Sandal Jepit; Wiro Sableng

"Aih, putus!"

Kataku dengan cukup kesal saat tak berapa lama berada di pasar Klitikan Wirobrajan tepatnya 3 hari yang lalu. Aku kehilangan sandal yang aku pakaiPutus dari gagangnya. Dengan refleks aku pun mengambil dan menenteng sambil tetap memakai sandalku yang sebelah. Mirip orang gila!

Dengan tanpa memperdulikan orang yang melihat. Aku pun berjalan semaunya. Mataku merayap kesana kemari mencari rapia dan sedotan air mineral. Barangkali ada orang yang sudi membuangnya dan aku pun langsung memongotnya. Sekitar 5 menit berkeliling aku pun menemukan apa yang aku cari—potongan rapia dan sedokan air meral gelas. Aku pun melingkarkan tali rapia pada gagang sandalku, memasukkan tali rapia kedalam lubang sandal kemudian sebagai pengikat dan penahan dibawah sandal sedokan inilah yang mengambil tugasnya—aku pun bisa memakai sandalku kembali.

Semua ini aku lakukan persis dengan apa yang lakukan waktu aku masih Sekolah Madin/Madrasah Diniyyah (sekolah agama; sekolah sore hari yang biasanya jam belajarnya setelah selesai SD). Kala itu masih musim sinetron Wiro Sableng—karena menjadi penggemar film ini maka segala hal yang dipakai oleh Wiro Sableng menjadi bahan ekperimen—termasuk sandalnya. Aku masih ingat tanyangnya di RCTI setiap hari Minggu jam 10.30. Maka tanpa dikomando teman-temanku menyerbu rumah Pak Suri—orang terkaya di kampung kami. Dan orang pertama yang mempunyai TV berwarna.

Berhubung sekolah kami libur pada hari Jum'at. Maka, Minggu siangnya kami pasti bertemu di sekolah yang ada di lereng bukit—sekolah ini berada di lingkungan Pesantren terbesar di kampung kami. Kadang aku berfikir mengapa para Kyai lebih suka membangun pesantren di lereng buku. Persis dengan tempat Wiro Sableng menuntut ilmu pada Sinto Gendheng. Barangkali, mereka butuh tempat yang damai untuk berkontemplasi untuk mencari ilmu. Asumsiku kala itu.

"nih, sandal Wiro Sableng-ku" tunjuk Sakurdengan rada songong, sambil menungakkan kepalanya ke langit

"model sandal apaa itu? cuma rapia melilit tidak jelas di dibetismu itu. Mirip tumpukan rapia tidak jelas" Bantah Sufi

"Kok depan bagian bawah keangkat, Kur"kritikku

"ini sandalku yang putus kemarin. Aku memodifikasinya. Sayang kalau dibuang alasnya masih tebal" ucap Sakur yang makin ngangkat kepalanya. Orang idiot tingkat 25!. Sakur pun menjelaskan cara membuatnya..

Kalian pasti berfikir sandal macam apa yang bisa dimodifikasi sampai mirip yang dipakai Wiro Sableng. Sandal itu tak lebih hanya sandal jepit biasa—yang bagian atasnya sengaja dipotong kemudian menyambungnya dengan cara dibakar ringan dan direkatkan pada bagian sandal yang diinginkan. Hanya ada beberapa merk sandal yang bisa dimodifikasi—merk Swallow biasanya dihindari karena tekstur karet sandalnya yang terlalu lembut sehingga meleleh waktu dibakar dan tidak melekat.

Inilah cara kreatif orang kampung yang udik untuk menghibur dirinya ditengah ketidakmampuan untuk memenuhi bentuk keinginannya. WiroSableng, menyalurkan kesablenganya pada kami. Ha!

0 comments: