1
Alamat
Aku susuri dinding gelap dalam tepian hatimu yang lelah. Duduk termenung melihat senja yang melapuk. Wajahmu memerah bersama bola matamu yang membanjir. “apakah kau tak tersasar datang untukku”.Angin meniup agak genit dan nakal.
Aku susuri dinding gelap dalam tepian hatimu yang lelah. Duduk termenung melihat senja yang melapuk. Wajahmu memerah bersama bola matamu yang membanjir. “apakah kau tak tersasar datang untukku”.Angin meniup agak genit dan nakal.
2
Pintu
“aku mengetik pintu hatimu, lembut tak bersuara” tak perlu kamu pertanyakan mengapa aku datang padamu dengan waktu yang sesaat. Karena hakikat tamu hanya memilih pada rumah yang mana untuk ia singgahi.
“aku mengetik pintu hatimu, lembut tak bersuara” tak perlu kamu pertanyakan mengapa aku datang padamu dengan waktu yang sesaat. Karena hakikat tamu hanya memilih pada rumah yang mana untuk ia singgahi.
3
Rumah
Kamu menggigil melihat petir yang manyala-nyala. “tutuplah jendela” katamu sayup. Aku menaruh selimut diatas baring pendekar dan peri yang menangis. Tak ada yang mengetahui termasuk alam bahwa ada rasa yang meluapdan terbuang percuma. Ku kecup kening mereka dengan “laa tusyrik billah”. Lambat laun mereka pun mengambil senjata. Mengajak kita berlari kehalaman dan membelah bulan purnama.
Kamu menggigil melihat petir yang manyala-nyala. “tutuplah jendela” katamu sayup. Aku menaruh selimut diatas baring pendekar dan peri yang menangis. Tak ada yang mengetahui termasuk alam bahwa ada rasa yang meluapdan terbuang percuma. Ku kecup kening mereka dengan “laa tusyrik billah”. Lambat laun mereka pun mengambil senjata. Mengajak kita berlari kehalaman dan membelah bulan purnama.
4
Lemari
Sebongkah purnama kau taruh dalam sajadah. “semogaTuhan, selalu melindungi kita. Dan juga menyirami kebahagiaan di gubuk ini” katamu dengan pipi membanjir. Aku di depanmu memutar 99 bola dunia. Paku bumi menusuk hati kita berdua.
Sebongkah purnama kau taruh dalam sajadah. “semogaTuhan, selalu melindungi kita. Dan juga menyirami kebahagiaan di gubuk ini” katamu dengan pipi membanjir. Aku di depanmu memutar 99 bola dunia. Paku bumi menusuk hati kita berdua.
5
Meja
Tak ada yang berubah darimu semenjak dahulu. Hadir dengan senyum nomor satu. Senyum manis;madu. Menu kita pagi ini angka yang merayap biadabnya pelaku politik, ekonomi, rendahnya nyawa manusia—dan deretan angka lainnya. “dikubur dimana nurani kita?” keluhmu saat aku sudah mulai membumbui sang menu dengan gumam.
Tak ada yang berubah darimu semenjak dahulu. Hadir dengan senyum nomor satu. Senyum manis;madu. Menu kita pagi ini angka yang merayap biadabnya pelaku politik, ekonomi, rendahnya nyawa manusia—dan deretan angka lainnya. “dikubur dimana nurani kita?” keluhmu saat aku sudah mulai membumbui sang menu dengan gumam.
6
Keris
Tanpa isyarat apa-apa kita pun mengangkat pedang dan kitab suci. Namun pena yang terbentuk melengkung digenggaman jari yang menggetar. “Iqra’ bismirabbikalladzii Khaalaq” tulisan yang menganga di atas daun pintu rumah yang terbuka. Aku dan kamu bergabung dengan barisan jamaah jalanan.“Iyyaaka na’budhu waa ’iiyyaka nashta’in”.suara yang terus meluap dipanjang jalan. Dunia hanya persingggahan yang takperlu direbut secara binal dan menyiksa.
Tanpa isyarat apa-apa kita pun mengangkat pedang dan kitab suci. Namun pena yang terbentuk melengkung digenggaman jari yang menggetar. “Iqra’ bismirabbikalladzii Khaalaq” tulisan yang menganga di atas daun pintu rumah yang terbuka. Aku dan kamu bergabung dengan barisan jamaah jalanan.“Iyyaaka na’budhu waa ’iiyyaka nashta’in”.suara yang terus meluap dipanjang jalan. Dunia hanya persingggahan yang takperlu direbut secara binal dan menyiksa.
7
Nampan
Jika suatu hari ada yang bertanya pada kita berdua bagaimana kita saling mencintai. Tariklah daun telinga mereka dan iris dengan Toa “beginilah cara mencintai”.
Jika suatu hari ada yang bertanya pada kita berdua bagaimana kita saling mencintai. Tariklah daun telinga mereka dan iris dengan Toa “beginilah cara mencintai”.
2 comments:
Mantappp caaakkkk...
hehehe
Posting Komentar