(Me)refleksikan Gerakan IMM


Selamat Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ke-48

Tak terasa perjalanan panjang IMM dalam menapaki sejarah sudah menjelang setengah abad. Berbagai pergolakan dialektika kader dan kesangsian akan kelahirannya yang dianggap Farid Fathoni sebagai kecelakaan sejarah lambat laun mulai tergusur dengan adanya pembuktian para kader untuk mengisi ruang sejarah yang masih terbuka. Tiap periode kepemimpinan melahirkan aktor dan sejarahnya sendiri. Belenggu atas kesangsian sejarah nampaknya tak perlu diratapi sebagai bentuk riak-riak yang kemudian menyapu luasnya keinginan bersatu dan berserikat—dalam ikatan. Dan IMM mampu bertahan hingga jelang setengah abad.

Tugas panjang IMM sampai saat masih saja berperang membangun kesadaran kolektif dikalangan kader, masyarakat, bangsa dan persyarikatan. Sebagai kaum yang mempunyai tanggung jawab besar, kaum intelektual (sebut; kader IMM) diharapkan sadar akan atas kondisi dirinya sendiri dan masyarakat yang sesungguhnya. kesadaran yang diharapakan disini adalah kesadaran transformatif yang mampu memberi jawaban terhadap segala permasalahan yang ada. inti dari kesadaran ini tidak berpangkunya seseorang terhadap takdir Tuhan yang memang pada dasarnya dia sendiri pun tidak mengetahui apakah benar-benar takdir ataukah ada sistemyang sengaja menjauhkan dirinya dari realitas kehidupannya. Kesadaran realitas adalah bukti bahwa kesadaran seseorang yang mempunyai kesadaran independen, sumber kesadaran yang ia dapatkan berasal dari sebuah permugulan panjangan dan keyakinan yang mendalam. Ia tak lagi mengangap bahwa segala yang terjadi selama ini bukan hanya atas dasar sebuah cobaan sehingga membuatnya menjadi seseorang yang pasrah dan menganggap sebagai sebuah takdir yang layak dijalani. Barangkali, kaitan kesadaran dengan kepemimpinan intelektual adalah bagaimana sebuah kepemimpinan mampu mengajarkan sikap membawa massa pada tingkat kesadaran transformatif

(Me)refleksikanGerakan IMM

Ditengah-tengah kuatnya basis massanya di setiap Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Perguruan Tinggi Negeri, disetiap perkembangannya yang begitu pesat Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM) tidak begitu populer dan kurang memberikan kontribusi yang nyata terhadap perubahan yang terjadi ditengah masyarakat. IMM tak lagi menjadi agent of social change ditengah peningkatan kadernya dan fokus padaurusan internal kadernya, lebih sibuk dengan persoalan konsolidasinya yang membuat IMM cenderung tidak bisa melepaskan diri untuk mandiri dari Muhammadiyah sehingga pada akhirnya mengabaikan persoalan-persoalan subtansial yang menjaditujuannya sendiri...jebakan eklusivitas akan membuat kita menjadi lemah.
Barangkali kita perlu menggaris bawahi protes dan kegelisahan tulisan Zulkifli Abu mantan Kabid Kader PC IMM AR.Fakhruddin Kota Yogyakarta diatas dalam buku Rahim Perjuangan; Catatan Mahasiswa Yang Rindu Perubahan terbitan MIM Press (2008:35-36). IMM ditengah umurnya yang menjelang setengah abad dipandang perlu untuk memposisikan diri sebagai gerakan mapan yang semestinya sudah memberikan kontribusi nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan mengenai kontribusi ini sebenarnya lebih didasari atas gerakan Ikatan ini yang masih sibuk dengan agenda dapur sendiri. Zulkifli Abu nampaknya ingin mengajak kita sebagai kader untuk bisa berbuat lebih atas kenyataan yang sudah ada. Kenyataan bahwa eksklusifitas dan rebut internal tak bisa terbantahkan. Ajakan ini bukanlah bentuk propaganda pesimis kolektif sehingga kita pun merasa berang untuk menanggapinya secara reaktif. Oleh karena itu, kita bisa menyikapi ajakan tersebut untuk bisa berbenah dalam skala nasional—gerakan nasional yang tidakhanya menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai nilai agung melainkan dijadikan metodelogi gerakan yang lebih humanis dan tersistematis.

Menurut pemahaman penulis sebenarnya ada peluang besar menyelesaikan benang kusut pola gerakan ini agar tidak sekedar menjadi gerakan rektif dan gagap. Setiap masalah dalam skala nasional disikapi cara prematur tanpa melihat subtansi atas permasalahannya—salah satunya tragedi Bima yang terkait kader IMM. Benang kusut diatas bisa diawali dengan mempertanyakan kembali “gen pemikiran” IMM. Maksud dari gen pemikiran ini sebenarnya cukup sederhana yaitu bagaimana pola nilai ikatan dan bentuk pemikiran yang transformasikan kepada masing kader. Hal tersebut bisa dilihat dari adanya disparitas pemikiran dan pemahaman kader yang kemudian berimplikasikasi pada bentuk dan pola gerakan dimasing-masing level pimpinan—baik ditingat Komisariat, Cabang ataupun DPD.

Disparitas pemikiran dan pemahaman kader yang ada di IMM ini patut menjadi kegelisahan bersama, sebab disadari atau tidak hal ini tak dapat dihindari dalam merekayasa kader juga dalam melakukan pemetaan terhadap kemampuan masing-masing kader. Pergumulan pemikiran dalam dunia gerakan bukan sesuatu yang tabu, sebab hal tersebut sudah menjadi watak dari dunia pergerakan itu sendiri. sebuah gerakan tanpa adanya pemikiran yang melatar belakanginya merupakan sesuatu yang mengada-ada dan cenderung hanya ikut-ikutan. Artinya sebuah pemikiran merupakan sebuah ihwal dari gerakan maupun tindakan yang dilakukan.

Persoalan pentingnya gen pemikiran ini sudah menjadi pembahasan komisi tersendiri dalam tiap periode Musycab yang dilakukan PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta sejak tahun 2008 bahkan DPD IMM DIY dalam Tanwir IMM XXIV di Banten beberapa waktu sudah merekomendasikannya. Oleh karena itu DPP selayaknya anggota Dewan yang kedudukannya berada ditingkat pusat diharapkan mampu menganalisis secara lebih mendalam mengenai masalah gen pemikiran ini—meski membutuhkan waktu yang lama.

MuktamarXV; Rembug Nasional

Adanya kesadaran dalam proses pembentukan kepemimpinan intelektual menjadi sesuatu yang sifatnya mutlak sehingga kader dapat memahami secara lebih utuh menganai segala hal yang berada dalam dirinya maupun yang selayaknya ia kerjakan sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan secara kolektif. Muktamar IMM XV yang mengusung tema Kristalisasi Gerakan Kaum Muda Untuk Indonesia Bangkit benar-benar digunakan sebagai ruang untuk rembug nasional yang mampu menghasilkan keputusan terbaik tanpa dibumbuhi ketidak-dewasaan dalam proses kepemimpinan dan berpolitik.

Harus disadari bahwa kelemahan IMM sekarang ini selain hanya sibuk memikirkan hal-hal yang sifatnya administratif kemudian diperparah dengan perebutan kekuasan (sebut kasus Muktamar IMM Lampung yang sampai ada pelemparan kursi) yang malah justru menelanjangi ketidakdewasaan kader ikatan ini dalam berpolitik secara sehat—tepatnya sulit menerima perbedaan. Sialnya lagi, ada sebagian kader IMM ada yang tidak tahu apa ideology IMM itu sendiri.

Ikatan ini membutuhkan kepemimpinan intelektual yang tidak hanya berada dalam dataran teori, konsepsi melainkan sampai praksisnya sehingga gerakan Ikatan lebih matang dalam menghadapi usianya yang jelang setengah abad. Dan mari kita tunggu saja hasil keputusan MuktamarXV di Medan—dan perhatikan apa yang akan terjadi J

Makhrus Ahmadi, Sekretaris Umum DPD IMM DIY

0 comments: