Gelisah dan Euphoria

Untuk Pramoe Mirza

Terlalu indah jika malam hanya dihabiskan dengan tidur. Mengukir bantal dengan aliran cakra yang membau. Barangkali kita sudah kehilangan waktu untuk menjaga makam. Menunggu para kader baru hanya untuk mengatakan “IMM nomor berapa. Dan mau ngapain kalian kesini?”. Saat ini anjing yang berpidato disebelah makam merasa cukup kesepian. Tak kawan dan lawan. Hanya barisan mayat yang saling sindir satu sama lain. Sedangkan, aroma kopi dan desiran angin malam Kali Code pun ikut men-jablay. Para waria kehilangan pelanggan untuk menabuh tangan dan gerincingannya. Kita sudah jarang berkumpul untuk menghabiskan malam berdiskusi ngalor-ngidul cong!

Aku menulis tulisan ini sebelum mataku mengantuk. Dan kegelisahanku memikirkan rentetan nasib juga kisah hidup hari ini yang belum pulang ke tempat peraduannya. Beberapa hari ini mengantuk, rasanya menjadi barang mahal bagiku. Apa yang sebenarnya terjadi, aku sendiri tak mengetahuinya. Untuk sebagian orang susah mengantuk petanda jatuh cinta. Apakah aku jatuh cinta? aku sendiri tidak tahu. Cinta memang membutuhkan ketidaktahuan, makanya ada cinta buta.

Carilah pendamping kegelisahanmu agar semangat dalam pencarian.

Cong Mirza! Pernyataanmu memang menyeruak dengan sempurna diisi kepalaku. Lemparan pernyataan dan malah menjadi pertanyaan yang cukup membuatku tergelitik untuk sedikit berceloteh.

Banyak orang yang gelisah sampai detik ini. Salah satunya Buya Syafii Ma’arif yang selalu dalam keadaan gelisah memikirkan masalah yang tiada habisnya di negeri ini. Para pendiri bangsa ini pun juga gelisah melihat penindasan luar biasa dinegeri ini-sampai akhirnya merdeka. Kyai Dahlan juga gelisah melihat banyaknya masalah umat yang kian jauh dari sumber agamanya. Pak Beye juga gelisah akibat ulah para kadernya yang “Nyasaruddin”. Ha!

Kegelisahan memang sebuah keniscayaan cong!. Manusia harus gelisah untuk instropeksi diri dan memahami masalah yang dihadapi untuk ia selesaikan dengan cara terbaik. Ya, kalau tidak pernah gelisah barangkali ia sudah menjadi zombie berjalan. Kegelisahanmu dan kegelisahanku terletak pada sejauhmana kita memikirkan dan bagaimana kita menyelesaikannya. Kegelisahan inilah yang mengantarkan menusia mengenali diri dan lingkungannya.

Carilah pendamping kegelisahanmu agar semangat dalam pencarian.

Pertanyataan yang cukup provokatif dan membangkitkan kembali jiwa feminimku. Meraut kembali sikap mesraku yang menumpul. Kamu pun tahu bahwa aku akan menjawabnya dengan menyentuhkan diri pendamping dalam kubangan cinta. Sudah 2 bulan ini aku memang membenamkan diri dalam labirin buku karya Kahlil Gibran. Dan hasilnya aku pun tersesat dan tahu jalan pulang.

Pendamping, sebagai sebuah wujud. Sesuatu yang berada disebelah kita, bukan didepan untuk mendahului atau pun dibelakang mengejar. Pendamping tak lain merupakan sahabat yang manunggal. Memahami satu sama lain untuk melangkah bersama dengan visi dan tujuan bersama. Sampai akhirnya menjadi sesuatu yang menarik untuk diketahui dan dijelajahi.

Jika pendamping dimaknai sebagai cinta. Dan cinta sebagai pasangan atau pendamping hidup. maka, secara tegas aku mencintai seorang wanita.ha! namun, cinta memang bukan motivasi cong!. sebab ketika rasa cinta pada pendamping sudah berakhir, berakhir pula semangat (motivasi) untuk mengarungi kegelisahan yang tak kunjung usai. Cinta dan pendamping memang cukup unik untuk diperbincangkan. Karena dalam rentetan sejarahnya tak jarang menorehkan ragam kelam dan pelajaran untuk diketahui sebagai pelajaran hidup.

Aku tak mau membicarakan banyak hal tentang cinta. Biarlah cinta menjadi dirinya sendiri, tanpa intervensi apa dan siapa pun. Sekarang dan yang akan datang. biarlah cinta hidup dalam diri yang mau memuliakan cinta. Hingga tak lagi menjadi ruang yang menggelisahkan. Tapi ruang yang menyempurnakan.

Sekarang, Aku hanya ingin memutar kembali memori otakku yang mulai melapuk dimakan usia. Bercerita banyak hal yang sudah dilalui denganmu dan para sahabat kita yang lain. Paling tidak untuk mengingatkanmu dan mereka. Sekarang kalian sudah memilih jalan kalian sendiri. memilih masa depan kalian dan membangun surga untuk kalian tempati suatu hari nanti. Rumah disaat uban menyiram kepala dan gigi yang sudah mulai berjatuhan. Kalian pun tersenyum gigi kalian yang tinggal 3. Teng!

Seperti yang sudah aku katakan sebelum-sebelumnya. Aku tak banyak menceritakan secara lebih detail sebab aku sudah pernah menulis untuk kalian di catatan “Jejak Arah Perjalanan” (2011). Namun, bukan sebuah dosa jika aku menulisnya kembali dengan kanvas yang berbeda. Barangkali kita bisa menemukan sedikit simpul dalam deretan lukisan abstrak yang tak bisa dibaca.

Dari duduk yang paling atas (kiri-kanan): Aku, Mas Ma’ruf, Barli dan Ahlan. Kaliurang ; Januari 2007. Saat sedang melakukan Up Grading KM FAI UMY. Aku masuk dalam salah satu jajaran pengurus BEM Fakultas. Awalnya aku ingin menjadi Presma UMY tapi aku malah dipaksa sejarah untuk mengikuti proses dari bawah meski pada akhirnya tak bisa juga jadi Presma (Bundo melarang cong!).

Dari barisan belakang kedepan (kiri-kanan) : Irul “ndut”, Barli, Fakhruddin, Aie’, Rubi, Aku, Bolang, Ipung, Uus, Ria, Indah, Nandria, Asih, Asa, Feni, Nasik dan Kiki. Foto ini sekitar juni 2006. Tepat saat nasik mau lengser menjadi ketua IMM Komisariat FAI UMY. Dari dulu sampai sekarang nasik tetap saja jadi orang tua.ha!

Interupsi!!!


Itz.. jangan biarkan mereka mengacungkan tangan untuk interupsi sebab akan mengakibatkan forum menjadi gaduh ditingkat komisariat. Makanya pimpinan sidang pun mutung meninggalkan sidang karena merasa tidak dihargai [berapa?]. bercanda cong!


Disaat yang bersamaan suasana Musykom FE kampong sebelah, di gedung AR. Fakhruddin A (sekarang menjadi Gedung Ahmad Dahlan) tak kalah gaduhnya. Yang sedang pegang Mic itu Halim (Ketua) dan paling kiri si Amin (Kabid Kader). Aku dengar mereka LPJ sampai dini hari. Ngeri cong!

Disinilah adu konsepsi yang sesungguhnya. “Membangun Gen Pemikiran Melahirkan Karakteristik Gerakan”. Foto ini diambil seperti yang ada di backdrop. Inilah beban sejarah yang harus dipikul sampai saat ini dan masih mengalami ragam dialektika.


Mereka bertiga calon Ketua (kiri-kanan) Aie’, Leni dan Halim. Mereka bertarung memperebutkan kursi panas Ketua Cabang. Ragam dialektikanya kalian baca di JAP saja. Hasilnya Halim yang menang dengan perolehan suara : Halim 14 suara, Leni 10 suara dan Aie 9 suara. Selisihnya tipis cong!


Panitia pemilihannya pada saat itu; Mas Sigit, Bang Oji dan Mas Zain. Mereka kompak pakai kaos merah semuanya. Barangkali sudah janjian sejak dari awal. Hati-hati sekali mereka ketok palu bisa gemetar hati kalian. Dan jangan kalian percaya itu.


Hobi kami adalah demonstrasi selama jadi pimpinan cabang. Pernah dalam waktu 1 minggu demo sampai 4 kali. Aku tidak tahu kalau dikampus ini sudah berapa SKS, paling tidak sekali demo setengah hari (6 jam). Menurut para sesepuh kami, untuk mendidik penguasa harus dengan protes! (demonstrasi) dan mendidik kader dengan diskusi.


Hal yang membuatku nyaman bersama mereka tak lupa mereka selalu mengajak diri untuk membaca buku terbaru dan melaksanakan ritual perkaderan. Dua hal inilah yang menjadi embrio mengapa sampai saat ini Ikatan ini masih sanggup berdiri sampai usianya jelang setengah abad. Mirza, Amin, Halim dan Aie selalu mengupdate data terbaru. Baik literatur maupun isu yang segera dikaji. Kadangkala ada Amri “hukum” dan Fajar yang jadi perusuh. Begitu pula dengan leni sebagai pemanis ditengah asamnya anak-anak yang belum mandi (turun len, sakit kalau jatuh).

Demonstrasi, literatur, diskusi, perkaderan dan bumbu konflik sedikit menjadi salah satu kesatuan yang utuh dan cukup sulit untuk dipisahkan satu sama lain. Seperti lotek yang terasa hambar tanpa bumbu kacang dan kecap, tak kenyang tanpa lontong, tak gurih tanpa brambang, tak sehat tanpa sayur. Setelah itu harus bayar karena tak ada makan gratis. Ha!

Dari kanan-kiri : Aie’ Mirza, Halim, Amin dan Aku sendiri. Bersama kalianlah kita bisa berjalan bersama dan tak jarang ada yang mengatakan kita sebagai Power Rangers akibat terlalu sering berjalan berlima. Kadang ada si Udin yang selalu kelayapan ke suruh dunia akibat namanya yang mendunia.



Ada yang ketinggalan,











Pasti kalian tidak akan lupa dengan orang-orang ini. Silahkan kalian urai sendiri isi kepala kalian.




Akhirnya aku harus menitipkan pesan buat kalian semuanya. Sesuatu yang telah diwasiatkan oleh salah satu mbah kita dalam Repuplik Iblis. Pesan yang mempunyai banyak makna untuk diselami atau jangan-jangan kutukan!

Bergerak dan mati

Ditengah dentuman peluru zaman

Lebih kusukai, daripada membatu sunyi atau beku

Tanpa darah!

Bergerak dan mati dalam konfrontasi

Itulah sesungguhnya kehdupan, itulah ruh!

Kematian adalah ketika engkau memilih diam

Ketika engkau memilih dipenjarakan oleh sejarah

Kematian adalah ketika engkau bungkam pada kebusukan

Karena hidungmu ditaburi wangi kasturi.

Menguliti perjalanan waktu yang terlewatkan nyatanya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Meski mustahil yang mengulangnya kembali. Ada banyak hal yang harus kita kerjakan kedepan sebagai manusia yang gelisah. Meluapkan ragam ekspresi untuk mencari secercah jawaban merupakan hal tak haram untuk dikerjakan. Biarlah waktu berjalan. Tak perlu dikejar sebab ia akan tetap berjalan dan meninggalkan kita jika masih papa. Sampai akhirnya kita bertemu kembali dibatas ruang dan waktu yang biasa dengan sesuatu yang tak biasa.


Salam hangat [CM]

2 comments:

aie mengatakan...

sedih.. tapi apa daya itulah romantisme kehidupan.. hidup yg sesungguhnya adalah "SEKARANG"!!!

Anonim mengatakan...

Hidup yang sesungguhnya boi