[Ibrahim] Andai Engkau Ada Saat Ini.

Allhumma Shalli ‘Ala Muhammad Wa’alaa ‘Aali Muhammad. Kamaa Shallaita ‘Alaa Ibarahim Wa’aali Ibrahim. Wabaarik ‘Alaa Muhammad Wa’aali Muhammad. Kamaa Baarakta ‘Alaa Ibarahim Wa’aali Ibrahim Innaka hamiidun Majiid.
Aku tak pernah melihatmu. Dan aku juga tak mengenalmu. Hanya mengetahuimu dari pesan dan ajaran yang membuatku harus menyebut namamu 10 kali sehari—Ibrahim, aku menyebut namamu dalam ibadah wajibku. Itulah nama yang pertama kali aku dengar dari ibuku waktu aku masih berumur 4 tahun. Katanya, engkau adalah bapak dari para utusan Tuhan—dan harus diyakini keberadaannya. Beriringnya waktu aku mulai mengumpulkan informasi tentangmu. Mengenalmu lebih dekat. Jauh lebih dekat. Dekat sekali—tak hanya lagi 10 kali sehari.

Dari ragam cerita, buku, majalah, kitab dan lainnya. Aku sangat kagum dengan perjalanan hidupmu. Engkaulah orang pilihan yang ditugaskan Tuhan untuk menyampaikan pesan suci pada seluruh umat manusia. Meski masa kecilmu harus mengalami pengasingan di hutan belantara. Tak ada orang bahkan Tuhan yang mengutusmu tak nampak disana.

inikah Tuhanku?” katamu kala melihat matahari, bulan, bintang dan seluruh yang nampak oleh mata. Namun ternyata engkau pun ragu, galau, sangsi dan terus mencari jawaban tentang Tuhan yang sebenarnya. Bertanya-jawab-ragu-bertanya-jawab-ragu. Itulah serangkaian pencarianmu tentang Tuhan—engkau mempunyai kebebasan intelektual yang luar biasa.

Bimbingan Tuhan semesta alam mengharuskanmu berhadapan dengan penguasa tirani yang bernama Namrudz. Kecongkakan, kelalimannya dan begitu kerasnya menolak pesan suci Tuhan hingga ia menghukummu dengan cara dibakar hidup-hidup. Penguasa tirani yang menjadikan patung sebagai tuhan. Pilihan final tanpa debat. Daya kritismu menghancurkan berhala yang dinggap suci kala itu. Tak hanya melawan tirani melainkan membersihkan keyakinan semu yang dianut kala itu—dan Namrudz hanya meninggal dengan tragis lewat seekor serangga kecil.

Pencarianmu tentang Tuhan, memasung berhala, melawan penguasa tirani—tak menyebebabkanmu selesai dari ujian. Kesedihan besar saat engkau harus mengasingkan istrimu yang bernama Siti Hajar ke daerah yang tandus, kering, sepi dan tak berpenghuni. “apakah engkau tinggalkan aku disini atas perintah Allah?” tanya Siti Hajar, istrimu.

iya” jawabmu singkat. Kalian tak pernah memperdebatkan lagi apa yang sudah menjadi keputusan Tuhan. Meski dalam hatimu ada gejolak. Namun, tak sedikit pun engkau merasa khawatir sebab Tuhan sudah mengatur rencana terbaik. Ditengah terik padang pasir yang gersang—Istrimu Hajar, harus berlari kesana kemari untuk mencarikan minum putra yang engkau nantikan kehadirannya selama bertahun-tahun; Ismail. Sampai akhirnya Tuhan memuncahkan air dari hentakan kaki putramu yang mungil itu—dan sekarang ini kami mengenalnya dengan air zam zam dan larinya Siti Hajar istrimu menjadi bagian kewajiban haji.

Ditengah kebahagiaanmu. Tuhan memerintahkan agar menyembelih Ismail—putra yang selama ini engkau tunggu kehadirannya selama bertahun-tahun. Kembali, kesedihan besar melanda hingga perintah yang melalui mimpi itu harus datang padamu sebanyak 3 kali. Dan Ismail adalah putramu yang begitu mencintaimu juga Tuhanmu—langsung menyuruh agar engkau melaksanakan perintah Tuhan itu. tanpa beban sedikit pun. Namun, Tuhan selalu mempunyai rencana diatas rencana. DIA mengganti tubuh Ismail yang hendak engkau sembelih dengan domba. Tuhan mencintai kalian berdua—dan sekarang kami mengenalnya Qurban.
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ibrahim dalam kitab ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang membenarkan (shiddiq) dan lagi seorang nabi (QS. Maryam : 41)

Pesan sucimu telah disempurnakan sampai Muhammad—penyampai risalah Tuhan kita yang terakhir. Dan sekarang pesan suci bernama Islam. Aku menyakini pesan suci itu. Meski awalnya karena mengikuti kedua orang tuaku. Perlahan, aku pun sadar bahwa kebenaran dari pesan suci ini tak bisa diyakini dengan cara yang instan. Melainkan dengan proses—sama seperti pencarianmu dalam mencari Tuhan. Namamu sungguh agung. Ibadah wajib yang kami lakukan bahkan tidak diterima oleh Tuhan apabila tak menyebut namamu—namamu sejajar dengan Muhammad.

Belakangan ini. Ada kegelisahan nalar luar biasa dari pesan suci. Ada kegalauan dari sebagian orang yang meyakini—membunuh sesama manusia meski di tempat ibadah, berdoa melalui jejaring social ketimbang di Masjid, lebel riberal-konsevatif dalam kebebasan berfikir dan lainnya. Kemusyrikan bukan lagi semua berbentuk benda. Seperti patung yang dulu pernah engkau pecahkan dengan kampak besarmu. Karena jauh hari Muhammad mengingatkan kami “tahukan kamu saiapakah yang mendustakan Tuhannya. Yakni mereka yang menjadi nafsu sebagai Tuhannya”. Musuh besar kami sekarang—kami sendiri.

Hari ini. Ada jutaan panganut pesan suci berbondong-bondong menuju ke tempat engkau menitipkan Siti hajar pada Tuhan dan alam. Mereka mengelilingi benda kubus yang engkau dirikan bersama Ismail. Mereka berlari sebanyak Siti Hajar untuk mencari minum Ismail. Mereka melempar batu seperti engkau melempar batu pada Jin yang menghalangimu untuk melaksanakan perintah Tuhan, Meminum air hasil hentakan kaki Ismail—dan mengerjakan ibadah kesempurnaan itu dari jejak kakimu. Sungguh engkau orang yang istimewa. Disisi lain. Mereka yang juga meyakini pesan suci melaksanakan menyembelihan hewan Qurban—seperti yang engkau lakukan dulu. Ihwal dari perintah untuk menyembelih Ismail dahulu—Pesan suci untuk mengorbankan apa yang dicintai. Belum lagi ibadah wajib yang harus kami laksanakan—seakan berjalan mirip ritual.

Tahukah engkau junjunganku. Di negeri di mana aku tinggal saat ini—mayoritas menyakini pesan suci. Namun, tenyata kemiskinan, kebodohan dan tuhan-tuhan kecil banyak berkeliaran. Bahkan ada sebagian orang dari kami yang datang ke rumah Tuhan dengan hasil menitipu [korupsi], ada pula mengunjunginya rumah Tuhan seperti bertamasya tiap tahun. Sedangkan disekelingnya banyak kurang makan dan gizi. Dan tak jarang headline berita harian memampang “Negeri Sarang Mafia” atau “Negeri sarang Penyamun”.

Sore ini (5/11/11) disalah satu televisi swasta memberi judul beritanya “Melempar Jumroh ke Indonesia”. Engkau pun tahu makna dari melempar jumroh sebab itulah kali pertama engkau mengusir setan yang mencoba untuk mempengaruhii keimananmu terhadap Tuhan semesta alam. Sungguh kerusahakan negeri yang aku tinggali ini sudah sampai pada titik nadir. Kaum pejabat tamak dengan tanpa dosa dan bergelar haji tak malu memperlihatkan nafsu serakah mengambil yang bukan haknya—tak anyal lembaga survey memberi peringkat sebagai negara terkorup. Seakan perjalanan spiritual hanya menjadi ajang plesiran belaka. Dan benar saja apa yang pernah diungkapkan Imam Ghazali bahwa perjalanan mereka datang ke tanah suci tanpa membersihkan diri terlebih dahulu—bersih jiwa dan harta untuk menghadap Tuhan di tanah suci. Nampaknya negeri yang aku tinggali ini ada banyak setan yang berkeliaran dan genit!. Hingga melempar batu mengusir setan diarahkan ke negeri ini.

Kematian dan pembunuhan menjadi hal, lumrah dan gampang sekali kita lihat diberbagai media. Dan sore ini pula ada 3 orang tua yang membunuh anaknya sendiri. Beberapa waktu lalu anak memperkosa ibunya sendiri. Ayah memperkosa anak perempuannya sampai melahirkan—pejabat korup pemandangan sehari-hari. Seorang sahabat beberapa waktu lalu pernah menyatakan “kutukan, menjadi seorang indonesia”.

Berqurban juga demikian. Kadang, juga hanya dipahami pengumpulkan-menyembelih-menyacah-membagi daging. Nilai perlawanan akan nafsu kepemilikan pribadi dan kecintaan terhadap selain kepada Tuhan seakan kurang makna—kering!. Bukankah amarah, egoism, korupsi, kemiskinan, kebodohon, pengangguran, pejajahan atas hak umum dan semua hal negatif lainnya mengalir bersama darah yang keluar dari leher hewan qurban yang terpotong. Mengorbankan apa yang dicintai di jalan Tuhan adalah cara terbaik pengabdian seorang hamba—dan masih ada harapan untuk negeri yang aku tinggali ini sebagai negeri yang besar dan memahami pesan suci yang penah engkau dan Muhammad titipkan.

Setidaknya, itu saja yang ingin aku sampaikan malam ini untukmu junjunganku ; Ibrahim. Dalam pikiranku “andai engkau ada saat ini”. Aku tak bisa membayangkan apa yang hendak engkau lakukan. Sungguh!


Fotonya dapat dari link (ini)

0 komentar: