Jogja Broken Heart

Namaku Alea.

Tadi pagi aku terbangun dari tidurku dengan keadaan sangat kaget besar. Aku bertemu dengan Arya kekasihku yang meninggal September 2008. Ia menemuiku pertama kalinya setelah kita berpisah oleh takdir. Aku lihat wajahnya sedikit pucat dan tampak kurus. Namun, wajahnya sedikit bercahaya seakan ia baru selesai berwudhu. Senyumnya pun juga sedikit lebih teduh.

gimana kabarmu. Kok sekarang rada kurusan” tanya Arya sambil duduk disebelahku.

alhamdulillah baik. Belakangan aku kurang tidur

ternyata insomniamu masih belum sembuh.”. Aku menaruh curiga sebab ada yang berbeda dengan Arya saat ini ia begitu dingin nada bicaranya. Kering rasa canda.

iya

buang saja surat-suratku yang dulu. Agar kamu tak hidup dalam masa lalu”. Arya pun beranjak dari tempat duduknya. Ia meninggalkanku sendirian di pinggir kolam kampus. Aku mencoba mengejarnya namun entah mengapa rasanya langkahku terasa kaku. Hingga Arya pun hilang ditelan cahaya yang tak tahu dari mana datangnya.

Aku pun membuka tumpukan berkas yang aku tata dalam kamar. Aku menemukan surat-surat Arya yang pernah diberikan padaku. Surat yang ia kirimkan untuk menyatakan perasaannya padaku. Padahal waktu itu kami masih duduk di kelas 1 SMA. Ada 3 surat yang pernah ia berikan padaku.

Surat pertama
Alea,

Tak perlu kamu merubah hatimu untuk membaca surat ini. Biarlah hatimu menyala seperti lampu kota. Tak pernah memikirkan pada siapa menerangi. Sebab tugasnya adalah menerangi kegelapan. Dan hatimu adalah cahaya untukku. Cahaya untuk menerangi kegelapan hatiku.

Aku mencintaimu sejak pertama kali bertemu. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan jantungku berdetak dengan cepat tak beraturan. “dig dug dig dug. Dag dig dug...” begitu bunyinya alea. Kalau kamu mempunyai getaran yang sama. Aku ingin kamu menjadi pacarku. Ku tunggu jawabanmu.

Salam
Arya

Surat kedua
Alea,

Terima kasih kamu menyambut terbuka gayung cintaku. Meski aku harus menunggu satu bulan. Dan perlu kamu ketahui aku tersiksa menunggu jawaban darimu. Rasanya detik menjadi bulan, menit menjadi tahun, jam menjadi windu dan sehari menjadi abad.

Semoga cinta kita abadi. Aku berdoa besar atas hubungan kita sejak semalam. Kamu cinta pertamaku dan semoga menjadi cinta terakhir. I love you sayang. He!

Surat ketiga
Alea,

Seperti biasanya, ingin mengusap air mata yang mengalir deras di pipi merahmu. Melebarkan senyummu saat bibirmu mulai mengembang. Menggengam tanganmu saat gelap membangunkan rasa takutmu.

Tapi waktu alea. Dia memintaku untuk sejenak meninggalkanmu. Ia membutuhkanku di alam yang lain. Tanpa aku ketahui dimana rimbanya. Dan katanya ini sangat penting dan segera. Hingga aku pun tak sempat menemuimu untuk sekedar berpamitan dan melambaikan tangan perpisahan. Leukemia mengantarkanku pada tempat yang diminta oleh waktu. Ia tak pernah menyakitiku meski banyak orang yang membecinya. Sebab ia tahu bahwa aku dan kamu saling mencintai. Dan cintamu besar untukku.

Sekiranya, aku tak bisa menemuimu dalam waktu yang lama. Sebab aku takut terjebak dalam labirin alam putih yang dimaksud waktu. Janganlah kamu bersedih. Tetaplah berjalan tanpa harus memikirkan tentang cerita indah yang pernah kita lalui. Hidupmu harus terus berjalan kedepan. Dan raihlah apa yang pernah kita Impikan bersama. Ya, impian kita untuk menjadi orang yang membesarkan jiwa untuk membesarkan orang lain.

Alea, tanganku gemetar, jantungku berlari kencang, rambutku pun sudah gugur semua. Dan bau anyir darah sudah mulai datang lagi. Aku tak kuat melanjutkan surat ini. I love you, Alea..

Aku hanya duduk termenung. Udara tiba-tiba belingsatan mirip cecak mau kawin. Dingin! Itulah yang rasakan. Tak pernah aku rasakan suasana seperti ini sebelumnya. Dan jam tetap angkuh berputar menebas angka dan berhenti sekitar jam 5 pagi. Banjir hebat telah melanda kedua pipiku tanpa aku sadari hingga sajadahku membuka lebar kedua tangannya. Sama-samar aku dengar adzan sudah berkumandang. Aku pun bertemu dengan Tuhan. Tanpa sebab yang aku ketahui jariku pun ingin menulis surat untuk Arya.
Arya. Aku sudah membaca semua suratmu. Aku juga masih mencintaimu sama seperti dulu. Dan sampai saat ini tak berkurang kadarnya. Waktu datang padaku. Namun, ia hanya datang dan pergi semaunya tanpa memberikan kabar tentangmu. Meski hanya untuk mengetahui bagaimana keadaanmu sekarang. Ia membisu Arya.

Tak terasa sudah 4 tahun kita tak bertemu. Selama itu pula tak pernah aku dengar detak jantungmu. Aku lihat jasadmu telah dipeluk tanah. Tapi aku tetap yakin kamu masih berada disampingku. Mata ini terlalu lemah untuk sekedar melihat keberadaanmu. Hingga aku sendiri tak tahu pada siapa aku harus mengadu. Hanya Tuhan dan insomnia yang menjadi teman baikku dikala malam.




Arya, kamu masih ingatkan dengan lagu Helena My Chemical Romance (MCR) dalam album Three Cheers for Sweet Revenge. Jika mendengarnya terkadang aku ingin menemuimu dengan memutus urat nadiku. Namun, entah mengapa mencintaimu dengan cara seperti ini malah menjauhkanku untuk menjadi orang yang berjiwa besar. Barangkali ini lagu ini hanya untuk mengenang kepergianmu. Dan aku juga masih sangat mencintainya.

Otakku tak bisa memaksa tangan meski hanya untuk merobek seluruh suratmu. Biarlah ini menjadi kenangan kita. Dan sejarah cinta kita berdua. Sejarah yang mencatat bahwa aku tak pernah menyelingkuhi cintamu dengan yang lain. Cinta hati, cinta mati.
Kadang aku tak mengerti dengan cinta yang aku alami ini. Cinta yang untuk sebagian orang menggapku selalu hidup dengan kubangan masa lalu. Tak ada harapan masa depan. Risalah cintaku adalah masa laluku dengan orang yang aku cintai. Seseorang yang sangat berharga.

Jauh hari sebelum semuanya terjadi. ada banyak cinta kisah yang membentang dalam alam pikiran dan sejarah anak manusia. Ia hanya bertahan dalam palung jiwa yang merobohkan keangkuhan air laut yang begitu dalam. Dan tak ada yang tahu siapakah yang menjadi penghuni dan bagaimana sejarahnya. Namun yang jelas tiap detak nadi kehidupan mahluk hidup mempunyai sejarahnya sendiri. bagitu juga sejarah cintanya.

Jogja seakan menjadi saksi pilu dimana semuanya harus berjarak. Jarak yang membedakan aku dengan Arya. Jarak yang tak mampu aku tempuh dan meraba keberadaan. Bahkan dengan alam pikiran. Sebab semuanya hanya perlu diyakini dan tak perlu didebatkan. Kala itu, jogja pucat menyaksikan kehilangan besar anak manusia yang jatuh cinta. mengulang saksi bisu kedua kalinya setelah wafatnya sang Raja beberapa puluh tahun silam. Sekali lagi jogja [broken heart!].

Dunia harus berjalan tanpa harus memikirkan apa yang terjadi. Tanpa perasaan apa-apa. Sebab ia tercipta memang tanpa memiliki perasaan. Hingga pada akhirnya aku tak mengerti kepada siapa aku bisa jatuh cinta kembali. Tak ada yang bisa meramal. Seandainya besok aku bisa tahu kepada siapa aku bisa jatuh cinta barangkali monyet mengerti kapan ia harus berlebaran. Belalang pintar cara bergosok gigi. Dan zebra berciuman bibir dengan buaya. Tak ada yang tahu. Yang bisa dilakukan sekarang hanya membesarkan volume hati untuk menangkap frekuensi luar biasa anugerah cinta itu hadir kembali. Dalam ruang yang berbeda. Your reason and your passion are the rudder and the sails of your seafaring souls. Begitulah pesan Kahlil Gibran

Selamat jalan kekasihku yang sudah tenang jiwannya di alam nirwana. Sampaikan salamku pada Sang penguasa kehidupan.

September 2011

...

Cerpen kok bersambung. Bukannya cerpen itu langsung kelar sekali tenggak baca. He! Sengaja saya membuat cerpen ini dengan cara bersambung. Biar teman-teman tidak kehilangan si Alea. Tentunya, dengan cerita yang berbeda; cerita, galau, senang, susah yang dialami Alea dan alam sekitarnya. Dengan mencoba mengangkat kisah nyata yang coba disajikan dengan cara fiksi—dan saya memberi tema “PerjalananPanjang”. Itz.. tetap ini bukan Novel lho. Maksa! :)

Kalau teman-teman mau membaca  cerpen ini dari awal, ini dia link : PerjalananPanjang. Cerita paling awal ada dibagian paling bawah. Semoga bermanfaat ya :)

0 comments: