku; Ahid sudah nyengir di
lobi Kantor DPRD DIY. Kami ingin menemui salah satu anggota Dewan sebut saja
namanya Pak Sabar. Kami pun duduk di lobi kantor tanpa dosa apalagi berdoa.
Masalah pun timbul. Ternyata kami
sama-sama tidak tahu wajah Pak Sabar. Tepatnya, kami tidak kenal—keberadaan kami
hanya diminta Hendro (ketua kami) untuk menyampaikan program agenda di
organisasi. Aku pun menelpon Pak Sabar yang baru selesai rapat komisi dilantai
atas—kami pun ngiyem untuk menunggu.
Selang beberapa menit kemudian ada
seorang laki-laki menghampiri kami di lobi. Postur badannya cukup subur dari
atas hingga bawah—barangkali inilah efek jadi Anggota Dewan; tak bisa kurus. Disebelahnya
ada seorang laki-laki setengah baya yang menenteng tas cekolat bersama tumpukan
kertas yang dipeluknya—wajahnya cukup capek dan hanya memberikan lafal senyum
dan anggukan kepala. Kadang-kadang kalo sempat sedikit nyengir—dialah kerjaan ajudan. Kami pun duduk di sofa lobi kantor
yang sudah kami duduki sedari 15 menit yang lalu tanpa harus saling berkenalan
satu sama lain. Aku pun menyampaikan tujuan kami terkait program organisasi—lambat
laun detik dan menit jam tidak lagi beraturan. Berantakan secara sempurna—Gila!
tak beraturan.
Obrolan kami pun sangat tidak
nyambung—aku menjawab dengan ala kadarnya. Padahal Hendro dan aku sudah
menelpon Pak Sabar sebelumnya jadi mustahil beliau tidak mengerti maksud dan kedatangan
kami. Apa nih orang amnesia? Pikiranku
pun berontak.
Gak ada proposal yang saya terima?
Mas-nya dari mana?
Butuh apa saja, saya bisa bantu?
Hendro yang mana ya?
Gak ada dia telpon dan janjian dengan saya?
Aku menoleh Ahid yang sedari tadi
tak berkomentar sedikit pun—dia makin takwa dengan HP-nya. Lolongan sang
Anggota Dewan pun begitu sulit dimengerti hingga kami pun mendapati kunci
pembicaraan kami sedari awal.
Mas-nya ingin ketemu siapa ya? Mau ketemu dengan Pak Sabar. Yah! Saya
Hari bukan Sabar
Beliau langsung mlengos meninggalkan kami. Aku dan Ahid pun
menenteng perut ketawa bercampur malu—ternyata, kami bertemu dengan orang yang
salah. Pak Sabar malah dengan akomodatif menemui kami beberapa menit kemudian.
Cong! Jangan pernah ketemu para Anggota Dewan kalau tidak kenal.
Akibatnya, hanya obrolan yang kesana kemari. Tidak jelas. Barangkali inilah
perselingkuhan sempurna ke-soktahu-an
dan pencitraan aspirasi. Ha!
0 comments:
Posting Komentar