Hah! Rasanya terasa perlu untuk berceloteh mengenai kampong halamanku. Ya Madura cong! Kampong yang belakangan sudah mempunyai jembatan terpanjang seasia tenggara. Kebayang dalam pikiran kalian semuaya seberapa panjangnya. Terlebih menelan biaya hidup-hidup sebanyak 4.5 triliun. Maka sial! Jika kalian tak pernah melewati jembatan ini. Barangkali jembatan suramadu golden gate bagi orang Madura.
Sepanjang perjalanan pulang kampong. Jangan kaget seandainya kalian hanya suguhi pemandangan iklan menyampah sana-sini. Pemandangan inilah yang menggelitik pikiranku untuk segera berceloteh dengan kalian semua. Mari kita telanjangi apa saja iklan yang sering kalian temui :
Pertama, Iklan Rokok. Barangkali kalian sudah mafhum untuk menemukan iklan rokok dimana saja. Tapi tidak bagi kampungku yang terkenal sangar ini. Biadabnya, iklan rokok bahkan bertengger di pelataran masjid, toko, kuburan, ruas jalan utama bahkan toilet terminal. Ampun rasanya iklan rokok ini mirip malaikat dan setan yang saling berebut massa. Bagi sebagian orang di kampungku merokok bukan hanya sekedar kebiasaan melainkan bentuk kejantanan dan keshalihan. Makanya, tak jarangan undangan hajatan menggunakan rokok dan sebelum memulai acara ritual asap rokok mendahului dupa! Puss..!!
Dilain tempat, Bos paprik Rokok tersenyum di kursinya “merokoklah terus kaumkku. Makin jantan dan shaleh kalian semuanya. Aku yang kaya raya. Puss!!”.
“bapak anjing!’” kata si anak tuyul yang pantang mencuri rokok.
Kedua, Iklan operator celuler. Pengaruh globalisasi yang kian mendekatkan diri pada dunia global semakin jelas terasa di kampungku. Jarak yang jauh semakin dekat. Hanya dengan mesin genggam dan chip yang menempel di dalamnya. Sedekat anak shaleh dengan tuhannya. Makanya, jangan kaget kalian melihat maraknya seorang da’I nasional menjadi iklan operator celuler. Tak lain hal ini hanya untuk merayu para ulama yang udik teknologi di kampungku. Semoga kampong kalian terselamatkan, ngeri!
TARIF MURAH!
Pakai XXL (bukan Extra Large)
Inilah iklan dan operator yang menjajah kampungku. Operator milik negeri tetangga ini seakan menjadi raja dan penguasa agung. Nampaknya, kampongku menjadi pilot project untuk penjahan tanpa rooming ini. Bahkan aku sempat berpikir apakah karena banyak orang dikampung ini menjadi pendemo tenaga kerja di negeri “jairan” ini. Sialnya, sebagian dari mereka di usir dengan kasar, dibunuh, diperkosa dan tak bergaji
“enyahlah, kalian para indon udik dari negeri ini” hardik mereka dan mengusir
“dasar orang malayu tak tahu diri!” gerutu salah seorang pendemo tenaga
“sebagai tetanggga yang baik. Kita tak boleh bermusuhan. Maafkan semua kesalahan mereka” kata pak presiden nusantara
“kalau keterlaluan kita layangkan nota protes” imbuhnya pak presiden nusantara
Hah! Begitu saja keberanian warga kampong yang udik dan presiden nusantara dalam menyikapi perlakuan para orang malayu jairan yang biadab itu. Tak punya nilai tawar. Dikampungku pun mereka tak bisa berbuat apa-apa hingga akumulasi modal para penghisap itu makin shaleh dengan dukungan ulama udik, rakyat udik, pemuda udik. Semuanya udik!
“tobat dibohongi anak kecil!” cetus sule
Ketiga, Iklan beramal shaleh. Maaf jika perjalanan kalian ke kampungku kurang mengenakkan sebab sepanjang perjalanan banyak portal sumbangan membangun tempat ibadah. Barangkali kalian juga bertemu dengan mereka yang membawa proposal pembangunan itu di tempat kalian. Aku tak melarang kalian menyisihkan rasa iba kalian untuk memberikan uang receh pada mereka. Tapi sejujurnya, memang kurang pantas sarana ibadah dibangun dengan cara meminta belas kasihan. Bukan karena kesadaran diri untuk meningkatkan kualitas ibadah.
“masa' sarana untuk menghadap tuhan kalian bangun dengan cara meminta iba” protes malaikat.
“kebayakan prososal yang beredar diluar kampong itu, FIKTF” tambah bapakku.
Orang dikampungku itu terlahir dari rahim para pekerja keras. Sedangkan mereka yang meminta itu hamper bisa dipastikan para pengangguran yang tak ada uang untuk membeli tuhan rokok!. Makanya, jangan pernah bilang orang kampungku malas bekerja. Kapal pun habis dibabat untuk di timbang besinya sebagai rosokan.
Keempat, iklan [pe]jabat atau [po]litisi. Sengaja aku mengurungkan sebagian dari kata pejabat dan politisi. Hal ini sebagai sebuah protes atas para pejabat/politisi karbitan yang hanya mecari simpati rakyat dengan besaran poster bukan kinerja. Barangkali, bukan hanya menimpa kampungku melainkan juga meradar di beberapa daerah. Maka, jika kalian melihat poster pejabat/politisi yang jual tampang bukan kinerja di semua tempat di negeri ini ; halal untuk engkau ludahi!
“kalau kamu ingin menjadi pejabat/politisi. Kamu harus menjadi Kyai. Sebab di kampong ini suara Kyai sama dengan suara tuhan, santri dan rakyat” cetus sang Mafioso pilitisi
“bukankah Kyai itu harus netral” protesku
“alah, netralitas hanya masalah uang cong!. Tak jarang rival politik sama-sama setor pada Kyai. Tepatnya mereka main dua kaki. Kayalah mereka atau menterang rumah atau pondokan mereka itu” ketus Mafioso politisi
“kok bisa??” protesku tak terima kyai direndahkan
“begitulah Kyai politik cong!” bentak Mafioso pilitisi. Aku diam.
Ini hanya fenomena sosial yang ada di sekitar kita cong!. jadi tak usa kau marah!
2 comments:
; " jika kalian melihat poster pejabat/politisi yang jual tampang bukan kinerja di semua tempat di negeri ini ; halal untuk engkau ludahi!"
nice note ...
keren keren ....
Saatnya kaum muda memimpin!
Posting Komentar