Tentang Rasa

"Seminggu nggak ketemu rasanya lama ya, Yah" ucap istri saya pagi tadi. Saat saya hendak berangkat kembali ke Purwokerto. Istri saya pun memeluk erat.

"Itu mungkin karena cinta kita benar-benar sudah bekerja. Kita kan sudah terbiasa dengan situasi ini. Kita ajarkan si dedek berjuang bersama" jawab saya untuk menenangkan perasaan kalut istri saya. Maklum saja, saya biasa pulang seminggu dua kali selama seminggu: hari Rabu sore dan akhir pekan. Sebab jarak antara rumah di Majenang dan tempat saya mengajar di Purwokerto kurang lebih 83 KM. Tentu, itu sangat melelahkan untuk pulang-pergi dalam sehari.

Pekan ini memang waktu yang pelit bagi kami berdua. Besok istri saya sampai Minggu harus mengikuti acara kantornya ke Bandung. Sedangkan saya harus ke Solo untuk bedah buku dan training menulis, serta Sabtu hendak mengkuti reuni kader IMM AR di Jogja. Jadi, kami semacam punya agenda masing-masing. Mungkin itulah yang membuat istri saya merasa 'lama' tidak bertemu. Saya membalas pelukan istri saya, lebih erat..

Kami hanya ingin mengajarkan generasi kami untuk lebih kuat menerima segala macam perasaan dan suasana. Sekalipun, pada kenyataannya: kami perlu mengekspresikan dan saling berbagi perasaan dalam segala bentuknya. Apa yang dirasakan istri saya, juga dirasakan oleh saya sendiri. Biarlah waktu memberi ruang untuk mengatur apa yang kami rasakan. Memberi selapang-lapangnya kemampuan untuk selalu belajar bersama. Dan menjaga apa segala bentuk amanah dan kepercayaan dengan sebaik-baiknya: sebagai pasangan dan keluarga mungil.

"Hey, Boy! Mari berjuang bersama" ucap saya sambil mengelus perut istri saya-yang kini sudah berusia tiga setengah bulan..

Saya pun berangkat ke Purwokerto. Menerobos kepungan kabut tebal. Setebal kekecewaan para penggemar Chelsea..

.. Sebuah catatan beberapa waktu lalu

 

0 komentar: